Mohon tunggu...
Suharto
Suharto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis lepas

Penulis blog http://ayo-menulislah.blogspot.co.id/, http://ayobikinpuisi.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kegigihan

21 April 2016   03:37 Diperbarui: 21 April 2016   04:15 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Pohon di atas Batu (www.freepik.com)"][/caption]Ari baru saja lulus sekolah lanjutan tingkat akhir (SLTA) diusianya yang ke 16 tahun. Namun keinginan untuk melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi harus tertunda lantaran orangtua tidak memiliki uang untuk biaya studi di perguruan tinggi. Demi mewujudkan harapannya melanjutkan pendidikan, Ari bertekad memperjuangkan keinginannya tersebut.

Dengan kondisi keuangan keluarga yang serba terbatas, rasanya tidak mungkin bagi Ari meminta orangtua membiayainya di perguruan tinggi. Satu-satunya jalan agar tetap bisa melanjutkan pendidikan adalah dengan mencari penghasilan sendiri. 

“Aku akan mencari pekerjaan. Kalau sudah dapat, aku akan sisihkan gaji untuk biaya kuliah,” kata Ari dalam hati.
“Dengan bekal ijazah SMA kira-kira diterima apa tidak ya?” lanjut Ari penuh keraguan.

“Ah, aku harus mencobanya lebih dulu. Aku tidak boleh patah semangat. Bukankah Pak Guru pernah bilang bahwa orang yang menyerah sebelum berbuat seperti kalah sebelum berperang,” Ari mulai menemukan semangatnya.

“Lantas berkas apa yang akan aku sertakan dalam surat lamaran ya?” Ari bertanya-tanya pada dirinya sendiri.
“Oh aku tahu, bukankah di buku paket Bahasa Indonesia ada pelajaran mengenai surat lamaran pekerjaan!” teriak Ari kegirangan.
Dicarinya buku yang dimaksud. Lembar demi lembar dibolak-balik. Akhirnya bab yang dimaksud ditemukan. Wajah Ari nampak berseri.

“Nah ini dia!”
“Lantas kemana aku harus melamar pekerjaan?” tanya Ari dalam hati.
“Oya aku ingat. Di koran ada dimuat iklan lowongan pekerjaan.”
Ari bergegas menuju rumah Om Budi di sebelah rumah. Om Budi langganan surat kabar.
“Assalamualaikum,” salam Ari saat mengetuk pintu rumah Om Budi.
“Wa alaikum salam. Tunggu sebentar,” suara perempuan menyahut dari dalam rumah.
Itu pasti suara Bi Ijah, istri Om Budi, batin Ari.
“O, Ari. Ada apa, Ri?” tanya Bi Ijah.

“Mau numpang baca koran hari ini, Bi. Ari mau cari lowongan pekerjaan,” kata Ari mengutarakan maksudnya.
“Itu di meja, ayo masuk!” kata Bi Ijah mempersilahkan Ari.
Ari membaca beberapa lowongan kerja dan mencatat nama dan alamat perusahaan yang membutuhkan tenaga kerja beserta syarat yang diperlukan.
“Terima kasih, Bi!” kata Ari setelah mendapatkan informasi tentang lowongan pekerjaan.
“Ya sama-sama, semoga cepat dapat kerja, Ri,” harap Bi Ijah.

Sampai di rumah Ari mengambil kertas ukuran folio lalu menulis surat lamaran dan melengkapinya dengan bebarapa persyaratan lain seperti fotokopi kartu identitas dan ijazah sekolah terakhir.

Keesokan paginya, Ari mengirim surat lamaran ke kantor pos. Ada beberapa surat lamaran yang Ari kirim. Semoga salah satunya ada yang memanggilnya.

Seminggu sudah berlalu, namun surat panggilan belum datang. Sebulan juga belum ada panggilan. Ari mulai bimbang, jangan-jangan salah alamat atau alamat rumahku keliru sehingga Pak Pos tidak tahu, Ari membatin.

Ari tidak ambil pusing dengan lamarannya yang belum ada tanggapan. Ari berbaik sangka saja mungkin mereka hanya membutuhkan sedikit karyawan saja. Dan aku ada di urutan tepat di barisan yang tidak dibutuhkan, hibur Ari. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun