Bangku-bangku yang disediakan di Stasiun Kiara Condong hampir semua terisi. Aku kesulitan menemukan tempat duduk sembari diizinkan boarding masuk peron. Aroma arus mudik mulai tercium, sepuluh hari menjelang Hari Raya Idul Fitri.
Cerita mudik dengan kereta api Indonesia (KAI) pernah aku ceritakan di tulisanku sebelumnya. Mudik Bareng Anak Tanpa Suami Tetap Aman dan Nyaman dengan KAI. Kali ini pun, aku mudik lebih dahulu ke kampung halamanku selepas anak mulai libur sekolah. Suami akan menyusul saat mulai cuti bersama.
Kali ini aku cukup beruntung, karena walau pesan mendadak sebelum keberangkatan, aku bisa dapat tempat duduk yang berdekatan dengan anak-anak. Sebab, beberapa kali aku harus terpisah dengan anak sehingga harus sering mengecek kondisi anak. Walaupun penumpang di sebelah selalu baik.
Stasiun Kiara Condong masih dalam renovasi sehingga lift belum bisa dipakai. Kami para penumpang harus menyebarangi jembatan antar jalur. Bedanya jika jembatan penyeberangan orang (jpo) melintas di atas jalan raya, jembatan ini ada di atas jalur kereta. Jadi, kami tak perlu melintas jalur rel.
Sebelum ada jembatan ini, kami harus menyeberangi jalur kereta lain untuk naik KA Pasundan. Kadang malah harus masuk gerbong kereta lain lalu keluar lagi. Dengan adanya jembatan ini walaupun jadi lebih lama tetapi cukup aman dengan kondisiku yang membawa anak-anak.
Aku tiba sekitar satu jam sebelum keberangkatan Pasundan, kereta dengan relasi Kiara Condong yang menuju Surabaya Gubeng. Tak ada masalah atau antrean berarti saat boarding. Semuanya lancar. Gerbong kereta pun masih sepi.
Saat kereta api mulai berjalan, anak-anak mulai antusias. Perjalanan kurang lebih sembilan jam bakal mereka mulai sebelum tiba di Stasiun Klaten. Petualangan melintas panorama luar biasa bakal segera tersaji. Pemandangan dari dalam kereta api.
Tempat pertama yang menarik kami yaitu Masjid Al Jabar. Masjid yang seolah terapung karena adanya kolam retensi yang mengelilinginya. Masjid yang menjadi daya tarik wisata religi di Bandung usai pembangunannya rampung.
Tak lama, nampak Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA). Stadion ini pun tak asing bagi anak-anak. Kadang kami sengaja ke sana untuk jalan-jalan menikmati suasana sore di stadion. Bahkan suami dan abang lebih sering ke sana kalau ada pertandingan Persib Bandung yang digelar.
Dari sini, kereta bakal mulai melaju membelah pegunungan. Pemandangan bakal mulai menakjubkan. Dimulai dari kereta api melintas di atas jalan raya Nagrek. Jalan raya atau lokasi yang selalu menjadi titik laporan saat arus mudik atau arus balik Lebaran. Lokasi masuknya kendaraan ke arah Bandung dari arah Jawa. Nagrek dengan kelok-kelok jalan raya yang membelah perbukitan.