Mohon tunggu...
Harry Wijaya
Harry Wijaya Mohon Tunggu... Freelancer - Asal Depok, Jawa Barat.

Deep thinker. Saya suka menulis esai, cerpen, puisi, dan novel. Bacaan kesukaan saya sejarah, filsafat, juga novel.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Order dari Kubur

22 Desember 2019   04:24 Diperbarui: 22 Desember 2019   04:31 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

  Ah, malam yang terasa sejuk, syukurlah tak terlalu dingin malam ini. Walau genangan-genangan air terlihat masih ada di jalan raya. Di balik balutan jaket sekaligus seragamku, aku melajukan sepeda motor melintasi jalan raya yang sepi. Terlihat dipinggir jalan orang-orang berjaket hijau sama sepertiku sedang asik ngobrol sambil menunggu datang nya orderan. Suasana malam kota ini memang menjadi agak berbeda setelah munculnya profesi ojek online ini, kini banyak pengendara berjaket hijau yang mondar-mandir di sekitar kota yang telah terlelap ini.

"Mas, sesuai aplikasi ya. Jangan terlalu banyak sambal." Kata seorang customer yang berujar melalui chat di layar smartphone-ku. Segera aku menjawabnya "Ok!"

  Aku sampai disebuah rumah makan malam, beruntung aku datang saat suasananya masih sepi. Sehingga tak akan terlalu lama. Aku memesan Mie Ayam sesuai dengan yang tertera dalam aplikasi. Setelah itu aku biarkan saja sang pemilik rumah makan menyiapkan pesanannya. Aku duduk di salah satu kursi kosong, ya memang kosong semua sih. Sambil menunggu, aku membuka beberapa aplikasi sosial media dan mengupdate informasi disana. Sesekali angin bertiup begitu dingin, tapi aku masih terlindungi oleh jaket dan sarung tanganku.

"Silahkan pak." Kata seorang pelayan saat mengantarkan pesananku yang sudah siap. Aku lekas membayar sesuai harga kepada pelayan itu. "Makasih bang!" Kataku kemudian kembali ke motor, memakai helm kemudian melaju pergi.

"Sesuai lokasi ya mbak." Kataku kepada customer melalui chat. Aku melajukan motor dengan sesegera mungkin, menembus dinginnya malam ini. Melewati jalan raya sebelum akhirnya sampai di jalan kampung yang tak terlalu besar, tapi cukup untuk mobil dua arah. Aku terus saja mengendarai motor mengikuti petunjuk di aplikasi, memasuki gang-gang sempit dan pemukiman warga yang lumayan padat. Hingga petunjuk-petunjuk itu membawaku ke sebuah rumah. Aku berhenti dan berjalan ke arah pintu rumah setelah alamatnya sudah ku pastikan benar.

"Assalamualaikum!" Ucapku sambil mengetuk pintu perlahan. Rumah itu terlihat gelap, tampaknya beberapa dari mereka sudah terlelap. Tak lama kemudian seseorang menyalakan lampu dan menjawab ucapan salamku. Pintu dibuka dan terlihat seorang pria tua berusia sekitar 60 tahun menatapku dengan wajah aneh. Aku pun merasa bingung juga dengan tatapan itu.

"Pasti Mie Ayam?" Tanya bapak itu.

"Iya Pak, Atas nama-"

"Irma Setyaningrum!" Kata bapak itu yang mendahuluiku berbicara.

"Iya benar pak." Ucapku yang agak canggung.

  Bapak itu mempersilahkanku duduk di beranda rumah yang sudah tersedia kursi, aku duduk sambil menunggu bapak itu kembali. Sedangkan pesanannya sudah beliau bawa masuk ke dalam. Halaman rumah ini cukup luas, ada juga tenda yang terpasang dan beberapa bangku plastik yang tertumpuk rapi, nampaknya rumah ini baru saja menggelar semacam acara atau hajatan. Dari dalam rumah aku mendengar suara bapak itu yang sedang berbicara, tapi aku tak tahu apa yang mereka bicarakan. Tak lama kemudian, bapak itu kembali keluar. Dan memberikan uang pecahan seratus ribu kepada ku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun