Mohon tunggu...
Hariyono Ramzy
Hariyono Ramzy Mohon Tunggu... Jurnalis - Akurat Tajam dan Terpercaya
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Narasi@Banyuwangi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Perangi Teroris Upaya Pelestarian Budaya Leluhur

15 Mei 2021   13:57 Diperbarui: 15 Mei 2021   14:07 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Imam Gozhali di depan pemakan abu Raden Wijaya Candi Soengkoep atau Soember Djati yang lebih dikenal dengan Candi Simping atau Candi Sumberjati

Teror bom adalah tindakan keji yang membajak kesucian agama sebagai pembenar atas tindak sesat yang dilakukan. Aksi terorisme adalah bentuk kejahatan kemanusiaan yang menebar ketakutan dan menggerogoti rasa aman masyarakat. Walaupun berbagai upaya telah dilakukan untuk meredam radikalisme dan terorisme, akan tetapi aksi teror bom bunuh diri sepertinya tak pernah mati. Tidak sedikit terduga teroris telah ditangkap aparat, alih-alih dapat menyurutkan aksi, malah dalam kenyataan justru muncul aksi balas dendam.

Ledakan bom bunuh diri yang dilakukan pasangan suami istri berinisial L dan YSF di Makassar, Sulawesi Selatan baru-baru ini adalah salah satu bukti bahwa terorisme masih menjadi ancaman serius di Indonesia. 

Pasangan pengantin baru yang telah terkontaminasi doktrin jihad ini, meledakkan diri di depan Gereja Katedral Makassar minggu 29 Maret 2021 lalu. 

Sebanyak 20 orang dilaporkan terluka. Pelaku teror bom ditengarai anggota organisasi teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT) atau Jamaah Ansharut Daulah (JAD) tewas seketika di tempat kejadian.

Di Indonesia, aksi teror bom sebetulnya bukan hal yang baru. Dalam beberapa kurun waktu aksi terorisme memang terkesan mati suri. Tetapi, tanpa diduga aksi teror bom tiba-tiba muncul di berbagai tempat. Menjelang perayaan hari-hari besar keagamaan, aksi teror bom seringkali terjadi.

Meski selama ini tidak sedikit terduga teroris sudah ditangkap aparat, tetapi dari waktu ke waktu selalu muncul pengganti-pengganti baru yang tak pernah putus. Memasuki era digital seperti sekarang ini, yang terjadi bukannya masyarakat makin kritis menyikapi pengaruh radikalisme yang ditebar melalui media sosial dan internet. Justru yang terjadi adalah sebaliknya.

Di era revolusi informasi, perkembangan internet serta aplikasi berbagai sosial media makin sering digunakan oleh berbagai kelompok garis keras yang berkepentingan untuk menyebarkan ideologi radikal dan mempropagandakan doktrin-doktrin, menjajaki dan menjaring kader-kader potensial, bahkan menyuarakan. Tanpa harus bertemu secara fisik, paham radikalisme dengan mudah menyusup lewat koneksi internet di kamar-kamar yang tertutup.

Sejak akhir 1990-an dan awal 2000-an, sejumlah organisasi terorisme transnasional seperti Al Qaeda dan ISIS, dilaporkan telah memanfaatkan blog, laman, forum, dan media sosial (Facebook, Twitter, dan Youtube) sebagai ujung tombak "jihad media" penyebaran paham ideologi radikal keagamaan.

Di Indonesia sendiri sejumlah organisasi Islam yang ditengarai berhaluan radikal seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Jamaah Ansharut Daulah (JAD), dan lain-lain dilaporkan tengah mengembangkan jihad media sosial di kalangan anak muda muslim dengan memanfaatkan sejumlah platform media baru (Iqbal 2014, Muthohirin 2015). Bahkan, pemerintah baru-baru ini juga membubarkan ormas islam Front Pembela Islam (FPI) yang dianggap berhaluan radikal yang ada keterikatan dengan organisasi-organisasi teroris.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun