Mohon tunggu...
Harmoko
Harmoko Mohon Tunggu... Penulis Penuh Tanya

"Menulis untuk menggugah, bukan menggurui. Bertanya agar kita tak berhenti berpikir."

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Anak Panti, Pelukan yang Tak Pernah Sampai

29 Juli 2025   06:43 Diperbarui: 29 Juli 2025   06:43 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Penulis 

Oleh: Harmoko

"Pak, saya boleh peluk, nggak?"

Itu bukan kalimat dari anak saya. Bukan juga dari keponakan. Itu permintaan dari seorang anak panti asuhan, delapan tahun umurnya, polos dan penuh harap. Waktu itu saya datang mengantar bantuan kecil---sembako, beberapa pakaian, dan beberapa menit perhatian. Tapi ternyata, yang dia butuhkan bukan itu semua.

Bukan nasi. Bukan baju.

Dia hanya ingin pelukan.

Saya tercekat. Terdiam. Dan jujur---merasa kecil.

Kita Pikir Mereka Butuh Beras, Ternyata Butuh Kasih

Selama ini, kita---saya, Anda, mungkin juga banyak dari kita---menganggap bahwa membantu anak panti artinya menyumbang uang, sembako, atau baju layak pakai. Kita rasa itu cukup. Kita merasa sudah berbuat baik.

Tapi artikel Kompas edisi 28 Juli 2025, "Kekosongan Kasih Sayang: Anak Panti Butuh Perlindungan dan Pengasuhan Khusus", membuka mata saya lebar-lebar. Anak-anak panti tidak hanya kehilangan orang tua secara fisik, tapi juga secara emosional. Mereka hidup dalam kekosongan kasih sayang. Bukan hanya soal makan dan tidur, tapi juga kehilangan hal yang paling manusiawi: kehangatan dan perhatian.

Yang lebih menyedihkan lagi, sebagian dari mereka ternyata masih punya keluarga. Tapi karena faktor kemiskinan, perceraian, atau konflik rumah tangga, mereka 'dititipkan' ke panti. Sayangnya, pengasuh di panti juga terbatas. Satu pengasuh bisa menangani belasan anak. Coba bayangkan, bagaimana mungkin perhatian yang hangat bisa dibagi rata?

Jangan Cuma Jadi Dermawan, Jadilah Teman

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun