Mohon tunggu...
Hanvitra
Hanvitra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas

Alumnus Departemen Ilmu Politik FISIP-UI (2003). Suka menulis, berdiskusi, dan berpikir.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Literasi di Era Demokrasi

22 November 2019   17:40 Diperbarui: 22 November 2019   17:45 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Demokrasi kita seolah berjalan tanpa literasi. Demokrasi Indonesia berangkat dari slogan-slogan kosong. Demokrasi Indonesia sepertinya akan terus diwarnai dengan berbagai konflik dan kekerasan. Demokrasi kita sepertinya mandek di tempat.

Sebenarnya literasi tidak bisa dipisahkan dari demokrasi. Demokrasi (liberal) hanya akan berkembang dengan baik jika warga negara tersebut literat atau memiliki kemampuan untuk membaca dan menulis dan dapat mengakses informasi. Literasi merupakan ciri masyarakat demokratis yang beradab.

Literasi secara sederhana dapat kita definisikan sebagai kemampuan membaca dan menulis. Namun lebih itu literasi berkaitan dengan kemampuan seseorang atau masyarakat untuk mencari, mengakses, mengolah, menyaring, dan menilai informasi. Literasi juga berkaitan dengan tingkat sosial ekonomi sebuah masyarakat.

Individu dengan kecakapan literasi yang tinggi biasanya mempunyai pendapatan yang lebih tinggi daripada mereka yang memiliki kemampuan literasi rendah. Literasi berkaitan dengan kecakapan seseorang untuk memilliki keahlian (skill) yang lebih tinggi. Literasi jelas merupakan bagian dari pendidikan itu sendiri.

Di era ekonomi berbasis pengetahuan  (knowledge-based economy) seperti saat ini, kemampuan mengakses dan menilai informasi jelas sangat dibutuhkan terutama di bidang keuangan, bisnis, dan perdagangan. Informasi adalah darahnya masyarakat informasi. Mereka yang mampu mengolah informasi mempunyai pendapatan yang lebih tinggi daripada mereka yang tidak.

Oleh karena itu, pendidikan menjadi suatu yang penting di era ekonomi berbasis pengetahuan ini. Pendidikan memberi kemampuan berpikir kritis. Mampu menilai dan menyaring informasi. Sayangnya, masyarakat Indonesia yang sebagian besar berpendidikan rendah tidak mampu mengkritisi informasi yang beredar di media sosial.

Pemilu 2019 adalah contoh di mana informasi palsu berupa hoaks dan fitnah beredar jauh di tengah-tengah masyarakat. Sebagian warga termakan dengan hoaks tersebut yang menimbulkan kesenangan bagi pembuat hoaks tersebut. Pemerintah dengan UU ITE menindak tegas para pembuat hoaks tersebut.

Dan hal ini berkaitan dengan minat baca. Masyarakat yang tak terbiasa membaca akan terpengaruh hoaks dan fitnah tersebut. Pendidikan seharusnya mengajarkan kita dan masyarakat untuk membaca buku. Hanya mereka yang rajin membaca buku dapat membedakan mana informasi yang benar dan yang salah.

Apa hubungannya buku dan literasi atau internet? Bukankah buku kini kehilangan pamornya. Masyarakat tidak lagi menyukai barang bacaan yang dicetak. Mereka lebih suka membaca di layar android atau laptop. Justru di sinilah bedanya.

Buku merupakan sumber informasi. Buku memuat informasi yang lebih komprehensif. Buku tidak melelahkan mata. Para ahli telah mencoba membandingkan kebiasaan membaca buku dengan kebiasaan membaca di layar. Hasilnya, mereka yang membaca buku menyerap pengetahuan lebih baik daripada yang membaca di kelir.

Membaca buku adalah kebiasaan yang baik dan positif. Ketika kita membaca buku, pikiran kita akan terfokus pada apa yang kita baca. Hal ini membuat pikiran kita lebih fokus menyerap pengetahuan. Menurut almarhum Hernowo Hasim, membaca buku bukan pekerjaan ringan. Membaca buku membutuhkan konsentrasi yang tinggi untuk menggali makna di balik teks.

Buku adalah sarana literasi yang paling utama. Buku merupakan kebutuhan bagi masyarakat yang literat. Namun ketika internet muncul, pamor buku sempat mengalami kemunduran. Tapi bukan berarti masyarakat tidak membutuhkan buku lagi.

Literasi Indonesia di era demokrasi liberal ini sungguh menyedihkan. Masyarakat lebih mempercayai isu daripada fakta. Media massa pun mempunyai kepentingan masing-masing. Media turut bermain politik. Berita-berita politik pun masih disukai masyarakat. Gosip selebritis dan politisi amat digemari masyarakat.

Masyarakat Indonesia telah melompat dari kelisanan primer ke kelisanan sekunder tanpa melalui fase literasi. Kelisanan sekunder ditandai dengan kemunculan televisi dan radio yang lebih banyak menggunakan suara. Namun timbulnya internet bisa dibilang umat manusia kini memasuki era literasi digital.

Riuhnya demokrasi kita menunjukkan masyarakat masih belum dewasa secara politik. Masyarakat Indonesia belum matang dalam berdemokrasi. Buktinya keributan, konflik, dan kekerasan masih terjadi di beberapa daerah. Lembaga-lembaga demokrasi yang ada seperti KPU dan Bawaslu belum dapat mengatasi konflik dengan baik.

Masyarakat yang literat tidak akan melakukan tindak kekerasan dan pengrusakan. Mereka akan melakukan cara-cara yang beradab untuk menyelesaikan konflik. Masyarakat literat akan menempuh cara-cara yang demokratis. Masyarakat yang literat juga tidak mudah diperdayai oleh janji-janji kampanye yang menyesatkan.

Masyarakat yang literat akan berpartisipasi politik dengan cara-cara yang elegan. Masyarakat yang literat mampu berpikir secara kritis. Mereka mampu mengevaluasi kinerja eksekutif dan legislatif. Literasi akan berkembang baik di era demokrasi dan begitu pula sebaliknya.

Literasi tidak dibutuhkan dalam bidang politik saja, tetapi juga dalam ekonomi. Para pekerja yang memiliki kecakapan yang tinggi akan meningkatkan daya saing suatu bangsa. Pekerja yang memiliki tingkat literasi yang tinggi akan bermanfaat bagi perusahaannya.

Bahkan ada pakar yang menghubungkan antara tingkat literasi dengan pertumbuhan ekonomi. Ada korelasi positif antara tingkat literasi dengan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Semakin maju literasi di suatu bangsa, makin tinggi pula pertumbuhan ekonominya.

Literasi dan demokrasi jelas berkaitan erat. Tanpa literasi, tidak akan ada demokrasi yang mantap. Marilah kita galakkan literasi di negeri kita. Agar tidak tertinggal dari bangsa-bangsa lain. Wallahu a'lam bisshowab.

                                                                     

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun