Mohon tunggu...
Harrys Simanungkalit
Harrys Simanungkalit Mohon Tunggu... Hotelier

Manusia Biasa Yang Sering Overthinking

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Ponsel yang Penting Fungsinya

17 Maret 2013   18:56 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:36 420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="aligncenter" width="613" caption="Photo : DigitalTrends.Com"][/caption]

Saya termasuk yang sangat telat memiliki handphone. Saat masih kuliah, saya adalah satu-satunya dari antara teman-teman saya yang tidak memiliki handphone. Jadi saat ada teman atau kenalan baru yang meminta nomor handphone saya, dengan bercanda saya akan jawab “M”. Dengan jawaban itu biasanya mereka akan mengerti bahwa saya belum memiliki handphone, kemudian berlalu sambil tersenyum miris. Kurang ajar!

Saya baru memiliki handphone sekitar tahun 2002. Itu juga karena kakak saya ganti handphone, sehingga handphone-nya yang lama dihibahkan ke saya. Waktu itu merek handphone-nya Ericsson (belum pake embel-embel Sony). Warnanya hitam, ukurannya kecil tapi beratnya setara bobot batu bata basah. Dering ringtone-nya juga masih model polyponic dengan melodi seadanya. Dering SMS-nya lebih horor lagi, bukan suara musik atau suara binatang, tetapi suara decitan bernada tinggi. Meski saya sudah sering mendengar suara horor ini ratusan kali setiap menerima SMS, tetapi tetap saja saya kaget setiap kali ada SMS masuk yang ditandai dengan bunyi decitan yang sanggup menghidupkan tikus mati. Walaupun begitu adanya, toh saya tidak pernah mempermasalahkan kondisi handphone saya itu.

Pertama kali memiliki handphone, saya juga mengalami yang namanya sindrom norak-norak bergembira. Setiap orang saya kirimi SMS. Kalau dapat balasan, senangnya minta ampun. Kalau tidak ada balasan, saya kirim lagi SMS dengan isi yang sama. Kadang malah sering memasukkan nama dan nomor handphone orang yang tidak saya kenal kedalam phone book entah untuk tujuan apa. Kalau handphone tidak berdering seharian, langsung menjadi Drama Queen : tak ada yang sayang sama saya. Hallah!!!

Ponsel saya yang kedua adalah Siemens, bentuknya seperti pisang pakai antena. Ini juga masih hasil hibah dari kakak saya. Masih dengan fitur seadanya, tanpa kamera dan pemutar musik. Toh saya santai-santai saja. Selama masih bisa digunakan untuk kirim/terima SMS dan menelepon/menerima telepon buat saya itu sudah cukup.

Ponsel saya yang kedua adalah Ericsson warna perak. Lagi-lagi ini adalah hibah dari kakak saya juga. Sejak saat itu saya seperti jatuh cinta dengan merek ini. Lalu ponsel saya yang berikutnya adalah Sony Ericsson hasil menang kuis dari Indomaret, sudah adakamera dan pemutar musiknya. Mungil dan ringan, serta tampilannya yang mewah (padahal saya taksir harganya tidak mahal-mahal amat). Kalau ada telepon atau SMS masuk, ada permainan lighting disisi ponsel yang terlihat indah sekali seperti lampu disko.

Tergoda dengan Nokia yang ditawarkan abang saya, saya sempat pindah ke lain hati menggunakan Nokia. Tetapi belum beberapa waktu, ponsel saya rusak karena jatuh sehingga saya kembali lagi menggunakan Sony Ericsson saya yang lama. Mungkin saya memang berjodoh dengan Sony Ericsson, dan terbukti saya masih menggunakannya sampai sekarang.

Yang terakhir, saya menggunakan smartphone BlackBerry. Apakah ini hasil hibahan kakak saya juga? Oh tentu tidak. BlackBerry yang saya gunakan sekarang ini adalah hadiah menang lomba Blog dari Kompasiana tahun 2010 dan masih berfungsisampai sekarang. Meski type BlackBerry sudah berganti-ganti, tetapi saya masih setia dan sayang dengan BlackBerry saya yang sudah mulai butut ini. Saya tidak pernah terpikir atau tergoda untuk menggantinya dengan yang baru karena BlackBerry ini ada nilai historisnya buat saya dan tentu saja alasan utamanya : masih berfungsi dengan baik. Karena buat saya selama masih bisa digunakan sesuai fungsinya, kenapa harus ganti dengan yang baru yang jelas-jelas menawarkan fungsi yang sama?

Kesimpulannya adalah : seumur-umur saya belum pernah beli handphone karena handphone-handphone yang saya pernah miliki sampai saat ini adalah hasil hibahan kakak/abang saya dan hasil menang lomba. Tentu saja buat saya pribadi ini adalah sesuatu yang patut saya syukuri.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun