Mohon tunggu...
Harry Dethan
Harry Dethan Mohon Tunggu... Health Promoter

Master of Public Health | Praktisi Perilaku dan Promosi Kesehatan | Menulis dan membuat konten kesehatan, lingkungan, dan sastra | Email: harrydethan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Pilihan

Grup Whatsapp Gelap yang Mengguncang Kota Kupang dan 8 SMP yang Terpapar Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik

10 Oktober 2025   11:06 Diperbarui: 10 Oktober 2025   11:06 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

DP3A kini berupaya keluar dari pola kerja "pemadam kebakaran". Jika selama ini baru bertindak setelah kejadian, kini mereka berfokus pada pencegahan.
"Kami akan meluncurkan aplikasi pelaporan agar masyarakat lebih mudah melapor ketika menemukan indikasi kekerasan seksual berbasis elektronik," kata Marciana.
Semua grup WhatsApp yang terindikasi kini telah dihapus. Para admin dikumpulkan bersama orang tua mereka untuk pembinaan dan pendampingan.

Selain itu, DP3A memperkuat fungsi edukasi dan monitoring melalui Satuan Tugas Perlindungan Anak di tingkat lurah. Edukasi kepada orang tua dan guru menjadi langkah prioritas, agar pengawasan di lingkungan rumah dan sekolah berjalan lebih efektif.

Data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) menunjukkan, pada 2024 terdapat 185 kasus kekerasan terhadap perempuan dan 174 terhadap anak di Kota Kupang. Sementara hingga 2025, sudah tercatat 56 kasus baru. Angka ini menunjukkan tren yang masih mengkhawatirkan.

"Ini bukan hanya pekerjaan pemerintah," tegas Marciana. "Kita semua, orang tua, sekolah, gereja, komunitas, harus terlibat. Karena anak-anak kita tumbuh di dunia yang jauh lebih cepat dari kesiapan kita mengawasi mereka."

Kasus "grup WhatsApp vulgar" ini menjadi cermin buram dari realitas baru, ketika ruang digital yang mestinya jadi sarana belajar dan bermain justru berubah menjadi arena eksploitasi.
Dari kisah ini, Kota Kupang belajar bahwa perlindungan anak tak lagi cukup hanya dengan pagar rumah, tetapi harus diperluas hingga ke layar ponsel mereka.

Mencegah kekerasan seksual berbasis elektronik bukan sekadar tugas lembaga atau pemerintah, melainkan tanggung jawab moral seluruh masyarakat, agar tidak ada lagi anak-anak yang kehilangan masa depan di balik notifikasi grup WhatsApp.

Sumber: www.koranmedia.com ; tribunnews.com

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun