Mohon tunggu...
Happy Mommy
Happy Mommy Mohon Tunggu... "Mom of Home"

Happy Mommy

Selanjutnya

Tutup

Trip

Cerita Mudik dengan KA Pasundan

28 Maret 2025   00:00 Diperbarui: 28 Maret 2025   00:07 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Stasiun Kiara Condong (Dokumentasi pribadi)

Bangku-bangku yang disediakan di Stasiun Kiara Condong hampir semua terisi. Aku kesulitan menemukan tempat duduk sembari diizinkan boarding masuk peron. Aroma arus mudik mulai tercium, sepuluh hari menjelang Hari Raya Idul Fitri.

Cerita mudik dengan kereta api Indonesia (KAI) pernah aku ceritakan di tulisanku sebelumnya. Mudik Bareng Anak Tanpa Suami Tetap Aman dan Nyaman dengan KAI. Kali ini pun, aku mudik lebih dahulu ke kampung halamanku selepas anak mulai libur sekolah. Suami akan menyusul saat mulai cuti bersama.

Kali ini aku cukup beruntung, karena walau pesan mendadak sebelum keberangkatan, aku bisa dapat tempat duduk yang berdekatan dengan anak-anak. Sebab, beberapa kali aku harus terpisah dengan anak sehingga harus sering mengecek kondisi anak. Walaupun penumpang di sebelah selalu baik.

Stasiun Kiara Condong masih dalam renovasi sehingga lift belum bisa dipakai. Kami para penumpang harus menyebarangi jembatan antar jalur. Bedanya jika jembatan penyeberangan orang (jpo) melintas di atas jalan raya, jembatan ini ada di atas jalur kereta. Jadi, kami tak perlu melintas jalur rel.

Sebelum ada jembatan ini, kami harus menyeberangi jalur kereta lain untuk naik KA Pasundan. Kadang malah harus masuk gerbong kereta lain lalu keluar lagi. Dengan adanya jembatan ini walaupun jadi lebih lama tetapi cukup aman dengan kondisiku yang membawa anak-anak.

Aku tiba sekitar satu jam sebelum keberangkatan Pasundan, kereta dengan relasi Kiara Condong yang menuju Surabaya Gubeng. Tak ada masalah atau antrean berarti saat boarding. Semuanya lancar. Gerbong kereta pun masih sepi.

Saat kereta api mulai berjalan, anak-anak mulai antusias. Perjalanan kurang lebih sembilan jam bakal mereka mulai sebelum tiba di Stasiun Klaten. Petualangan melintas panorama luar biasa bakal segera tersaji. Pemandangan dari dalam kereta api.

Tempat pertama yang menarik kami yaitu Masjid Al Jabar. Masjid yang seolah terapung karena adanya kolam retensi yang mengelilinginya. Masjid yang menjadi daya tarik wisata religi di Bandung usai pembangunannya rampung.

Tak lama, nampak Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA). Stadion ini pun tak asing bagi anak-anak. Kadang kami sengaja ke sana untuk jalan-jalan menikmati suasana sore di stadion. Bahkan suami dan abang lebih sering ke sana kalau ada pertandingan Persib Bandung yang digelar.

Dari sini, kereta bakal mulai melaju membelah pegunungan. Pemandangan bakal mulai menakjubkan. Dimulai dari kereta api melintas di atas jalan raya Nagrek. Jalan raya atau lokasi yang selalu menjadi titik laporan saat arus mudik atau arus balik Lebaran. Lokasi masuknya kendaraan ke arah Bandung dari arah Jawa. Nagrek dengan kelok-kelok jalan raya yang membelah perbukitan.

1000040888-67e58406c925c41bed76d0a3.jpg
1000040888-67e58406c925c41bed76d0a3.jpg
Lantas kereta bergerak menuju "Swiss van Java" atau ke kawasan Garut dengan panorama asri khas pegunungan Tanah Pasundan. Area pemukiman di kaki-kaki gunung dari kejauhan. Persawahan yang menghampar bak permadani. Gunung-gunung menjulang hingga sampailah kereta melintas perbatasan Tasikmalaya-Ciamis ditandai dengan melintas di atas jembatan Cirahong yang membentang di atas Sungai Citanduy.

Kereta api mulai meninggalkan trek pegunungan. Begitu melintas jembatan sungai Cisanggarung artinya kami sudah masuk ke Jawa Tengah meninggalkan Jawa Barat di belakang kami. Walau sudah bukan di daerah pegunungan, namun pemandangan alam Jawa tak kalah menarik.

Dari kejauhan di sebelah selatan mulai nampak jajaran pegunungan kidul sementara di sebelah utara ada perbukitan menoreh. Kami melintas area persawahan padi yang begitu luas.

Di Jawa Tengah, kami melintas Sungai Serayu di daerah Purwokerto. Salah satu sungai terbesar di Jawa Tengah yang berhulu di Dieng Wonosobo. Memasuki Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), kereta bakal melintas kembali di sungai yang cukup besar yaitu Kali Progo. Kali ini bermuara di pantai pesisir selatan Jawa yang sering digunakan sebagai spot memancing.

Masuk provinsi istimewa ini artinya perjalanan bakal segera sampai di Klaten. Sekitar satu jam perjalanan dari Stasiun Wates, Kulon Progo. Sebelumnya, kami berbuka puasa di daerah Kutoarjo, Purworejo.

Pemandangan ciamik berikut cerita-ceritanya itulah yang membuat anak-anak bisa menikmati perjalanan dan tidak bosan. Walau sesekali kami bakal tertidur. Sampai akhirnya dari pengeras suara tibalah kami di Stasiun Klaten. Saatnya mengucapkan selamat tinggal pada si ular besi yang mengantar mudik kami tahun ini dengan lancar, aman, dan selamat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun