Mohon tunggu...
Hardiman M.D Situmorang
Hardiman M.D Situmorang Mohon Tunggu... Konsultan - Pelajar

Pelajar dan belajar...

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Pekerjaan, Penghasilan, Kemakmuran, dan Kebahagiaan

21 Mei 2020   13:37 Diperbarui: 21 Mei 2020   14:06 355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar. Sumber: glints.com

Punya pendidikan itu penting untuk masa depan yang lebih baik. Setiap pribadi kita minimal pernah mendengar kalimat itu dari orang tua masing-masing. Maka, sebagai anak sudah menjadi kewajiban untuk mendengar nasihat dari para orang tua.

Kemudian mulailah perjalanan menempuh pendidikan formal untuk sampai pada tujuan masing-masing. Sampai akhirnya bekal pendidikan yang dimiliki menjadi modal dan selalu dibawa untuk  mengejar cita-cita. Inilah rata-rata siklus yang banyak orang alami.

Ketika telah mencapai tingkat pendidikan tertentu, untuk di Indonesia mungkin setingkat perguruan tinggi dimulailah perjalanan pencarian pekerjaan yang kelak membawa kita memiliki penghasilan untuk perbekalan dalam menjalani kehidupan sehari-hari tanpa bersandar atau mengharapkan orang tua untuk memenuhi kebutuhan.

Pada tahapan ini bahkan kita mulai sadar bahwa nasihat yang diberikan orang tua dulu benar secara prinsip namun tergantung pada pribadi masing-masing bagaimana penerapan nasihat tersebut saat kita menjalani pendidikan. Setidaknya ada tiga kelompok umum saat menjalani pendidikan formal yaitu: rajin, biasa saja, dan malas.

Pembagian ini bukan untuk menyudutkan salah satu kelompok. Ini hanya pandangan secara kasat mata yang terlihat pada masa-masa menjalani pendidikan formal. Boleh setuju boleh juga tidak.

Tidak ada yang konsisten memang, terkadang yang rajin saja bisa menjadi malas saat ada suatu hal dalam perjalanan waktu yang tidak cocok atau tidak sesuai dengan passion dari masing-masing pribadi.

Kemudian setelah melalui tahapan-tahapan pendidikan tersebut, sampailah pada saat dimulainya dalam dunia pekerjaan. Dunia kerja yang amat penuh misteri. Dunia yang mungkin saja bagi sebagian orang adalah dunia yang paling banyak memberikan ketidakadilan.

Ketidakadilan versi dari setiap sudut pandang. Banyak hal yang terlihat tidak adil atau bahkan paling tidak kita rasakan tidak adil bagi diri kita masing-masing. Terkadang kita merasa telah bekerja lebih keras atau bahkan lebih berkontribusi, namun apa boleh buat yang didapat sama seperti orang yang biasa biasa saja atau cenderung malas.

Seketika terlarut kepada nostalgia saat menempuh pendidikan bahwa dulu ada saja orang yang mendapatkan nilai ujian lebih baik sekalipun dia tidak belajar untuk menghadapi ujian tersebut. Sebagian besar mungkin tahu cara apa yang dilakukan untuk mendapatkan nilai yang baik saat ujian tanpa harus melalui proses belajar.

Tapi kemudian ketidakadilan itu tidak berlangsung selamanya. Ada juga orang yang lebih beruntung dimana setiap kerja keras dan kontribusinya selalu dihargai sehingga mereka-mereka itu mendapatkan apa yang sepantasnya mereka dapatkan. Yah sekeras apapun berpikir perjalanan hidup itu memang sudah diatur oleh Tuhan yang Maha Esa.

Pada situasi terkini pandemi kemudian membuat seluruh dunia menghadapi kesulitan. Imbasnya tentu saja berkaitan erat dengan perekonomian. Lalu apakah sekarang orang yang memiliki pendidikan lebih baik dapat bertahan hidup dan memiliki kehidupan yang lebih baik?

Untuk sementara yang paling bisa bertahan adalah orang yang sedikit memiliki keberuntungan dimana seluruh kerja kerasnya menghasilkan apa yang seharusnya didapat. Tapi, mungkin saja hanya sebagian orang yang memiliki sedikit keberuntungan dari hasil kerja kerasnya.

Nyatanya banyak juga pihak yang telah bekerja keras namun tetap saja seakan keberuntungan tidak berpihak dan merasa bahwa ketidakadilan itu nyata.

Banyak pekerja yang kehilangan pekerjaan. Pekerjaan yang didapat dengan modal pendidikan yang telah ditempuh dalam waktu cukup panjang dan mengeluarkan biaya cukup besar. Saat bekerja saja belum tentu tidak memiliki kesulitan perekonomian. Padahal jika dipikir secara mudah, bahwa jika menuruti nasihat orang tua maka kesuksesan akan dicapai.

Mungkin pandemi ini adalah salah satu langkah yang harus dihadapi untuk mencapai kesuksesan tersebut. Kita diberikan petunjuk bagaimana dapat berpikir kreatif atau mendapatkan ide baru karena kita untuk sejenak keluar dari rutinitas yang telah terbentuk cukup lama.

Sebelum ada pandemi, mungkin kita telah bekerja seperti mesin yang bekerja otomatis. Senin-jumat bangun di pagi hari pulang malam hari kemudian beristirahat. Tapi saat pandemi ini seakan memiliki banyak waktu untuk sekedar melakukan evaluasi terhadap capaian yang telah diraih. Tidak hanya untuk memusingkan sampai kapan pandemi ini akan berakhir. 

Nampaknya pendidikan yang tinggi pun bukan jaminan kita mampu menerapkan langkah-langkah atau strategi yang lebih strategis. Tapi yang mungkin selama ini kita lewatkan bahwa dari pendidikan kita mampu membangun relasi, memperluas ruang lingkup kita untuk mengenal banyak orang, memperbanyak jumlah teman dan pandemi ini mungkin saja menyadarkan bahwa selama ini kita kurang menyadari bahwa hubungan sosial itu begitu berharga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun