Mohon tunggu...
Harsen Roy Tampomuri
Harsen Roy Tampomuri Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Master of Arts (M.A.) Student, Politics & Government UGM | B.A. in Government | Duta Bahasa | Duta Wisata | Health Ambassador | Liaison Officer | etc

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pesona Pulau Tidung Kepulauan Seribu

29 Juli 2014   19:43 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:55 413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Jangan ngaku udah keliling Jakarta kalo belum kunjungi  Kepulauan Seribu) Jakarta – Pagi hari itu tampak cerah di sekitaran Kemayoran Jakarta Pusat. Sayapun bergegas menuju kampus Psikologi Jayabaya Jakarta yang lokasinya di daerah Pulomas. Dalam perjalanan teman-teman BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) meminta saya untuk menunggu mereka di daerah Cempaka Mas saja. Kurang lebih setengah jam kemudian mereka tiba serombongan dalam sebuah mobil dengan style khas rombongan yang mau vacation. Masing-masing tidaklah membawa pakaian terlalu banyak, hanya saja mungkin hampir semua isi kamar dibawa, seperti sabun mandi, odol, sikat gigi, handuk, sunblock, kacamata hitam, pakaian untuk berenang, senter, kamera, waterproof camera, dan lain-lainya.

Pelabuhan Muara Angke Rombongan kami ada 14 orang yang terdiri dari 2 cewek dan 12 cowok. Sebenarnya ada beberapa lagi yang janji ikutan tapi keburu ditinggal karena terlambat. Kurang lebih satu jam tibalah kami di pelabuhan Muara Angke untuk nantinya menyeberang menggunakan kapal menuju Pulau Tidung Kepulauan Seribu. Banyak yang bilang kalau Pulau Tidung itu keren abis en pas aku googling ternyata bener juga (versi foto-foto dan komentar pengunjung). Karena terlambat naik ke kapal konsekuensinya kami tidak dapat tempat untuk duduk di bagian dalam kapal dan jadinya kami duduk berjejeran di gang kapal sebelah kanan. Gang itu berhadapan langsung dengan matahari yang mulai terik sekitaran pukul sembilan pagi. Berharap kapal yang kami tumpangi segera berangkat, karena selain penasaran dengan pesona keindahan alam Pulau Tidung, kamipun mulai tidak tahan dengan bau yang sangat menusuk. Bau itu asalnya dari air pelabuhan Muara Angke yang warnanya coklat agak kehitaman (catatan khusus).

Gerbang Dermaga Pulau Tidung Beberapa dari penumpang kapal adalah wisatawan asing tapi jumlahnya tidak terlalu banyak dibandingkan wisatawan domestik. Karena panasnya duduk di gang terasa banget perjalanan kurang lebih 2 setengah jam untuk sampai di pulau Tidung. Tapi terbayarlah sudah semuanya ketika kapal mendekati Pulau Tidung yang siang itu terlihat begitu hijau dan indah dalam balutan pesisir pantai berpasir putih. Pulau itu ada penduduknya juga yang kebanyakan berprofesi sebagai pedagang dan penjual jasa wisata sedangkan beberapa dari mereka berkebun dan melaut untuk mencari nafkah. Siang itu kami tiba hampir pukul dua belas dan kamipun singgah di warung makan dekat dermaga. Makanannya murah meriah namun tentunya menyajikan menu yang biasa saja, yang penting mengenyangkan (Nasi, Mie, Telur dan es teh), itupun bisa disesuaikan dengan isi kantong.
Depan Dermaga Pulau Tidung menuju Penginapan Kurang lebih 45 menit kemudian kami bergegas menuju penginapan dan saya mampir sebentar untuk mencari mesin ATM yang kata warga berada di kantor kelurahan. Kantor kelurahan itu bertuliskan Kelurahan Pulau Tidung, Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan, Kabupaten Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Hmmmm banyak yang belum tau kan kalau Pulau Tidung itu masih masuk DKI Jakarta. Melihat mesin ATM sudah sangat bersyukur karena nggak kebayang kalau pulau itu ada mesin ATMnya juga walaupun hanya mesin ATM Bank Pemda DKI Jakarta. Pas mau ambil uang tunai ternyata uangnya habis dan belum diisi (wakakaka gw nggak jamin deh elu bisa tarik tunai disana coz isinya mungkin seminggu sekali, mending di Pelabuhan Muara Angke yang di area POM Bensin #based on real story, lol).
Fitting Alat Snorkeling Akupun menyusul teman-teman ke penginapan yang jalannya belok kanan dari dermaga sekitar 8 menit. Satu ruangan memiliki dua kamar dan 2 kamar mandi yang dilengkapi TV serta AC. Karena hanya nginap semalam kami rasa tidaklah masalah tidur beramai-ramai. Yang cewek pakai satu kamar dan cowok berdua belas pakai satu kamar. Harga kedua kamar itu hanya sekitaran Rp. 350.000,-/malam, murah kan? Tentu saja murah karena mereka juga menyiapkan kasur tambahan seberapa yang dibutuhkan. Hanya istirahat sebentar kamipun langsung ganti pakaian siap-siap untuk mandi di pantai, snorkeling dan bermain water sport. Alat snorkeling hanya disewa Rp. 25.000,- sampai Rp. 35.000,- dan tiket kapal sekitaran Rp. 30.000,-.
Snorkeling di Pulau Payung Kami sepakat untuk snorkeling di Pulau Payung, sekitar 15 menit dengan menggunakan kapal motor. Panas di siang itu tidaklah terasa saking terlalu menikmati keindahan pulau Tidung. Tiba di sekitaran 200 meter dari bibir pantai Pulau payung kapalpun berlabuh dan kami yang telah siap dengan semua perlengkapan snorkeling langsung menceburkan diri ke dalam air. Lima menit kemudian anak-anak ingat untuk foto dengan spanduk yang bertuliskan Fakultas Psikologi Jayabaya karena kegiatan ini juga bagian dari kegiatan kampus mereka walaupun bukanlah acara resmi. Nah saatnya foto-foto, serunya ada yang dapat foto yang bagus tapi ada juga yang kurang bagus karena ternyata susah juga ambil foto di dalam air. Yang belum biasa beresiko mata perih karena masuk air, merasakan asinnya air laut karena minum air laut dan kadang ada juga binatang laut yang beracun (di Pulau Tidung jarang ada binatang laut beracun).
Lompat dari Jembatan Cinta Puas-puasin snorkeling, kami bergegas menuju jembatan cintayang merupakan icon wisata Pulau Tidung. Jembatan ini menjadi penghubung antara Pulau Tidung kecil dan Pulau Tidung besar. Jembatan ini menurut sejarahnya dibangun pada tahun 2005 dan mengalami beberapa kali renovasi dan terakhir ditahun 2012 jembatan tersebut dibangun kembali dengan desain permanen yang dalam perencanaannya bisa bertahan sampai 15 tahun. Pada saat itu jembatan cinta dicat berwarna Pink walaupun beberapa bagian bercampur warna kuning keemasan pengaruh karatan. Rasanya tidaklah lengkap bagi pengunjung cowok kalau tidak melompat di jembatan cinta yang tingginya sekitar 7 – 10 meter tergantung debit air. Sayapun mencoba tantangan ekstrim melompat diketinggian sekitar 10 meter itu. Beberapa kali mau melompat tapi tidak jadi, seperti orang yang phobia ketinggian. Akhinya saya memberanikan diri untuk melompat, awalnya enak tapi pas di tengah rasanya semua usus digantung antara langit dan bumi (tapi lebih ngeri digantung PHP *pemberi harapan palsu wakaka). Nah pas landing di air laut rasanya plong dan enak banget , biasanya mau coba lagi dan saya coba lagi sampai dua kali.
Lompat dari Jembatan Cinta (landing) Sebenarnya ada juga mitos jembatan cinta , konon katanya kalau sepasang kekasih berjalan bergandengan tangan di jembatan tersebut bakalan langgeng sampai kakek nenek, itu katanya orang-orang walaupun belum ada bukti sampai kakek nenek karena jembatan itu baru dibangun 2005.
Water Sport Pulau Tidung *Melewati jembatan itu hanya bersama teman-teman, nggak bareng pacar dan ngebayangin kalo nyebrang bareng pacar gw Agnes Monica (wakakaka becanda nanti ada yang marah). Menjelang sore sekitaran jembatan cinta yang juga area water sport semakin ramai karena berbagai jenis wahana water sport disuguhkan. Saya dan kedua teman mencoba donuts boat, seru-seruan sambil direkam dari speed boat sedangkan yang lain mencoba banana boat, cano, water sofa, jet ski dan angsa laut. Matahari mendekati terbenam membawa kami kembali ke kapal sambil menikmati indahnya matahari yang hampir terbenam. Setibanya di wisma tempat kami nginap, saya dan beberapa teman penasaran untuk menuju ujung Pulau Tidung tempat para wisatawan menikmati sunset.
Sunset Beach - Tidung Island Menyusuri pemukiman warga dan areal perkebunan sekitar 30 menit berjalan kaki, 10 menit menggunakan sepeda motor dan 15 menit menggunakan sepeda. Kami mencoba berjalan kaki yang ternyata jauh juga kalau jalan kaki. Tidak sempat menikmati pemandangan pas setengah bagian matahari masuk ke laut tapi masih sempat menikmati indahnya paduan warna-warni cahaya dalam indahnya lukisan laut dan langit di sore menjelang malam itu. Bergegas pulau ke penginapan untuk mandi dan ganti pakaian kemudian kembali lagi ke sebuah pondok seperti sebuah café atau resto’ di pesisir pantai dengan sajian lagu-lagu karaoke, suara ombak, rumah di atas pohon, ayunan dua tali dengan papan kecil untuk duduk, lesehan-lesehan pondok kecil, dan lainnya.
Barbeque di tepi pantai (Saturday Night) Malam itu malam minggu yang rasanya panjang saat kami mulai mengumpulkan kayu, serabut kelapa, dan arang untuk barbeque. Kami menikmati Indahnya malam itu sambil menyanyi, bersenda gurau dan diskusi-diskusi ringan. Saat makan malam pun tiba, kami makan dengan lahapnya dengan sedikit diskusi kubu-kubuan dua pasang capres cawapres RI 2014 namun semua selesai dengan seru, canda dan tawa. Menjelang pukul 12 malam beberapa dari kami termasuk kedua cewek balik lagi ke penginapan. Namun ada beberapa yang tetap tinggal dan pindah tempat nongkrong di atas rumah pohon. Kami yang tinggal diantaranya Ketua BEM demisioner, ketua BEM yang barusan di lantik, dan dua orang anggota pengurus BEM serta saya sendiri yang bukan dari Kampus mereka. Saat itu saya tinggal sebulan di Jakarta dalam persiapan kuliah pascasarjana di salah satu kampus di Pulau Jawa dan beberapa dari mereka adalah teman saya yang mengajak untuk ikutan.
Penjaga Pondok Membersihkan Pantai setiap pagi Diskusi kami di mulai dari pengalaman-pengalaman pribadi, diskusi keilmuan yang ringan sampai diskusi yang contain-nya agak berat, sedikit diskusi hal-hal aktual seperti pilpres, PT. Freeport, tokoh-tokoh pecinta alam Indonesia seperti Soe Hok Gie dan Herman Lantang serta hal-hal lainnya. Menjelang jam 4 rasanya mata tidak kuat lagi menahan rasa kantuk setelah menyantap semangkok Indomie Telur yang dibeli dari penjual di pondok itu. Tidur pulas sekitar 3 jam di atas rumah pohon akhirnya satu per satu dari kami mulai bangun temasuk saya yang langsung turun menyusuri pantai sambil diskusi ringan dengan bapak yang sementara membersihkan areal pondok termasuk pantai disekitar pondok tempat usahanya. Sangatlah wajar kalau tempat itu selalu terlihat bersih karena kata penjaga pondok bahwa tempat itu dibersihkan setiap hari. Diskusi singkat dengan bapak itupun memberikan saya informasi kalau sebenarnya penduduk asli Pulau Tidung bukanlah dari Pulau Jawa tapi dari Pulau Kalimantan.
Ayunan dan Rumah Pohon Pulang dari pondok itu kembali ke penginapan lanjut bergantian mandi, packing, sarapan dan berjalan menuju dermaga untuk kembali ke Pelabuhan Muara Angke. Bukannya menjadi sepih, malahan Pulau itu bertambah ramai dengan tibanya 6 kapal berturut-turut penuh dengan penumpang baik wisatawan domestik maupun mancanegara. Tanpa menghiraukan panas yang mulai terik sekitar pukul 10, kami memilih duduk di bagian depan kapal sambil foto, bersenda gurau, menikmati pemandangan Kepulauan seribu. Kamipun berharap suatu saat bisa kembali ke Pulau Tidung dan Pulau-pulau lainnya yang berada di Kepulauan Seribu, Jakarta. Selain menyuguhkan keindahan alam yang luarbiasa indah, berwisata ke Pulau Tidung Kepulauan Seribu juga termasuk murah meriah. So, jangan ngaku udah keliling Jakarta kalau belum kunjungi Kepulauan Seribu. (hrt25072014) Rukun Tidung dari Tarakan Kalimantan Timur (Asal Penduduk Asli Pulau Tidung)
Kedatangan Kapal
Daftar Tarif Kapal Antar Pulau
Perjalanan Pulau Tidung - Pelabuhan Muara Angke
Mendekati Pelabuhan Muara Angke Naskah dan Foto: Harsen Roy Tampomuri (Hasil Kunjungan ke Pulau Tidung di bulan Juni 2014)

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun