Mohon tunggu...
Angiola Harry
Angiola Harry Mohon Tunggu... Freelancer - Common Profile

Seorang jurnalis biasa

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Mengintip Faedah UU PPKSK

18 Juni 2016   05:55 Diperbarui: 18 Juni 2016   09:14 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Semua tentu tak ingin krisis ekonomi 1998 yang disebabkan kejatuhan perbankan secara sistemik, terulang. Begitupun kejadian dana bail out atau bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang menguap entah kemana. Karena kejadian economic chaos tersebut berujung pada satu hal krusial, yakni kerugian negara yang berimplikasi pada nasib rakyat.

Serba salah memang, ketika eksekutif dihadapi oleh hal-hal yang bersifat dilema. Bisa jadi keputusan mereka adalah bencana bagi rakyat, bisa jadi pula penolong. Namun ada satu yang paling berbahaya, yakni ketika mereka tak memutuskan apa-apa. Belajar dari kondisi tersebut, pada Penggawa Ekonomi Tanah Air yang terdiri Kementerian Keuangan, Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) akhirnya mendorong sebuah ketentuan.

Ya, mereka mencoba menyusun semacam kerangka analisa pengambilan keputusan bagi para eksekutif, setidaknya untuk membantu mereka memilih keputusan terbaik. Ketentuan yang akan dijadikan kerangka analisa itu adalah Undang-Undang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK). Memang rumit bila UU PPKSK ini diejawantahkan ke bawah.

Namun bila ditilik secara antisipasi skenario besar atau makroprudensial, cakupan pencegahan pada UU PPKSK ialah pemantauan dan pemeliharaan stabilitas sistem keuangan (SSK), serta penanganan sistem keuangan.

Banyak hal yang menjadi sorotan UU PPKSK. Namun berdasarkan kajian bersama para tim perumus UU PPKSK ini (Kemenkeu, BI, OJK, dan LPS), secara aplikatif, salah satu fokus yang masih terus dipantau oleh mereka di masyarakat adalah UU Asuransi.

Pasalnya, UU Asuransi masih belum menyikapi lebih jauh soal bagaimana bila terjadi kebangkrutan di perusahaan asuransi besar. Padahal sebuah perusahaan asuransi besar, bila bangkrut, bisa berimbas pada perbankan selaku salah satu "main partner" mereka. Kemudian, bila ada bank yang sistemik, bisa saja bank tersebut ikut bangkrut. Alhasil, mengorbankan dana pihak ketiga (DPK).


Bank Sistemik

Itulah sebabnya UU Asuransi menjadi "PR" mereka bersama untuk disikapi. Kemudian mengenai bank sistemik, BI dan OJK juga bersama-sama merumuskan tentang apa itu bank sistemik. Karena selama ini, persepsi tentang bank sistemik saling berbeda di setiap pemangku kewenangan.

Berdasarkan aturan di dalamnya, sejak UU PPKSK ini lahir (pada April 2016) dan 3 bulan diundangkan, BI dan OJK sudah harus menetapkan daftar: mana saja bank sistemik di Indonesia.

Adapun secara umum, bank sistemik tentunya adalah sebuah bank besar. Dalam artian ukuran asetnya besar, modalnya, kewajiban, serta keterkaitanya dengan sektor keuangan lain sangat kritikal. Sehingga bank sistemik, bila terjadi sesuatu yang bahaya, bisa menyebabkan kegagalan di sektor lain baik secara finansial maupun operasional. Namun untuk menetapkan apakah bank tersebut tergolong bank sistemik atau bukan, BI dan OJK tidak boleh melakukannya pada saat krisis ekonomi.

Selanjutnya, setelah 3 bulan UU PPKSK aktif dan daftar bank sistemik telah ada, BI dan OJK bertugas melakukan pemutakhiran data bank sistemik setiap 6 bulan sekali. Tentunya setelah kedua lembaga itu melakukan review.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun