Syafruddin masih terpaku di tempat parkir. Hari ini begitu panas. Hujan tak turun hari ini. Lapangan parkir di mana Syafaruddin bekerja tampak ramai dengan berbagai jenis motor. Syafaruddin lalu membantu orang-orang memarkirkan kendaraannya.
Bertahun-tahun Syafaruddin bekerja sebagai tukang parkir. Sekolahnya tidak ia selesaikan. Ia lebih suka kebebasan. Tubuhnya menghitam di bawah sinar matahari. Ia tak terlalu memikirkan tubuhnya. Ia suka berjemur di tengah terik matahari.
Di tengah terik matahari, Â Syafaruddin mencoba menyandarkan tubuhnya di sebuah pohon besar di hari itu. Ia tahu penduduk kampung mengeramatkan pohon itu. Tapi ia tidak peduli. Ia tetap bersandar pada pohon itu.
Syafaruddin tertidur. Seorang gadis cantik menyambutnya siang itu. Pakaiannya mengingatkan pada pakaian putri-putri cantik di zaman raja-raja. Gadis cantik itu mengajaknya menari. Mereka asyik menari di bawah sinar rembulan. Padahal itu siang hari. Syafaruddin terus menari bersama putri cantik itu. Mereka menyanyikan tembang-tembang asmara. Syafaruddin tak sempat berkenalan dengan gadis itu.
Tiba-tiba Syafaruddin terbangun. Hari sudah gelap. Ia pasti sudah tertidur lama. Ia benar-benar merasa sedang menari dengan gadis itu. Siapa dia? Pikir Syafaruddin. Ia berpikir keras. Mungkinkan ia jin penunggu pohon itu? Kenapa ia cantik sekali?
Syafaruddin mencoba melupakan mimpi itu. Ia menganggapnya sebagai bunga tidur semata. Tapi ia tak bisa melupakan wajah gadis itu. Putih bagaikan rembulan. Pakaiannya sungguh indah. Syafaruddin menganggap itu hanya alam bawah sadarnya saja.
Keesokan harinya Syafaruddin kembali bertugas menjadi juru parkir di tempat itu. Siang hari ia merasakan kelelahan yang amat sangat. Pohon besar itu kembali menjadi pilihannya untuk beristirahat. Dia tertidur di bawah rindangnya. Ia seperti melihat gadis itu di dalam mimpinya. Mereka menari bersama. Syafaruddin bertanya siapa gadis itu. Gadis itu hanya tersenyum dan tak menjawab. Ia lalu hilang dan terjagalah  Syafaruddin.
Syafaruddin merasa ada yang tidak beres dengan pohon itu. Malam harinya ia pergi ke rumah Wak Saing untuk bertanya.
Selepas Isya, Wak Saing sedang duduk santai di ruang tamu rumahnya. Kedatangan Syafaruddin mengagetkannya.
"Ada apa, nak Syafaruddin?" tanya Wak Saing.
"Ada yang perlu saya tanyakan, Wak?"