Mohon tunggu...
Haposan Christian
Haposan Christian Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Merupakan Siswa SMA

mempunyai hobi

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Gagal Berinovasi, Nasibmu Bata Kini

23 Mei 2024   06:46 Diperbarui: 23 Mei 2024   09:40 683
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Bagi kalian generasi awal Gen-z keatas pastinya tidak asing dengan brand sepatu "Bata". Sebuah merek sepatu yang mungkin awalnya kita kira bahwa ini adalah produk lokal, tetapi nyatanya brand Bata sendiri merupakan produk asing, tepatnya berasal dari Republik Ceko. 

Bata, sebuah nama ikonik dalam dunia sepatu, telah menempuh perjalanan panjang sejak didirikan oleh Tomas Bata pada tahun 1894 di Zln, Cekoslowakia (sekarang Republik Ceko). Dengan visi untuk menyediakan sepatu berkualitas dengan harga terjangkau, Bata berkembang pesat selama abad ke-20 dan pernah dinobatkan sebagai produsen sepatu terbesar di Eropa pada tahun 1905. Hingga kini, Bata tetap menjadi salah satu sepatu paling laris sepanjang sejarah. Keberhasilan ini dicapai melalui inovasi dalam produksi massal dan distribusi, serta ekspansi global yang mengesankan. Dengan jaringan ritel yang luas, Bata telah membuka lebih dari 5000 toko di 30 negara, menjadikan namanya identik dengan sepatu sehari-hari bagi jutaan orang di seluruh dunia.

Bata mulai merambah pasar Indonesia pada tahun 1931, membawa serta warisan panjang inovasi dan kualitas dari Eropa ke Nusantara. Perusahaan ini mengawali operasinya dengan mendirikan pabrik di Kalibata, Jakarta, yang segera menjadi salah satu pusat produksi utama. Kehadiran Bata di Indonesia memperkuat posisinya sebagai merek sepatu yang andal dan terjangkau bagi masyarakat luas. Dengan jaringan toko yang terus berkembang di berbagai kota besar, Bata berhasil memenangkan hati konsumen Indonesia melalui berbagai pilihan sepatu yang cocok untuk semua kalangan, mulai dari anak-anak hingga dewasa. Sejak saat itu, Bata terus berinovasi dan berkembang, menjadikannya salah satu merek sepatu yang paling dikenal dan dipercaya di Indonesia.

Namun, pada tahun-tahun terakhir, Bata menghadapi tantangan besar yang mengakibatkan kebangkrutannya. Saat ini, Bata Indonesia menghadapi tantangan finansial yang signifikan akibat berbagai faktor, termasuk persaingan ketat dari merek-merek lokal dan internasional, serta perubahan perilaku konsumen yang semakin mengarah ke belanja daring. Meskipun Bata telah lama dikenal sebagai merek sepatu yang terpercaya dan terjangkau, perusahaan ini harus beradaptasi dengan cepat untuk mengikuti perkembangan pasar yang dinamis. 

Awal kemerosotan Bata di Indonesia dimulai sejak pandemi COVID-19, yang mengakibatkan permintaan konsumen menurun drastis sementara stok persediaan terus menumpuk. Situasi ini menyebabkan Bata mengalami kerugian finansial yang signifikan. Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, sejak tahun 2020, Bata mencatat kerugian sebesar 177 miliar rupiah, dan angka ini terus meningkat hingga mencapai 190 miliar rupiah pada tahun 2023. Penurunan penjualan di toko-toko fisik dan gangguan dalam rantai pasokan memperburuk keadaan, puncaknya terlihat dari penutupan sejumlah pabrik di Indonesia. Menurut CNBC Indonesia, PT Sepatu Bata Tbk (BATA) menutup pabriknya di Purwakarta yang telah beroperasi sejak 1994. Penutupan ini disebabkan oleh pembengkakan biaya operasional yang tak lagi dapat ditanggung perusahaan. Akibatnya, ratusan pekerja harus mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK), menandai dampak serius dari krisis finansial yang dihadapi Bata.

Jika ingin dibedah sebenarnya ada 3 poin yang menjadi faktor utama kejatuhan Bata di Indonesia


  1. Kalah saing dengan produk china

Dalam laporan keuangannya, Bata sendiri mengatakan bahwa salah satu penyebab penurunan penjualannya adalah karena kalah saing dengan produk China. Produk-produk China dikenal dengan harga yang sangat kompetitif, desain yang mengikuti tren, dan kemampuan produksi yang cepat. Konsumen Indonesia yang semakin cerdas dalam memilih produk dengan nilai terbaik, mulai beralih ke sepatu-sepatu buatan China. 

Sementara itu, Bata, yang memiliki biaya produksi lebih tinggi dan menghadapi kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan perubahan tren pasar, mulai kehilangan pangsa pasarnya. Produk China yang murah dan stylish ini berhasil menguasai pasar, membuat Bata kesulitan untuk mempertahankan relevansi dan daya saingnya. Akibatnya, penjualan Bata terus merosot, berkontribusi pada kerugian finansial yang besar dan akhirnya mengarah pada kebangkrutan perusahaan di Indonesia.

  1. Perubahan tren fashion

Sejak pandemi COVID-19, tren fashion di Indonesia mengalami perubahan yang sangat signifikan, termasuk dalam pilihan sepatu. Masyarakat Indonesia mulai lebih menyukai sepatu yang fashionable dan stylish dibandingkan dengan yang hanya menawarkan keawetan, seperti yang selama ini menjadi keunggulan Bata. Perubahan gaya hidup yang lebih dinamis dan tren fashion yang berkembang pesat, terutama melalui media sosial, membuat konsumen mencari produk yang dapat mengikuti mode terkini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun