Mohon tunggu...
Haris Fauzi
Haris Fauzi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pembelajar

Penyuka Kajian Keislaman dan Humaniora || Penikmat anime One Piece.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Maulud dan Pesan Kenabian

1 Desember 2017   06:04 Diperbarui: 8 Agustus 2018   14:09 703
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Peringatan hari kelahiran Nabi atau kita sering menyebutnya mauludan akan selalu relevan dengan bagaimana kita merefleksikan sikap keberagamaan kita. Bisa kita katakan sebagai wujud ikhtiar berpikir ulang, seberapa jauh keteladanan kita terhadap Nabi Muhammad, bagaimana memaknai keteladanan perilaku Nabi secara komprehensif dan kekinian. Mengambil sifat keteladanan Nabi dari dimensi keteladanan yang berupa kearifan, hikmah dan pesan, bukan hanya sekadar asal mengekor. Oleh karenanya, tidak semua perilaku harus di-copy paste semua, tanpa mengerti kesesuaian konteksnya saat itu.

Betapa pentingnya menghadirkan kembali "Pesan Kenabian" dalam ruang publik kita yang kian hari semakin menjauh dari misi kenabian, semisal perilaku korupsi, kriminalitas, terorisme, kebodohan, kemiskinan, hedonis dan keangkuhan diri. Miris melihat orang- orang yang katanya memeluk agama namun belum sanggup memaknai pesan kenabian. 

Berpikir dan berharap agama mampu mengakomodir permasalahan kontemporer yang kian komplek, bak mengharap "telur menetas jadi sapi". Ketika persoalan internal agama sendiri nyatanya belum terpecahkan. Hematnya, bagaimana agama bisa membebaskan pemeluknya dari segala kejumudan, jika ia belum terbebaskan. Masih terlalu rigid dengan belenggu teks yang mengurung umat itu sendiri.

Oleh karena itu, pesan kenabian mengharuskan dua hal; membentuk kesadaran diri dan keharusan berikhtiar. Memberikan penyadaran diri teramat penting untuk memperoleh ide- ide segar demi menghadapi permasalahan kontemporer yang kian rumit.Upaya Penyadaran Diri Umat manusia merupakan pelaku dan objek yang dituju dari penyadaran diri secara keseluruhan tanpa terkecuali. Penyadaran diri dimulai dengan pandangan bahwa kereligiusan umat memberikan dampak yang selaras dengan penyejahteraan umat itu sendiri, bukan malah apatis dengan keadaaan sekitar. Bukan malah menyakiti manusia lain atau alam sekitar seperti kewajiban zakat bagi muzakki jika telah memenuhi haul dan nishab-nya.

Upaya penyadaran diri seperti yang diungkapkan Farid Essak [1997] memberikan dua hal pokok yang patut dicatat. Pertama, upaya penyadaran  sejalan dengan misi dan keberlangsungan umat manusia itu sendiri. Kedua, upaya penyadaran diri harus dibangun dari aspirasi dan pengalaman dari umat manusia secara  keseluruhan, bukan sebagian atau manipulasi kelompok tertentu.Ikhtiar yang Membebaskan dan Membangun Misi kenabian yang paling fundamen adalah membebaskan manusia dari tekanan luar maupun dari kemalasan diri, membangun peradaban manusia yang tertindas dan terbelakang. 

Oleh karena itu, Nabi merupakan sosok pembebas dari umat manusia. Dari upaya ikhtiar yang membebaskan mengandung proses perubahan atau transformasi dari keadaan yang serba tidak ideal menuju satu kondisi yang sejahtera lahir batin. Hal ini yang dilakukan oleh Nabi Muhammad bagi masyarakat Arab pada awal masa dakwahnya.

Dalam pandangan Asghar Ali Enginner [1990], ikhtiar membebaskan dalam sirah nabawiyyah memiliki beberapa bentuk dimensi. Pertama, membebaskan dalam dimensi sosial-kultur, dimana kita bisa membaca ulang sejarah bagaimana keadaan bangsa Arab sebelum Nabi diutus yang notabene penuh dengan ke-jahiliiyah-annya, banyak ketimpangan sosial yang bisa kita bingkai dalam satu- kesatuan kondisi. Ketika kesenjangan antara the oppressor [para penindas] dan the oppressed [yang ditindas] begitu nampak nyata.Dakwah kenabian turun membawa hikmah egalitarian di semua lini kehidupan. 

Dakwah yang diemban Nabi tidak mengenal sekat kuat-lemah, miskin-kaya, penindas-yang ditindas karena ketaqwaan diri dan nilai keimananlah yang membedakan pribadi satu dengan yang lainnya. Tidak mengenal pembedaan ras, suku, dan bangsa.[Q.S. 48; 13].Ide membebaskan 14 abad silam menjadi ide yang teramat revolusioner bagi masyarakat saat itu. Kerelevansian ide membebaskan masih bisa angkat kembali ke dalam konteks kehidupan ke-Indonesia-an yang kini dilanda krisis kemanusian, dimana hal tersebut berawal dari sikap berlebihan terhadap ras, bangsa dan budaya tertentu. Artinya dengan beragama kita berantas kebodohan diri dan kemiskinan bukan malah sebaliknya.

Kedua, Pemerataan kesejahteraan, sejak awal diturunkannya al- Qur'an begitu intens menyuarakan keadilan dan pemerataan kesejahteraan. Hal ini kita lihat dari minimnya kesadaran membayar zakat mal dari kekayaan yang mereka miliki, al- Qur'an begitu menentang praktek menimbun harta dan perputaran harta hanya pada orang kaya saja [Q.S. 59;7]. 

Dan bagi yang berpunya dianjurkan menafkahkan sebagian harta yang dimiliki bagi orang yang fakir miskin. Dan bagi yang tertindas, untuk selalu melawan segala bentuk penindasan dan pembodohan diri

Ketiga, keterbukaan dan saling menghargai keberagaman, hal ini merupakan elemen fundamen dari pesan kenabian. Al- Qur'an secara tegas telah memetakan beberapa pola secara spesifik, tidak ada paksaan dlam beragama [Q.S.2; 256], bagiku agamaku, bagimu agamamu [Q.S. 109;6], dan pengajaran tentang kebenaran dan penghormatan kepada semua Nabi yang telah diutus Allah ke dunia [Q.S. 4; 150-151].Akan tetapi dalam realitanya, kondisi keberagamaan masih miris. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun