Mohon tunggu...
Harmoko
Harmoko Mohon Tunggu... Penulis Penuh Tanya

"Menulis untuk menggugah, bukan menggurui. Bertanya agar kita tak berhenti berpikir."

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Sindikat Penjualan Bayi ke Singapura: Waspada Celah Adopsi Ilegal di Indonesia

20 Juli 2025   00:33 Diperbarui: 20 Juli 2025   00:33 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Gambar ini dihasilkan dengan bantuan AI.

Indonesia kembali diguncang oleh praktik perdagangan manusia yang sungguh memilukan hati nurani. 

Sebuah sindikat di Jawa Barat dilaporkan telah menjual sedikitnya 25 bayi sejak 2023, dan 15 di antaranya kini berada di Singapura, bahkan telah berganti kewarganegaraan. 

Kasus ini tidak hanya menyayat sisi kemanusiaan, tetapi juga membuka borok sistem perlindungan anak yang selama ini tampak lemah dan mudah ditembus.

Kepolisian telah menetapkan 13 tersangka, terdiri dari 12 perempuan dan 1 laki-laki, yang terlibat dalam rantai perdagangan ini---mulai dari perekrutan ibu hamil, penampungan bayi, hingga pengurusan dokumen palsu seperti KTP dan paspor. 

Ironisnya, proses adopsi yang menjadi dalih kejahatan ini banyak dilakukan melalui media sosial, terutama Facebook. 

Para pelaku memanfaatkan kemiskinan, ketidaktahuan, dan kerentanan perempuan muda yang tengah mengandung di luar pernikahan, atau dalam situasi sosial yang tidak mendukung.

Modus operandi sindikat ini cukup sistematis: bayi-bayi yang baru lahir ditampung di tempat khusus di Bandung, lalu diuruskan dokumen palsu di Pontianak agar bisa diberangkatkan ke luar negeri dengan identitas baru. 

Di titik inilah kita melihat betapa rapuhnya kontrol administratif negara terhadap pergerakan individu rentan, termasuk bayi.

Lebih dari sekadar persoalan hukum, kasus ini merupakan refleksi mendalam atas kegagalan sistem sosial dan pemerintahan dalam menjaga kehidupan warganya yang paling tak berdaya. 

Ketika bayi yang belum genap sebulan usianya sudah bisa "dipindahkan" ke negara lain melalui jaringan ilegal, maka negara perlu bertanya: Di mana letak bolongnya? Apakah ini sekadar kelalaian teknis? Atau justru ada keterlibatan oknum yang memperlancar jalannya?

Kenyataan bahwa sebagian besar bayi telah berganti kewarganegaraan juga menyiratkan tantangan besar di level internasional. 

Tidak mudah membawa pulang anak-anak tersebut, karena secara hukum, mereka kini bukan lagi warga negara Indonesia. 

Maka, penanganan kasus ini tidak cukup hanya dengan penangkapan pelaku, tetapi harus disertai diplomasi lintas negara, evaluasi menyeluruh terhadap sistem adopsi lintas batas, serta penguatan lembaga pengawas seperti Komisi Perlindungan Anak dan Kementerian Sosial.

Kita perlu mengakui, di era digital, jual-beli manusia tidak lagi berlangsung di lorong-lorong gelap, tapi kini dengan mudah dijalankan lewat layar gawai. 

Negara harus memperkuat sistem deteksi dini di media sosial, menindak tegas praktik perantara ilegal, dan membangun sistem adopsi nasional yang transparan, legal, dan penuh empati.

Kasus ini adalah pengingat pahit bahwa anak-anak Indonesia belum sepenuhnya aman bahkan sejak dalam buaian. 

Perlindungan anak seharusnya tidak bergantung pada nasib atau keberuntungan, melainkan berdiri kokoh di atas sistem hukum dan sosial yang berfungsi. 

Dan hingga hari ini, sistem itu belum sepenuhnya hadir bagi mereka yang paling membutuhkan.

Palembang, 20 Juli 2025

Ditulis oleh: Harmoko -- Penulis Penuh Tanya, "Menulis untuk menggugah, bukan menggurui. Bertanya agar kita tak berhenti berpikir."

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun