Mohon tunggu...
M Hariri
M Hariri Mohon Tunggu... Freelancer - Pegiat Filsafat dan Pemerhati Demokrasi

Knowledge is power

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Merawat Pendidikan dengan Ikhlas

3 Desember 2018   18:44 Diperbarui: 3 Desember 2018   19:00 389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kritik pada kebijakan pendidikan dari dulu tidak pernah ada usainya. Tapi adanya kritik menandakan kepedulian kita pada pendidikan yang hampir berada di peringkat terakhir dari negara-negara lain. Angka terakhir dari budaya membaca dan menulis. Sehingga pemerintah pun selalu melakukan upaya perbaikan kebijakan-kebijakan. Namun, hasilnya belum bisa memberi dampak positif yang luas sampai saat ini.

Sejak menteri pendidikan Anies Baswedan, kurikulum 13 merupakan salah satu upaya memperbaiki persoalan pendidikan kita. Namun, setelah peraturan itu berjalan, datanglah berbagai kritikan yang mempersoalkan berbagai hal. Katanya, semakin membebani pendidik dan peserta didik, misalnya, nilai dan manfaatnya kurang jelas dampaknya. Namun, semua kebijakan dan kritikan sudah biasa terjadi berdasarkan latar pendidikan kita.

Fuldays school juga memiliki tujuan mengubah dan meningkatkan kualitas pendidikan kita. Waktu banyak di sekolah mungkin lebih efektif bagi peserta didik daripada berkeliaran di luar sekolah. Manfaatnya, mereka lebih dapat bersinggungan dengan pendidikan setiap harinya. Ketika mereka lebih bersinggungan dengan sekolah, ada harapan mereka bisa menjadi teman buku-buku, mulai senang membaca dan menulis.

Full day  school bagi saya ingin membudayakan hal yang baru, walaupun sebenarnya sedikit memaksa, karena tentu alasannya pendidikan kita yang sudah merosot parah, dan perlu perubahan walaupun dengan cara pemaksaan. Apakah cara ini efektif untuk meningkatkan mutu pendidikan kita?

Salah satu kritikan dan penolakan berbagai sekolah adalah pada segi penekanannya, baik pada pendidik dan peserta didik. Berbagai tulisan mengkritik Fuldays school karena mengurangi waktu pendidik dengan rumah tangga, dan membuat TPQ dan sekolah keagamaan yang dilaksanakan pada sore hari tidak terlaksana. Sebab, peserta didik masih berada di sekolah. Di tambah lagi penduduk kita adalah mayoritas muslim.

Revolusi ini melupakan dua hal, yaitu kebudayaan dan tradisi. Sistem ini juga tidak melihat budaya dan tradisi masyarakat, akibatnya ada singgungan yang tidak memiliki kohorensi. Maka dari itu, ada gap antara pendidikan dan keinginan masyarakat. Tujuan pendidikan bukan hanya membentuk manusia cerdas, yang terpisah dari lingkungan masyarakat, melainkan juga bisa menciptakan perubahan yang bermanfaat untuk semuanya.

Saya mengamati, sekolah sering mendapat bantuan dana besar dari pemerintah untuk perlengkapan sarana dan prasarana. Memfasilitasi sekolah-sekolah dengan layak. Hampir semua sekolah yang ada telah menerima bantuan tersebut. Hal ini juga karena sebuah keluhan yang mengklaim bahwa selain kebijakan-kebijakan pemerintah pada pendidikan, peserta didik perlu mendapat fasilitas yang mendukung. Misalnya, gedung sekolah, ruang kelas yang cukup dan ruang perpustakaan.

Tapi, setelah semua keluhan dipenuhi, apakah mungkin bisa memperbaiki pendidikan kita saat ini? Sayangnya, kritik dan keluhan yang sudah dipenuhi, sekolah masih menunjukkan kelemahan lain, yang semakin memperparah kualitas pendidikan. Moral peserta didik mengalami degradasi, konflik asusila antara kepala sekolah dan siswa, pembunuhan siswa pada gurunya, perkelahian antara guru dan siswanya, dan lain sebagainya.

Merawat dengan Hati

Mengacu pada persoalan di atas, ada sebuah obrolan antara saya dengan beberapa guru di sekolah Miftahul Ulum, di desa Batang batang, Sumenep paling timur, yang bisa dijadikan refleksi untuk pendidikan kita ke depan. Mereka berkata, jangan jadi guru kalau niatnya cari uang. Gaji guru tidak banyak. Menjadi guru harus ikhlas karena tugasnya adalah mendidik.

Pesan mereka menunjukkan bahwa ada aturan atau tidak, kebijakan pemerintah mendukung atau tidak, digaji atau tidak, ada kelas atau tidak, pendidik/guru tugasnya tetaplah mencerdaskan bangsa. Refleksi seperti ini sangat sesuai dengan cita-cita kemerdekaan bangsa ini, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan pemerataan kesempatan belajar bagi seluruh warga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun