Kedudukan Perda dan Perkada
Dalam tata urutan perundang-undangan di Indonesia Perda menempati urutan yang paling akhir karena perda dibuat untuk melaksanakan otonomi dan tugas perbantuan di daerah, menampung kondisi khusus dan/atau penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Perda juga merupakan salah satu sumber hukum pidana selain Undang-Undang. Adalah mustahil peraturan perundangan (UU No. 11 Tahun 2012) yang mengatur pembentukan peraturan termasuk Perda mendiskriminasi pemidanaan warga masyarakat berdasarkan keadaan sosial ekonominya, atau memberikan kewenangan kepada daerah hanya boleh mengurusi tindak pidana ringan sementara yang biasa atau berat harus ditegakkan oleh lembaga atau instansi penegak lain.
Sebagai contoh, di Kabupaten Barito Utara memiliki 19 Perda yang memiliki sanksi pidana dan hanya 5 Perda dari 19 Perda tersebut yang memiliki sanksi pidana ringan atau dikategorikan sebagai tindak pidana ringan yang hukuman kurungannya paling lama 3 bulan.
Meskipun pada 19 Perda tersebut tindakan yang diberi sanksi pidana adalah pelanggaran, bukan kejahatan terbukti tidak semua pelanggaran adalah tipiring dan ada beberapa kejahatan yang masuk dalam kategori tindak pidana ringan.
Pelanggaran terbesar terhadap perda adalah PKL yang biasanya mudah dilihat secara kasat mata, selain jumlah PKL yang memang lebih banyak daripada Badan Hukum atau perusahaan. Kesan Satpol PP sebagai musuh PKL dapat dimaklumi meskipun secara hukum musuh Satpol PP adalah pelanggar Perda baik, warga masyarakat, aparatur maupun badan hukum.
Badan hukum/perusahaan sering juga mengira bahwa Satpol PP hanya mengurusi masyarakat kecil atau PKL dan pedagang di pasar pasar, padahal apabila ada perda yang mengatur aktivitas perusahaan di daerah dan dilanggar oleh perusahaan atau oleh pegawai perusahaan maka harus diperlakukan sama dengan siapapun yang melanggar hukum.
Langkah-Langkah Perbaikan
Demi memastikan Satpol PP mampu melaksanakan tugas dengan tanpa pandang bulu, kualitas dan kuantitas sumber daya Satpol PP harus terus ditingkatkan.
Polisi Pamong Praja sebagai PNS yang memiliki kewenangan menindak harus memahami betul tugas fungsinya dan berani mengambil tindakan terutama non yustisi kepada pelanggar dan secara tepat merumuskan siapa pelanggar yang memiliki dampak kesalahan yang besar.
Penindakan Yustisia harus dilakukan oleh Anggota Satpol PP yang memiliki kualifikasi sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).