Ketika Bill Gates menginjakkan kaki di Jakarta membawa misi uji coba vaksin TBC, reaksi masyarakat terpolarisasi. Sebagian menyambut dengan antusias, melihatnya sebagai harapan baru dalam perjuangan melawan penyakit mematikan. Sebagian lain, diselimuti kekhawatiran, berbisik tentang "konspirasi elit global" dengan mata penuh kecurigaan.
Namun jauh dari sorotan kamera dan ruang konferensi mewah, di sebuah sudut negeri yang tenang, dr. Theresia Monica Rahardjo---yang akrab dipanggil dr. Mo---dengan tekun menanam kelor di halaman kliniknya, memperkenalkan untuk menjadi alternatif makanan bergizi gratis alias MBG.
Tampak di permukaan, kedua pendekatan ini bertolak belakang: satu didukung miliaran dolar dan teknologi laboratorium tercanggih dunia; yang lain bertumpu pada kearifan lokal, tanah subur Indonesia, dan pengetahuan turun-temurun nenek moyang kita.
Namun justru dalam perbedaan inilah terletak potensi kolaborasi yang belum sepenuhnya kita gali.
Mari kita hadapi realitas dengan jujur: Indonesia menanggung beban TBC yang mencekam---peringkat kedua tertinggi di dunia. Setiap hari, lebih dari 300 nyawa melayang akibat penyakit yang sebenarnya dapat dicegah dan diobati ini. Sementara kita sibuk memperdebatkan teori konspirasi, ribuan keluarga Indonesia kehilangan orang-orang tersayang mereka.
Uji coba vaksin TBC yang didukung Gates Foundation bukanlah bentuk penjajahan modern seperti yang dituduhkan. Ini adalah kesempatan emas---investasi global dalam kesehatan Indonesia yang bernilai strategis. Indonesia dipilih bukan untuk dijadikan "kelinci percobaan" melainkan karena posisi kita yang krusial dalam peta penanganan TBC global.
Kehadiran vaksin ini adalah undangan untuk Indonesia bangkit dari jeratan penyakit yang telah terlalu lama menyandera potensi bangsa. Dengan akses ke vaksin efektif, kita bisa menyelamatkan ratusan ribu nyawa dan miliaran rupiah yang selama ini terbuang untuk pengobatan TBC.
Tetapi perlu kita pahami: vaksin terbaik sekalipun tidak akan bekerja maksimal dalam tubuh yang kekurangan gizi, hidup di lingkungan tidak sehat, dan memiliki sistem imun yang terkompromitasi.
Di sinilah kontribusi dr. Mo menjadi sangat vital. Kelor---tanaman yang dulu dipandang sebelah mata sebagai "tanaman kaum miskin"---kini diakui secara ilmiah mengandung harta karun nutrisi: vitamin A tujuh kali lipat jeruk, kalsium empat kali lipat susu, zat besi tiga kali lipat bayam, dan antioksidan yang melebihi banyak buah-buahan eksotis.
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diinisiasi pemerintah membuka peluang kolaborasi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Bayangkan sebuah sistem kesehatan terpadu di mana anak-anak Indonesia menerima vaksin TBC yang efektif dan aman.Â