Mohon tunggu...
Hartoni Sucipto
Hartoni Sucipto Mohon Tunggu... -

Reporter Timeline

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tidak Adil Jika Sudutkan Bakrie di Lapindo

28 Maret 2014   22:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:20 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13959961502104926363

Hari Rabu kemarin (27/3), saya melihat berita mengenai MK yang mengkabulkan gugatan para warga Sidoardjo yang menjadi korban lumpur Lapindo atas uji materi terhadap Pasal 9 ayat (1) UU No 15 Tahun 2013 tentang perubahan atas UU No 19 Tahun 2012 tentang APBN 2013. Saya ingin mencoba untuk menyampaikan pemikiran saya terhadap kasus Lapindo yang dalam hal ini sangat identik dengan Bakrie, mengenai adil atau tidaknya jika Bakrie terus dianggap sebagai satu-satunya orang yang bertanggung jawab atas kasus ini.

Pemerintah telah menyatakan bahwa semburan lumpur dari PT Lapindo sejak tahun 2005 dikategorikan sebagai bencana nasional. Namun sebagai tanggung jawab moral, Bakrie yang hanya sebagai pemegang saham minoritas di PT Lapindo Brantas saat itu memutuskan untuk menanggung kerugian yang didapat warga Sidoardjo.Atas dasar itu, MK mewajibkan pemerintah untuk membayar ganti rugi terhadap korban semburan yang berada di luar PAT, sementara untuk wilayah dalam PAT diselesaikan oleh PT Lapindo.

Akan tetapi, korban semburan lumpur yang berada di dalam PAT merasa ada ketimpangan dalam putusan tersebut. Korban di luar area terdampak lebih cepat mendapatkan ganti rugi, sementara penyelesaian di dalam PAT belum dapat dituntaskan sampai saat ini. Sehingga pada Rabu kemarin, MK mengabulkan gugatan koraban Lapindo atas uji materi terhadap UU Nomor 15 tahun 2013 tentang perubahan APBN 2013. Dalam putusan tersebut, Hakim Mahkamah Konstitusi, Patrialis Akbar mendorong pemerintah untuk turun tangan dalam penyelesaian penggantian kerugian akibat seburan Lapindo di dalam peta area terdampak, juga mendesak PT Minarak Lapindo Jaya untuk segera melunasi kerugian yang dialami para korban semburan lumpur.

Mengapa terjadai ketimpangan tersebut? Apakah Bakrie dapat disalahkan karena terkesan lebih lamban menanggung kerugian para korban lumpur di dalam PAT, dibandingkan pemerintah yang lewat APBN menanggung korban semburan di luar PAT?

Saya ingin mengingatkan kembali bahwa, apa yang dilakukan Bakrie di dalam menanggung kerugian korban lumpur bukan lah sebagai “ganti rugi”, melainkan melalui proses jual-beli aset berupa tanah dan bangunan yang tertutup oleh semburan lumpur. Dapat saya katakan bahwa, apa yang dimaksud dengan “jual-beli” adalah suatu proses di mana antara si penjual dan si pembeli sama-sama mendapatkan keuntungan dari proses tersebut. Namun sebagai pembeli, apa yang didapat Bakrie tentunya sangat berbanding terbalik terhadap apa yang didapat si penjual, yang dalam kasus ini adalah para warga korban lumpur Sidoardjo.

Link http://www.tempo.co/read/news/2014/03/27/063565959

Untuk pertanggungjawaban itu sendiri, Bakrie mengaku sudah menggelontorkan dana sebesar 9 triliun untuk menanggung kerusakan yang dialami para korban lumpur tersebut, walau pun jumlah tersebut belum 100% dari total anggaran yang harus dikeluarkan untuk penanggungan korban lumpur. Sebagai seorang pengusaha yang memiliki beberapa unit bisnis, sangat logis apabila sedang terjadi masalah dengan salah satu bisnisnya, kemudian dia akan menahan permasalahan tersebut dalam beberapa waktu untuk fokus terhadap unit bisnis lainnya demi keseimbangan finansial. Dia akan mencari sumber dana dari unit bisnis lainnya dengan investasi di bidang lain. Sehingga wajar saja jika Bakrie tersendat dalam pembayaran tersebut. Apalagialokasi dana 9 triliun dari Bakrie belum termasuk perumahan yang dibangun untuk korban lumpur, melainkan hanya fokus ke pembelian tanah di dalam peta area terdampak tersebut. Dengan kata lain, Bakrie tidak akan lari dari tanggung jawab terhadap penyelesaian penanggungan para korban Lapindo.

Sebagai pengingat saja, tanggung jawab moral Bakrie bukan hanya pada pembelian tanah korban semburan di dalam PAT saja, tetapi juga dengan bentuk program relokasi tempat tinggal para korban, yang telah dibangun sejak 2008 lalu di Perumahan Kahuripan Nirwana Village di Sidoarjo, Jawa Timur.



(sumber foto: http://www.antarafoto.com/peristiwa/v1212216389/rumah-korban-lumpur)

Untuk proses penangungan korban lumpur di dalam PAT sendiri, juga ditemukan adanya bentuk pelanggaran dari pihak-pihak tidak bertanggung jawab yang ingin mengambil untung pribadi atas kasus tersebut. Adalah mantan Kades Besuki, M. Siroj yang terbukti bersalah di pengadilan tipikor dengan menjadi terdakwa kasus korupsi jual beli lahan terdampak Lumpur Lapindo. Siroj terbukti melakukan penyelewengan dana yang diperuntukkan bagi warga, dengan menggelapkan dana hingga 30 persen, dari total yang digelontorkan pemerintah untuk para warga yang masuk dalam peta terdampak. Link http://www.lensaindonesia.com/2014/02/22/korupsi-lahan-lapindo-mantan-kades-m-siroj-diancam-20-tahun-penjara.html

Atas dasar ini semua, menurut saya pribadi, adalah tidak adil jika publik selalu menyalahkan Bakrie atas kasus semburan lumpur Lapindo, apalagi mendesak untuk melunasi tanggung jawabnya terhadap kerusakan yang dialami oleh para korban semburan lumpur tersebut.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun