Mohon tunggu...
Harmoko
Harmoko Mohon Tunggu... Penulis Penuh Tanya

"Menulis untuk menggugah, bukan menggurui. Bertanya agar kita tak berhenti berpikir."

Selanjutnya

Tutup

Money

Pengangguran Tertinggi di ASEAN, Alarm untuk Indonesia

9 Agustus 2025   19:08 Diperbarui: 9 Agustus 2025   19:08 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pengangguran, kehilangan pekerjaan, angka pengangguran(SHUTTERSTOCK/LUNA VANDOORNE  via KOMPAS.com)

Pengangguran Tertinggi di ASEAN, Alarm untuk Indonesia

Ketika Angka Berbicara

Pernahkah kita merasa bangga karena menjadi nomor satu, tapi dalam hal yang sebenarnya tidak kita inginkan? Itulah yang sedang dialami Indonesia pada 2025 ini. Data Trading Economics mencatat, tingkat pengangguran di Indonesia per Maret 2025 berada di 4,76 persen, tertinggi di antara negara ASEAN lainnya.

Posisi kedua ditempati Brunei Darussalam dengan 4,7 persen, lalu Filipina 3,7 persen. Negara seperti Vietnam (2,24 persen) atau Thailand (0,89 persen) berada jauh di bawah kita.

Secara statistik, ini memang penurunan dari periode sebelumnya yang mencapai 4,91 persen. Tapi, penurunan kecil itu belum cukup untuk menggeser kita dari "puncak klasemen" ini.

Di Balik Persentase

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah pengangguran pada Februari 2025 mencapai 7,28 juta orang. Jumlah ini justru naik 83.450 orang dibandingkan setahun sebelumnya.

Dengan populasi 285 juta jiwa, angka persentase ini terlihat kecil di kertas. Tapi di lapangan, itu berarti jutaan keluarga harus bertahan tanpa pendapatan tetap. Di sinilah statistik berubah menjadi cerita manusia: anak yang tak bisa melanjutkan sekolah, orang tua yang menunda berobat, atau lulusan baru yang mengirim lamaran tanpa balasan.

Kaca Pembanding di ASEAN

Melihat negara tetangga memberi kita perspektif menarik.

  • Vietnam berhasil menekan pengangguran berkat strategi industrialisasi berorientasi ekspor.
  • Thailand menjaga angka rendah karena sektor pariwisata dan pertanian modern yang menyerap banyak tenaga kerja.
  • Singapura unggul dengan industri berbasis teknologi tinggi dan pendidikan vokasi yang kuat.

Indonesia punya potensi di semua sektor itu, tapi seakan berjalan di tempat. Hambatan klasik---birokrasi rumit, skill gap, investasi yang menumpuk di kota besar---membuat laju kita tersendat.

Mengurai Akar Masalah

Tingginya pengangguran di Indonesia adalah hasil dari kombinasi beberapa faktor:

1. Pertumbuhan Angkatan Kerja Cepat

Setiap tahun jutaan anak muda masuk pasar kerja, tapi lowongan baru tidak sebanding.

2. Skill Mismatch

Dunia industri mengeluh lulusan kurang keterampilan praktis, sementara pencari kerja merasa lowongan yang ada tak sesuai latar belakang mereka.

3. Dominasi Sektor Informal

Mayoritas pekerja ada di sektor ini, yang tidak stabil dan minim perlindungan.

4. Teknologi Menggantikan Tenaga Kerja

Otomatisasi memberi efisiensi, tapi juga memangkas peluang kerja.

5. Investasi Tak Merata

Lapangan kerja berkualitas terkonsentrasi di Jawa, meninggalkan wilayah lain di belakang.

Dampak Nyata di Kehidupan

Angka pengangguran tidak hanya berarti "orang tidak bekerja". Ia menimbulkan efek berantai:

  • Kemiskinan bertambah karena hilangnya pendapatan.
  • Keretakan sosial dari kriminalitas atau ketegangan komunitas.
  • Generasi muda kehilangan momentum untuk mengasah keterampilan.
  • Beban negara meningkat lewat bantuan sosial yang membengkak.

Refleksi Bersama

Predikat "tertinggi" ini bukan sekadar data ekonomi. Ia adalah cermin bahwa pertumbuhan yang kita banggakan belum merata. Pertanyaannya: mau sampai kapan kita membiarkan jurang antara pertumbuhan makro dan lapangan kerja nyata ini melebar?

Beberapa hal bisa menjadi titik balik:

  • Pendidikan vokasi yang benar-benar menjawab kebutuhan industri.
  • Diversifikasi ekonomi agar tidak tergantung pada sektor tertentu.
  • Penguatan UMKM dengan modal, teknologi, dan akses pasar.
  • Investasi yang lebih merata secara geografis.

Harapan yang Masih Ada

Indonesia punya modal demografi yang luar biasa: populasi usia produktif yang besar. Modal ini bisa jadi bonus atau bencana, tergantung arah kebijakan.

Jika reformasi struktural dijalankan konsisten, bukan mustahil beberapa tahun ke depan kita akan turun peringkat---dan kali ini penurunannya akan menjadi kabar yang kita rayakan.

---

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun