Sebagian besar jamaah haji Indonesia adalah lansia. Perjalanan mereka bukan sekadar fisik, tapi juga penuh ketegangan emosional.Â
Bayangkan harus berjalan kaki jauh di tengah terik, karena bus yang seharusnya datang "sebentar lagi" ternyata datang dua jam kemudian --- atau tidak datang sama sekali.
Sementara itu, unggahan media sosial dari pejabat yang tersenyum sambil berpose dengan spanduk "haji sukses" makin terasa seperti lelucon pahit.
Masalah Tahunan, Tapi Solusinya Musiman
Ironisnya, setiap tahun Kementerian Agama selalu punya jawaban: "Akan dievaluasi."Â
Tapi seperti sinetron yang tak kunjung tamat, "evaluasi" hanya jadi mantra penenang, bukan langkah konkret.
Kenapa tidak melibatkan lebih banyak pihak independen dalam proses evaluasi? Kenapa transparansi pengelolaan dana haji masih seperti labirin yang tak bisa ditembus publik?
Solusi atau Ilusi?
Mengelola 240 ribu lebih jamaah memang bukan pekerjaan mudah. Tapi bukankah justru di situlah negara seharusnya hadir dengan kapasitas terbaiknya?
Gunakan teknologi berbasis data real-time untuk memantau pergerakan jamaah.
Terapkan sistem pengawasan terpadu dari KPK atau BPK pada sektor keuangan haji.