Mohon tunggu...
Harmoko
Harmoko Mohon Tunggu... Penulis Penuh Tanya

"Menulis untuk menggugah, bukan menggurui. Bertanya agar kita tak berhenti berpikir."

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Sinta dan Romi: Generasi Baru yang Singgah, Swafoto, Lalu Pulang

29 Juli 2025   09:52 Diperbarui: 29 Juli 2025   15:29 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Selfie dulu, belanja nanti. Mungkin. (Ilustrasi: Gambar ini dihasilkan dengan bantuan AI). Selasa, (29/7/2025)

Oleh: Harmoko

Penulis Penuh Waktu dan Pengamat Sosial Konsumtif

Setelah munculnya Rojali (rombongan jaket lima ribu) dan Rohana (rombongan hanya nanya), mal-mal di Indonesia tampaknya bersiap menyambut generasi baru yang tak kalah fenomenal: Sinta dan Romi.

Sinta adalah singkatan dari Singgah Tapi Tidak Ambil. Sosok misterius ini muncul di banyak pusat perbelanjaan besar. Ia datang sendiri atau berkelompok, langkahnya ringan, wajahnya sumringah, tapi dompetnya---hanya menyimpan kartu perpustakaan dan struk parkir bekas.

Romi tak kalah legendaris. Rombongan Minum Gratisan. Mereka dikenal ahli dalam mencari booth tester minuman, menyamar jadi pengunjung potensial, lalu berpindah ke booth berikutnya begitu gigitan es krim tester menyentuh langit-langit mulut.

Kalau Rojali dan Rohana dulunya datang untuk lihat-lihat dan tanya-tanya, Sinta dan Romi datang dengan satu misi mulia: menghibur diri tanpa menyakiti saldo rekening.

Datang, Foto, Pulang

Sinta biasanya muncul sekitar pukul 11 siang, mengenakan pakaian terbaik, tas branded yang dijinjing seperti tas belanja, dan ponsel dalam genggaman erat. Ia akan singgah ke berbagai toko: Zara, Uniqlo, sampai toko parfum kelas atas. Tapi jangan salah---Sinta tidak pernah mengeluarkan dompet, apalagi kartu debit.

Tujuannya satu: konten.

Sinta tahu betul sudut terbaik untuk swafoto di depan etalase, bagaimana mengatur pencahayaan dari lampu toko perhiasan agar wajahnya tampak glowing, dan tentu saja: kapan harus mengangkat gelas kopi 40 ribu (pinjam dari teman) untuk menciptakan ilusi hidup mewah.

Begitu sesi foto selesai, Sinta akan membuka aplikasi ojek online dan kembali ke indekos sambil mengedit caption Instagram:

"Taking a break from my busy schedule. Self love is not selfish."

Romi: Juru Selamat Booth Tester

Romi biasanya muncul menjelang sore hari, kadang bersama keluarga. Mereka mengenakan pakaian santai, wajah ceria, dan mata yang penuh harapan.

Romi akan mendekat ke booth minuman sehat, mencoba tester susu almond rasa pandan sambil berkata, "Hmmm, unik juga ya. Ini pakai pemanis alami?"

Sales: "Iya, Kak, ini stevia."

Romi: "Wah, saya alergi stevia sih. Tapi boleh coba rasa lain?"

Setelah lima rasa dan dua gelas air mineral, Romi mengangguk puas.

"Terima kasih ya, Mbak. Nanti saya pikir-pikir dulu, barangkali balik lagi."

Spoiler: tidak akan balik.

Antara Lucu dan Menyedihkan

Fenomena Sinta dan Romi ini menggelikan tapi sekaligus membuat pengelola mal berpikir keras. Lalu lintas pengunjung memang meningkat. Data sensor gerak menunjukkan lonjakan 30% di akhir pekan. Tapi transaksi? Justru stagnan, atau bahkan menurun.

Bagi tenant, ini seperti menggelar pesta pernikahan yang dihadiri ribuan tamu---tapi semua hanya datang untuk foto di pelaminan dan makan kue pengantin. Tidak ada amplop, tidak ada doa restu, hanya ucapan "wow tempatnya aesthetic banget!"

Mal Tanpa Transaksi: Surga Konsumen, Neraka Pengusaha

Pemilik toko mulai stres. "Pengunjung ramai tapi hanya nanya ukuran, nyoba di fitting room, lalu kabur. Kayak speed dating!" keluh seorang karyawan toko baju.

Di food court, meja penuh, tapi hampir semuanya cuma memesan satu es teh dan membagi 12 tusuk sate untuk 5 orang. Anak-anak tertawa, piring kosong, dan satu plastik makanan dibawa pulang---entah untuk sisa malam atau konten TikTok bertajuk: 'Tips makan kenyang Rp12.000 di mal!'

Siapa yang Salah?

Sulit menyalahkan Sinta dan Romi sepenuhnya. Mereka hanya memanfaatkan ruang publik yang memang didesain untuk menarik orang datang. Mal sudah bukan sekadar tempat belanja, tapi tempat hiburan, gaya hidup, bahkan destinasi wisata gratis dengan pendingin ruangan.

Namun jika semua orang jadi Sinta dan Romi, mal akan berubah fungsi sepenuhnya: dari pusat perbelanjaan menjadi museum selfie ber-AC, atau tempat ngadem nasional tanpa kewajiban transaksi.

Adaptasi atau Mati Gaya

Para pengelola mal harus mulai berpikir ulang. Apakah perlu menyediakan area khusus untuk "narsis non-belanja"? Atau menawarkan insentif: belanja Rp50.000 dapat akses spot foto instagramable dengan lighting dramatis?

Beberapa toko mulai menyesuaikan. Fitting room kini dibatasi maksimal 3 item dan harus antri seperti urusan administrasi KUA. Booth tester mulai memberi syarat: "Untuk 18+ dengan KTP dan niat beli." Sementara caf mencoba pendekatan lebih halus: menyediakan "spot swafoto berbayar"---foto dulu, bayar kemudian. Siapa bilang gaya hidup tidak bisa dimonetisasi?

Penutup: Generasi Berikutnya?

Kalau tren ini terus berlanjut, bisa jadi tahun depan akan hadir generasi baru:

  • Tami (Tatap Manekin Intens), yang berdiri 30 menit di depan etalase baju sambil berimajinasi.
  • Boni (Borong Nihil), yang membawa 4 kantong besar kosong dari rumah biar tampak seperti habis shopping.
  • Luki (Lihat-lihat, Upload, Kira-kira Ingin), master menandai barang online tanpa pernah klik checkout.

Jangan-jangan, kita semua pernah jadi Sinta atau Romi di momen tertentu. Yang penting, jangan keterusan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun