Bersamaan dengan itu, mereka mendapatkan suplemen berbasis kelor yang memperkuat respons imun terhadap vaksin. Keluarga mereka diberdayakan untuk menanam kelor di pekarangan rumah, menciptakan kemandirian gizi. Sementara itu, pusat-pusat kesehatan masyarakat mengintegrasikan pendekatan pengobatan modern dengan kearifan lokal, menciptakan model pelayanan kesehatan yang holistik dan berkelanjutan.
Ini bukan angan-angan.
Keberhasilan kolaborasi ini tidak hanya bertumpu pada pundak pemerintah atau lembaga internasional. Masyarakat adalah katalis utama yang akan menentukan kesuksesan atau kegagalan upaya ini.
Kita, sebagai masyarakat, perlu mendobrak tembok prasangka dan membuka diri terhadap informasi berbasis sains yang valid. Kita harus berpartisipasi aktif dalam program vaksinasi, tidak hanya untuk diri sendiri tapi juga mendorong lingkungan sekitar untuk melakukan hal yang sama. Penting bagi kita untuk menghidupkan kembali budaya pemanfaatan tanaman lokal bergizi seperti kelor, bukan mencemoohnya sebagai "makanan kampung" yang ketinggalan zaman.Â
Kita juga perlu menjadikan edukasi gizi dan kesehatan sebagai percakapan sehari-hari di rumah, sekolah, dan media sosial. Dengan begitu, kita dapat menjembatani pengetahuan tradisional dengan kemajuan ilmu modern, menciptakan pendekatan kesehatan yang seimbang dan komprehensif.
Sudah terlalu lama bangsa ini terjebak dalam dikotomi palsu: tradisional versus modern, Timur versus Barat, herbal versus farmasi. Inilah saatnya kita menyadari bahwa pertentangan ini hanya membuang waktu dan energi yang seharusnya difokuskan untuk menyelamatkan nyawa.
Vaksin dan kelor bukanlah kompetitor. Mereka adalah sekutu dalam perang melawan TBC. Gates dengan dana dan teknologinya, dr. Mo dengan kearifan lokal dan pendekatannya yang membumi---keduanya menawarkan kekuatan yang, jika disatukan, dapat menghasilkan terobosan kesehatan yang menggemparkan.
Indonesia berada di persimpangan sejarah dalam penanggulangan TBC. Kita bisa terus terpecah dalam perdebatan konspirasi yang menguras energi, sementara ratusan ribu nyawa melayang sia-sia. Atau, kita bisa merangkul kolaborasi visioner ini: ilmu modern berpadu dengan kearifan lokal, menciptakan solusi kesehatan yang khas Indonesia dan bisa menjadi model bagi dunia. Pilihan ada di tangan kita, dan konsekuensinya akan menentukan masa depan kesehatan bangsa.
Mari kita sambut kolaborasi besar ini: Bill Gates dengan riset dan vaksinnya, dr. Mo dengan kelor dan pendekatan holistiknya, pemerintah dengan kebijakan integratifnya, dan masyarakat dengan partisipasi aktifnya.
Karena di medan perang melawan TBC, pertanyaannya bukan lagi siapa yang kita percaya---Gates atau dr. Mo---tetapi bagaimana kita memanfaatkan kekuatan keduanya untuk menyelamatkan Indonesia.
TBC tidak menunggu kita menyelesaikan perdebatan. Ia bergerak mengambil nyawa setiap jam, setiap hari. Pilihan ada di tangan kita sekarang: berkolaborasi dan menang, atau tetap terpecah dan kalah.