Banyak masyarakat Indonesia di pedesaan atau lansia yang belum sepenuhnya akrab dengan aplikasi keuangan digital.Â
Jika semua layanan keuangan beralih ke digital, mereka berisiko terpinggirkan dari sistem ekonomi formal.
Sementara itu, ketergantungan pada jaringan internet juga bisa berbahaya dalam situasi darurat.Â
Jika server error atau aplikasi tidak bisa diakses, maka semua transaksi bisa tertunda atau lumpuh total.Â
Bandingkan dengan uang tunai yang tetap fungsional bahkan tanpa listrik atau sinyal.
Bank digital memang menjanjikan banyak hal. Ia efisien, praktis, dan cocok untuk zaman yang serba cepat. Tapi menggantikan dompet secara total masih butuh waktu dan kesiapan sistem, termasuk edukasi masyarakat.
Alih-alih bicara soal penggantian, lebih baik kita melihat bank digital sebagai evolusi keuangan yang memperluas akses dan kontrol, bukan sebagai pemutus masa lalu. Koeksistensi antara sistem digital dan konvensional bisa menjadi jalan tengah yang sehat.
Jadi, apakah bank digital akan menggantikan dompet fisik? Jawabannya: mungkin iya, tapi tidak untuk semua orang, dan tidak dalam waktu dekat. Generasi muda urban akan semakin mengandalkannya. Tapi kelompok rentan dan daerah dengan keterbatasan digital masih membutuhkan sistem keuangan yang ramah dan inklusif.
Bank digital bisa jadi dompet masa depan, namun itu baru bermanfaat bila diimbangi dengan literasi finansial, regulasi kuat, dan sistem keamanan mumpuni. Karena seberapa canggih pun dompetnya, kalau isinya tetap kosong gara-gara impulsif beli promo midnight sale---ya tetap saja jadi masalah klasik.
Ditulis Oleh: Harmoko - Penulis Penuh TanyaÂ
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI