Tupperware dikenal dengan model penjualannya yang eksklusif---lebih banyak mengandalkan sistem penjualan langsung (direct selling) melalui jaringan member atau konsultan.
Model ini mungkin efektif pada dekade-dekade awal masuknya Tupperware ke Indonesia, namun seiring waktu menjadi hambatan tersendiri.Â
Di era digital yang serba instan dan berbasis e-commerce, sistem tersebut dianggap menyulitkan konsumen.
Konsumen modern cenderung menyukai pembelian praktis melalui platform daring atau toko ritel tanpa harus berurusan dengan prosedur keanggotaan atau penjual perantara.Â
Keterbatasan akses ini menghambat jangkauan pasar Tupperware, terutama di kalangan milenial dan generasi Z yang mengutamakan kenyamanan dan kecepatan dalam berbelanja.
Penurunan Daya Beli Masyarakat
Tidak bisa dipungkiri bahwa kondisi ekonomi juga turut memengaruhi keputusan pembelian konsumen.Â
Dalam situasi daya beli yang melemah, konsumen akan lebih selektif dan sensitif terhadap harga.Â
Tupperware, dengan positioning sebagai produk premium, menjadi kurang relevan di tengah masyarakat yang semakin berhitung dalam pengeluaran sehari-hari.Â
Banyak rumah tangga yang beralih pada produk substitusi yang lebih terjangkau meski harus mengorbankan sedikit kualitas.
Krisis Keuangan Global Tupperware