Apa yang akan kamu lakukan jika ketika terbangun dari tidurmu, ada seseorang datang dari masa depan, mengaku sebagai pasangan hidupmu, kemudian mengatakan bahwa kamu akan meninggal beberapa tahun mendatang karena gaya hidup tak sehatmu?
Itulah premis unik dari film "Sore: Istri dari Masa Depan", yang berhasil memadukan unsur drama romantis dan fiksi ilmiah dalam balutan cerita yang sederhana namun sangat reflektif. Film ini berkisah tentang Jonathan, seorang pria muda yang bertemu dengan Sore, seorang wanita misterius yang mengaku berasal dari masa depan dan adalah istrinya sendiri. Sore datang bukan untuk bernostalgia, tetapi untuk memperbaiki masa lalu, demi masa depan yang lebih baik.
Yang membuat film ini lebih dari sekadar cerita cinta, adalah pertanyaan mendalam tentang perubahan dan pengorbanan. Mengapa seseorang ingin mengulang waktu? Dan mengapa ada orang yang bersedia melakukan segalanya, bahkan ribuan kali, hanya untuk mengubah seseorang yang dia cintai?
Pelajaran Besar dari "Sore": Cinta dan Perubahan yang Tumbuh dari Dalam
Dari film ini, ada dua pelajaran utama yang sangat kuat dan patut direnungkan:
- Cinta sejati tak akan pernah menyerah.
Sore datang berulang kali, dari masa depan ke masa lalu, berharap Jonathan bisa berubah. Ia tahu bahwa jika Jonathan tidak berubah, ia akan kehilangan Jonathan di masa depan. Walau lelah dan hampir menyerah, cinta yang ia rasakan jauh lebih besar dari rasa putus asa. Ia percaya, seseorang bisa berubah... asalkan ia sendiri mau berubah. - Perubahan sejati datang dari dalam diri.
Di sinilah letak pesan penting dari film ini: dorongan eksternal bisa membantu, tapi yang paling menentukan adalah keputusan pribadi seseorang untuk berubah.
Sore bisa memberikan fakta, peringatan, bahkan cinta. Tapi tetap saja, Jonathan yang harus memutuskan: apakah ia mau menjadi pribadi yang lebih baik atau tidak?
Dari Film ke Psikologi: Menjelaskan dengan Teori Internalisasi
Perubahan Jonathan, sebenarnya bisa dijelaskan dengan teori internalisasi dalam psikologi perubahan perilaku. Teori ini menyatakan bahwa seseorang dapat mengadopsi nilai atau norma dari luar dirinya, dan seiring waktu, nilai itu akan menyatu menjadi bagian dari kepribadiannya sendiri. Perubahan yang melalui proses internalisasi akan lebih kuat dan bertahan lama, karena sudah bukan lagi sekadar "ikut-ikutan" atau "dipaksa", melainkan telah menjadi "aku yang baru".
Menurut Krathwohl, proses internalisasi ini terjadi dalam lima tahap:
- Receiving (Menyimak)
Jonathan mulai mendengarkan Sore. Ia belum percaya, tapi ia membuka diri. - Responding (Menanggapi)
Ia mulai menanggapi, bertanya-tanya, dan menunjukkan rasa ingin tahu. - Valuing (Memberi Nilai)
Perlahan, ia menyadari bahwa apa yang dikatakan Sore memiliki makna. Ia mulai peduli. - Organizing (Pengorganisasian Nilai)
Ia mulai menata ulang cara berpikir dan nilai-nilai hidupnya. - Characterizing (Penghayatan Sepenuhnya)
Perubahan ini berhasil, maka Jonathan akan hidup berdasarkan nilai baru itu, tanpa perlu diingatkan.
Inilah yang membuat perubahan internal lebih kokoh: ia bukan datang dari paksaan, tapi dari kesadaran.
Contoh Internalisasi dalam Hidup Sehari-hari:
- Di keluarga: Anak yang dibiasakan berkata jujur, akan menanamkan kejujuran sebagai karakter.
- Di sekolah: Murid yang terbiasa disiplin karena keteladanan guru, akan membawa sikap itu sampai dewasa.
- Dalam agama: Orang yang rutin beribadah dan merenungkan nilai-nilai spiritual akan menampilkan sikap religius secara konsisten.
- Di masyarakat: Orang yang dibiasakan membuang sampah pada tempatnya, akan melakukannya bahkan tanpa diawasi.