Mohon tunggu...
Harry Dethan
Harry Dethan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Health Promoter

Email: harrydethan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Musuh Terbesar adalah Diri Sendiri

5 Februari 2019   22:58 Diperbarui: 5 Februari 2019   23:07 457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: pinterest.com/srvidya9

Akhirnya mentari kembali mulai menunjukan sinarnya setelah puas mengitari wilayah sisi lain Bumi. Pagi yang menunjukkan bahwa hari ini merupakan hari yang cerah, secerah harapan untuk menjalani hari dengan produktif dan positif.

Waktu menunjukkan pukul 5.30 pagi ketika Nano membuka matanya. Sepertinya hari ini dia bangun agak terlambat. Tidak seperti biasanya, ia selalu bangun pada pukul 4.00 pagi. Kebiasaan tersebut ia lakukan karena nasihat dari orang tuanya yang mengatakan bahwa jika bangun kesiangan, rejeki akan dipatuk ayam.

Nano adalah anak yang sedang hidup di tanah rantau. Ia merupakan anak yang cukup mandiri. Meskipun berasal dari keluarga yang cukup berada di Desa, ia tidak bergantung sepenuhnya pada orang tuanya. Hal ini dibuktikannya dengan walau sedang kuliah, namun ia tetap memiliki kerja sampingan untuk menambah sedikit pemasukannya sendiri tanpa terlalu membebani orang tua.

Seperti kebiasaannya ketika bangun, hal pertama yang dilakukannya adalah berdoa. Ia mengucap syukur kepada Sang Pemberi Hidup atas kesempatan hari baru yang masih ia dapatkan. Sembari berdoa, ia juga mengevaluasi dirinya. Ia kembali mengingat hari kemarin dengan segala kesalahan dan tindakan yang merugikan diri maupun orang lain.

"Hari ini, aku harus lebih baik lagi dari hari kemarin. Khususnya dalam menjaga emosiku," katanya pada diri sendiri. Hal demikian dikatakan agar menjadi motivasinya. Terang saja, kemarin ia sempat bertengkar dengan temannya di kampus karena hal yang cukup sepele, yakni candaan yang membuatnya tersinggung.

Hari itu, ia bertekad agar tidak menjadi orang yang mudah marah dengan segala bentuk tantangan yang mungkin saja mendekat, khususnya dari orang lain. Setelah selesai dengan doa dan perenungannya, ia lansung mempersiapkan diri untuk pergi ke kampus dan mengikuti kuliah. "Hari yang akan sangat panjang. Semangat Nano!" Katanya pada diri sendiri saat melihat jadwal hariannya.

Banyak aktivitas yang akan dilakukannya hari ini. Setelah selesai kuliah, ia akan melanjutkan dengan bekerja sampingan sebagai penjaga Toko Buku sampai pukul 09.00 malam nanti. Sepulangnya, ia juga harus menyelesaikan tugas-tugas kuliah lainnya.

Aktivitasnya sehari-hari ditemani oleh motor kesayangannya pemberian sang ayah. Sampai di kampus, ia lansung mengikuti kelas. Dengan penuh konsentrasi, ia menyerap semua ilmu yang diterangkan oleh para dosen.

Perkuliahan hari itupun berakhir. Saat hendak meninggalkan kelas, Nano melihat Yanto. Yanto adalah teman yang kemarin bertengkar dengannya. Dengan penuh keyakinan, ia mendatangi Yanto. Candaannya yang kemarin mengatakan bahwa Nano adalah orang kampungan, membuat dia tidak sanggup menatap Nano yang telah berdiri di hadapannya.

"Yanto, saya minta maaf yaahhh untuk kata-kata kasar yang kemarin saya ucapkan. Saya tahu kamu hanya bercanda saja. Jadi sekali lagi maafkan saya teman." Kata Nano sambil menyodorkan tangannya dan tersenyum tulus. "Harusnya saya yang minta maaf teman. Saya telah terlalu lancang berbicara. Harusnya saya tidak boleh asal saja bicara, meski hanya candaan. Maafkan saya Nano." Jawab Yanto sambil meraih tangan yang disodorkan Nano. Beban di hati kedua teman yang tersimpan sepanjang malam sampai sore ini lansung lenyap seketika.

Nano lalu lansung tancap gas ke Toko Buku tempatnya bekerja. Sasampainya di tempat kerja, ia lansung mengganti pakaiannya dengan seragam kerjanya. Para pelanggan yang datang dilayaninya dengan penuh kesabaran. Meski ada beberapa pelanggan yang terlalu seenaknya dalam berbicara kepadanya, tetap ditanggapi dengan penuh kesabaran. Tekad yang sungguh kuat, berkat evaluasi dan perenungannya pagi ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun