"Tak ada luka yang lebih dalam daripada rasa percaya yang dikhianati, terutama ketika itu terjadi di dalam rumah yang seharusnya menjadi tempat paling aman."
"Kita bisa menghapus angka di kertas, tapi tidak semudah itu menghapus kecewa di hati."
Masalah utang-piutang dalam keluarga bukanlah fenomena baru. Namun, ketika utang itu disembunyikan atau dilakukan tanpa sepengetahuan anggota keluarga lainnya---apalagi menggunakan dana bersama---dampaknya bisa jauh melampaui persoalan finansial. Ia menjelma menjadi krisis kepercayaan yang sulit diukur dan tak bisa diselesaikan hanya dengan pelunasan angka nominal.
Kasus yang Tak Asing, Tapi Tetap Menggores
Dalam salah satu kisah yang dituliskan di platform Kompasiana, seorang warga menceritakan bagaimana saudaranya meminjam uang dalam jumlah besar tanpa memberi tahu keluarga besar. Dana yang digunakan sebagian berasal dari tabungan bersama, bahkan menyentuh uang yang disiapkan untuk pendidikan anak.
Sementara dalam kisah lainnya, seorang kepala keluarga memutuskan membantu adiknya melunasi utang tanpa diskusi lebih lanjut dengan istrinya. Meski utang akhirnya lunas, hubungan dalam keluarga mereka tidak pernah lagi benar-benar pulih. Ada luka emosional yang tertinggal, seperti noda yang tak bisa hilang meski baju sudah dicuci berkali-kali.
Cerita-cerita seperti ini sering kali terjadi dalam senyap. Kita jarang mendengar pembicaraan terbuka tentang konflik utang di ruang makan, bukan karena tak penting, tetapi karena terlalu sensitif.
Mengapa Utang dalam Keluarga Begitu Sensitif?
1. Karena menyentuh wilayah kepercayaan.
Keluarga adalah tempat di mana kita meletakkan rasa percaya sepenuhnya. Ketika salah satu anggota menyembunyikan beban finansial, itu seperti menutup rapat pintu komunikasi. Di sinilah rasa dikhianati mulai tumbuh.
2. Karena menyangkut dana bersama.
Dalam rumah tangga atau keluarga besar, dana bukan sekadar uang---ia adalah representasi dari kerja keras, komitmen, dan rencana masa depan. Menyalahgunakan dana bersama tanpa persetujuan bisa dianggap mencederai visi kolektif.
3. Karena efeknya jangka panjang.
Luka karena uang sering kali lebih lama sembuhnya dibanding luka karena konflik biasa. Bahkan setelah pelunasan, relasi bisa tetap kaku, komunikasi menjadi terbatas, dan suasana keluarga terasa hambar.
Lunas di Kertas, Luka di Hati
Frasa ini tepat menggambarkan bahwa utang bukan hanya persoalan materi. Pelunasan utang hanyalah akhir dari satu bab. Tapi jika sepanjang prosesnya tidak ada transparansi, tidak ada komunikasi jujur, dan tidak ada kesadaran emosional, maka pelunasan hanya menyelesaikan permukaan.