"Kalau kamu bisa memilih untuk pergi diam-diam, kamu juga bisa memilih untuk jujur dan memperbaiki."
3. Apakah Ada Terapi untuk 'Penyakit' Ini? Jawabannya: Ada.
Ya, selingkuh bisa 'diobati'. Di ruang-ruang konseling pernikahan, terapi pemulihan relasi (couple therapy) menjadi salah satu intervensi yang cukup efektif. Bahkan di Indonesia, pendekatan Emotionally Focused Therapy (EFT) mulai banyak dipakai oleh psikolog.
Menurut jurnal Psychology Today, pasangan yang menjalani terapi pasca perselingkuhan dan berkomitmen penuh, memiliki peluang 70% lebih besar untuk tetap bersama dan membangun hubungan yang lebih sehat.
Tapi kuncinya adalah: komitmen ganda --- dari pelaku dan korban.
4. Selingkuh dalam Budaya Kita: Antara Cinta dan Patriarki
Satu hal yang menarik (atau menyebalkan?): di budaya patriarkal seperti Indonesia, selingkuh oleh laki-laki sering "dimaklumi", bahkan dibumbui kata-kata seperti "kodrat pria". Padahal, riset Komnas Perempuan menyebutkan bahwa perselingkuhan adalah salah satu penyebab utama kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Sementara itu, ketika perempuan berselingkuh, respons publik jauh lebih keras dan menghakimi. Ini memperlihatkan ketimpangan moral yang perlu kita refleksikan bersama: jangan-jangan yang sakit bukan cuma pelakunya, tapi sistem sosial kita.
5. Apa yang Harus Dilakukan Setelah Ketahuan Selingkuh?
Berikut langkah-langkah awal bagi pelaku jika ingin "disembuhkan":
- A. Jujur sepenuhnya. Bukan jujur untuk menyakiti, tapi untuk membuka jalan pulih.
- B. Putus total dengan pihak ketiga. Tidak ada pemulihan tanpa keputusan yang tegas.
- C. Masuk ke terapi. Sendiri dulu, lalu bersama pasangan.
- D. Bertanggung jawab tanpa menyalahkan. Jangan bilang: "Tapi kamu juga..."
- E. Biarkan waktu berbicara. Pemulihan kepercayaan butuh waktu panjang.
Dan untuk korban?
- A. Jangan buru-buru ambil keputusan. Emosi perlu waktu untuk mereda.
- B. Validasi rasa sakitmu. Jangan dipendam, jangan ditertawakan orang lain.
- C. Konsultasi dengan profesional. Luka emosional butuh pertolongan nyata.
- D. Tetapkan batas dan evaluasi. Kamu punya hak atas hidupmu sendiri.