"Pendidikan dasar yang bermutu bukan hadiah untuk mereka yang tinggal di kota besar, tapi hak dasar setiap anak Indonesia, bahkan yang tinggal di ujung negeri."
-Penulis Penuh Tanya
Sebuah Kontras yang Menyesakkan
Bayangkan dua anak berusia tujuh tahun. Yang satu duduk manis di ruang kelas ber-AC, menatap papan interaktif digital, ditemani guru yang sabar dan terlatih. Yang satu lagi belajar di ruang kelas tanpa dinding, hanya beratap terpal, dengan papan tulis yang separuhnya lapuk. Jarak keduanya hanya sekitar satu jam penerbangan.
Ironis? Sangat. Tapi inilah potret pendidikan dasar di Indonesia. Negeri yang bangga dengan jargon "SDM Unggul, Indonesia Maju" tapi belum mampu memastikan bahwa pendidikan dasar yang layak bisa dijangkau oleh semua anak, tak peduli mereka tinggal di mana.
Ketimpangan: Fakta yang Terus Berulang
Data dari berbagai laporan pendidikan dan riset independen menunjukkan bahwa mutu pendidikan dasar sangat timpang antarwilayah. Di kota-kota besar seperti Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, atau Bandung, sekolah dasar negeri banyak yang sudah dilengkapi dengan fasilitas modern, guru bersertifikat, dan kurikulum yang dijalankan dengan baik. Sementara itu, di banyak wilayah terpinggirkan --- entah itu di pedalaman Kalimantan, pegunungan Papua, atau pulau-pulau kecil di Maluku --- akses terhadap pendidikan dasar yang layak masih menjadi perjuangan harian.
Beberapa indikator ketimpangan tersebut antara lain:
- Rasio murid per guru tinggi di daerah 3T
- Minimnya fasilitas dasar: ruang kelas rusak, kekurangan buku, hingga tidak adanya air bersih
- Tingginya angka putus sekolah di jenjang SD di wilayah miskin
Minimnya pelatihan guru di daerah terisolasi
Pemerintah Sudah Apa?