Mohon tunggu...
Hariadhi
Hariadhi Mohon Tunggu... Desainer - Desainer

Ghostwriter, sudah membuat 5 buku berbagai Dirut BUMN dan Agency Multinasional, dua di antaranya best seller. Gaya penulisan berdialog, tak sekedar bernarasi. Traveler yang sudah mengunjungi 23 dari 34 provinsi se Indonesia. Business inquiry? WA 081808514599

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pulang... (3)

24 September 2020   05:22 Diperbarui: 24 September 2020   05:43 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto kenangan SMA Negeri 3 Bandung, diupload dengan seizin Kang Soni

"Conflict of interest itu BIG NO NO buat saya!"


Demikian Kang Hadi membuka cerita pengalamannya mengurusi ribuan anak saat kami ngeteh bareng. "Sekecil apapun, perbedaan harga harus dicermati. Saya sudah berkali-kali menemukan upaya main belakang. Seolah ditawari jasa padahal di belakangnya ada orang dia sendiri. Bidang humanitarian adalah tempat kita mengabdi, bukan bagi-bagi proyek. Yang seperti itu tidak ada ampun."

dokpri
dokpri
"Saya dari kecil sudah terbiasa seperti itu. Kalau Rp 15 kembalian belanja di warung, ya sudah kembalikan uangnya Rp 15." Tambah Kang Hadi. 


Ya, bekerja demi kemanusiaan itu bidang yang sensitif. Perbedaan catatan sekecil apapun bisa jadi biang keributan pagi hingga malam, 7 hari 7 malam. Susahnya, karena dianggap bidangnya "orang baik", kadang godaan itu malah jadi makin besar, karena banyak yang menyangka bisa berbuat tidak jujur di balik muka malaikat. Apalagi kalau urusannya sudah 'bantu teman'.

"Boleh saja bikin project untuk bantu sesama alumni. Memang itulah gunanya kita beralumni ria, untuk salinng bantu. Tapi dibuat fair. Jangan sejak awal sudah dipenuhi niat mengambil keuntungan pribadi. Project bersama dinikmati manfaatnya bersama. Jangan ada conflict of interest." Tukas Kang Hadi. 


Saat kembali ke rumahnya, sambil menyupiri mobil Agyanya yang berkelok-kelok lincah, Kang Hadi makin panjang bercerita bagaimana integritas itu dibangun dari hal-hal kecil, bukan tawaran program raksasa. Angin berhembus sejuk dari jendela.

kang-hadi-2-5f6bc73bd541df71681d82f3.jpg
kang-hadi-2-5f6bc73bd541df71681d82f3.jpg

"Saya ini ga sempurna. Saya dulu juga merokok. Saat saya kesulitan berhenti merokok, maka yang ada di benak saya adalah, saya jadi tak bisa melarang anak-anak untuk tidak merokok dong! Jadi saya mati-matian berhenti dulu, baru mengingatkan orang lain," Katanya sambil tersenyum bangga.


Saya tahu buat para ahli hisap, berhenti merokok adalah hal yang paling berat dalam hidup. Godaan datang baik dari dalam diri sendiri yang sudah teracuni nikotin, maupun lingkungan sekitar dan pergaulan. Begitu banyak cerita orang gagal berhenti merokok karena terus-terusan dirayu temannya untuk membatalkan saja rencananya demi keutuhan pergaulan.


"Nah, sama juga kalau kita mau ajak orang olahraga. Ya harus mulai dari diri sendiri, dong. Jaga makanan juga begitu. Disiplin bangun pagi juga begitu. Bagaimana mau mengingatkan anak untuk bangun pagi kalau bapaknya saja kesiangan, hahaha." Kang Hadi tertawa lepas.


"Begitu juga kalau kita bikin program kemanusiaan kan, Kang? Saya juga sering tuh ngalamin ribut-ribut karena integritas programnya tidak terjaga. Gara-gara ulah satu orang, yang lain kerepotan semua untuk membetulkan. Padahal idenya bagus." tanya saya.


"Ya, bikin program itu ga perlu wah. Kecil pun kalau memang dimulai dengan niat tulus untuk membantu, pasti bisa. Nanti kita ketemu sama yang jualan Tahu Bi Tata di belakang sekolah ya! Kamu pernah coba kan?" tanya Kang Hadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun