Mohon tunggu...
Hari Susanto
Hari Susanto Mohon Tunggu... -

Seorang Pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Belajar dari Radiator

19 Juni 2013   13:39 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:46 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Pertengahan April 2011 lalu, sepulang dari menghadiri meeting di Kantor Cabang/Cluster saya di Kota Padang, saya mendapatkan sebuah pelajaran berharga dari ‘sang’ alam. Sebagai informasi jarak kantor saya yaitu kantor unit Sungai Penuh dengan kantor Cabang/Cluster Padang berjarak sekitar 250km atau kurang lebih 8 jam perjalanan darat, sehingga sudah menjadi suatu hal yang rutin setiap bulan saya melakukan perjalanan darat dari Sungai Penuh ke Padang.

Seperti biasa, selesai meeting saya pulang ke tempat kerja dengan menempuh perjalanan darat dengan menyetir sendiri layaknya “BOS” ( just Byself On Steering wheel :) ). Seperti yang sudah-sudah, saya selalu menikmati perjalanan. Kebetulan pemandangan sepanjang jalan Padang-Sungai Penuh cukup menyejukkan mata, sehingga jarak yang cukup jauh menjadi tidak ‘terasa’.

Ditengah asyiknya menikmati perjalanan, mata saya tiba-tiba tertuju sebuah jarum indikator yang terletak di dashboard. Jarum merah indikator itu adalah jarum penunjuk suhu mesin. Ada yang tidak biasa dengan jarum indikator. Jarum yang biasanya “sabar” berada di posisi tengah tiba-tiba terus bergerak secara perlahan keatas menuju batas maksimal suhu mesin. Saya langsung menepikan si ‘pedati besi’. Saya tau ada yang tidak beres dengan mesin sehingga langsung saja membuka kap mesin. Dan benar, baru saja kap mesin terbuka saya mendengar bunyi air mendidih yang cukup keras. Bunyi air mendidih berasal dari tabung air radiator. Awalnya sempat bingung juga (karena terus terang saya tidak banyak tau mengenai permesinan) kenapa air radiator bisa mendidih sedemikian rupa. Ditengah kebingungan saya masih sempat melihat air radiator yang berada pada tabungnya terlihat melebihi garis “Max”. Saya langsung ingat perkataan seorang mekanik disebuah bengkel langganan, katanya air radiator tidak boleh kurang dari garis “Min” namun juga tidak boleh lebih dari garis “Max”. Ingat itu saya langsung mengurangi air radiator sehingga berada dibawah garis Max namun tetap diatas garis Min. Tak berapa lama saya coba menghidupkan mesin kembali dan jalan. Alhamdulillah......si “pedati besi” kembali jalan dan jarum merah indikator kembali sabar diposisinya, yaitu berada ditengah-tengah indikator (yang menandakan mesin dalam keadaan “dingin”).

Rekan-rekan sekalian, mungkin cerita saya ini terkesan tak ada gunanya. Namun bagi saya hal ini penuh makna. Terus terang habis itu saya merenung, dan kemudian ngobrol dengan istri yang setia menemani mengenai hal yang baru saja terjadi. Dari kejadian itu saya memetik hikmah, bahwa benar nasihat orang tua, bahwa “dalam hidup itu harus ada keseimbangan. Dalam hidup atau hal apapun sikap berlebihan tidaklah baik. Tidak boleh terlalu senang, tidak boleh juga terlalu sedih. Sikap berlebihan hanya akan mendatangkan kemudharatan ketimbang manfaat”.

Rekan-rekan dari sebuah radiator sayapun dapat belajar mengenai arti keseimbangan. Radiator yang hanya ‘benda mati’ namun dapat memberi saya sebuah pelajaran tentang hidup. Saya kembali teringat nasihat orang tua “Alam Takambang jadi Guru” (Alam terkembang jadi guru) yang maknanya kurang lebih belajarlah dari Alam. Alam semesta adalah ‘sekolah’ yang teramat luas!! Jadi tak ada kata cukup untuk belajar ...kapanpun dimanapun..oleh dan dari siapapun....bahkan dari sebuah RADIATOR!!!


Sungai Penuh (Jambi), 21 April 2011

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun