Mohon tunggu...
Hanvitra
Hanvitra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas

Alumnus Departemen Ilmu Politik FISIP-UI (2003). Suka menulis, berdiskusi, dan berpikir.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Yang Kurang Disinggung dalam Debat Cawapres Kemarin

19 Maret 2019   08:00 Diperbarui: 19 Maret 2019   08:45 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Debat Cawapres 01 dan 02 memang telah selesai. Debat ini membahas isu pendidikan, riset, ketenagakerjaan, dan sosial budaya. Masing-masing pihak telah memaparkan visi dan misinya mengenai isu-isu tersebut. 

Namun terasa ada yang kurang dalam debat tersebut. Masing-masing cawapres memng telah memaparkan visi dan misinya dan mengeluarkan argumen-argumennya. Mereka mengklaim bisa mengeluarkan bangsa ini dari kabut gelap yang selama ini menghantui.

Hal yang utama adalah bidang pendidikan. Masing-masing cawapres berusaha memberikaan solusi atas masalah pendidikan. Namun mereka semua sepertinya tidak benar-benar mengerti masalah-masalah yang meliputi dunia pendidikan kita. Ada beberapa hal, menurut hemat saya, yang tidak atau kurang disinggung dalam debat antar cawapres tersebut.

Pertama, mereka tidak menyebutkan ranking Indonesia dalam PISA (Program for International Students Assessment) yang diselenggarakan oleh OECD (Organization for Economics Cooperation and Development) yang hanya bertengger di urutan 63 dari 72 negara yang disurvai pada 2018. Padahal masalah ini merupakan suatu hal yang penting dan krusial. Walaupun mengalami kenaikan dan perbaikan, mereka tidak menjadikan rendahnya skor PISA ini sebagai masalah pendidikan yang harus diselesaikan sesegera mungkin. Tidak ada sense of urgency mereka terhadap masalah ini. Padahal kondisinya sudah darurat.

Skor PISA tersebut menunjukan kemampuan membaca, matematika, dan sains anak-anak Indonesia. Rendahnya skor Indonesia tersebut diakibatkan kurang meratanya pendidikan. 

Dari beberapa survai yang dilakukan oleh beberapa lembaga, kemampuan anak-anak Indonesia kalah oleh negara-negara Asia Timur dan Eropa. Bagaimana mungkin anak-anak Indonesia bisa bersaing dengan kondisi semacam ini?

Vietnam sudah jauh mengungguli Indonesia dalama kualitas pendidikan padahal negara ini dilanda perang yang menghancurkan kehidupan masyarakat di sana.

Kedua, mereka tidak sekalipun menyebut masalah literasi. Survai UNESCO menunjukkan hanya 1 dari 1000 orang Indonesia yang punya minat baca yang tinggi. Padahal kadar literasi menunjukkan kadar intelektualitas suatu bangsa. Tidak ada program yang mereka buat untuk mengatasi masalah ini. Minat baca masyarakat Indonesia hanya berada pada urutan 60 darii 61 negara yang disurvai oleh Connecticut State University, USA  

Ketiga, mereka juga tidak membahas mengenai kompetensi guru dan LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan). Padahal sumber masalah pendidikan Indonesia salah-satunya ada pada masalah kompetensi guru. Walaupun sudah ada sertifikasi, kompetensi guru masih memperihatinkan. Banyak guru yang dinilai kurang mampu dalam mengajar.

Kondisi LPTK yang kurang menguntungkan dan tidak dibahas dalam debat tersebut. Merosotnya wibawa guru di sekolah-sekolah kita tidak dibahas. Padahal mereka adalah ujung tombak pendidikan di negeri ini.

Di negara-negara maju, guru adalah profesi mulia yang diminati banyak lulusan SMU. Bahkan di Finlandia, hanya lulusan SMU terbaik yang bisa jadi guru dan digaji layak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun