Mohon tunggu...
Ragil WIrayudha
Ragil WIrayudha Mohon Tunggu... Freelancer - melihat, mencatat dan mengingat

Hidup hanya sekali namun sejarah akan mengingatmu selamanya.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sekali Lagi, Membaca Obama dari Indonesia

8 November 2010   16:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:46 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Left and right mean nothing. The only thing that counts is are you working for Wall Street or are you trying to defend the people against the financiers?

Pada hari itu tanggal 4 November 2008 waktu Amerika, berangkat dengan menumpang gerbong partai Demokrat, Obama berhasil memenangkan pertempuran demokrasi. McCain hanya mampu mengantongi 147 electoral votes merunut pada perhitungan kantor berita AS Assosiated Press sore itu. Sementara Obama sukses dengan 349 electoral votes, melebihi dari 270 electoral votes untuk memenangkan Pemilu di AS.

Lantas, “Wajar malam ini merasa kecewa. Tetapi ini hanya sebentar saja, kegagalan ini adalah milik saya, bukan milik Anda”, McCain menutup pidato di Arizona Biltmore Hotel di Phoenix di depan pendukungnya.

Begitulah, akhirnya Barrack Obama menjadi presiden AS ke 44 dan harus puas dengan gaji USD 400.000, ditambah tunjangan kepresidenan lainnya.

Obama Deception

Kualitas memaknai sangat dipengaruhi oleh tingkat intelektualitas dan warna kesetiaan. Tentu saja kesadaran politik juga turut mempengaruhi cara pandang seseorang dalam mengartikan tanda “kepemimpinan”.

Menyoal tentang Obama, garis besar yang berkembang di Indonesia sangat dekat dengan rasa suka dan bangga. Dengan pelbagai alasan masyarakat mensifati Obama sejauh dari apa yang berhasil mereka dengar dan percayai. Dari perihal genetika Indonesia sampai janji kebijaksanaan politik luar negeri, terkait dengan urusan timur tengah dan guantanamo.

Sekilas lalu, mendiangThomas Jefferson (1743-1826) pernah berujar:

I believe that banking institution are more dangerous than standing armies… If the American people ever allow private banks to control the issue of currency… the banks and corporations that will grow up around them will deprive the people of their property until their children wake up homeless on the continent their fathers conquered

Sinyal itu mengarah pada para Bankir (baca: Wall Street). Kemudian tercatat begitu banyak kritik yang mengarah kepada Obama. Kemudian dikenallah istilah Obama Deception.

Sejujurnya bukan tanpa sebab Obama menjadi tokoh bulan-bulanan bagi bebapa kritikus sosial dan politik. Ada satu benang merah yang dapat di tarik dari semua itu ialah, siapapun presiden Amerika, dia merupakan perpanjangan tangan dari para Bankir Wall Street. Sandiwara besar itu masih saja menjadi sarana utama bagi sebuah kemakmuran Paman Sam.

Karena memang, kontruksi Amerika sejauh ini masih tersusun sebagai sebuah piramida.

Lantas apa arti dari semua ini? Sudah menjadi tabiat manusia untuk menjadi bagian dari kemajuan. Akan tetapi kemajuan yang seperti apakah yang hendak dituju itu?

Bahkan hingga detik ini pun, ketika kita mengekplorasi kondisi Amerika secara universal, ia bukanlah sebuah negara yang lebih baik dari Indonesia. Amerika hanyalah sebuah negara yang tegar karena dinasti kerahasiaan yang disusun dan dipagari dengan apik.

Angka pengangguran, perkosaan, kemiskinan, kriminal, semua itu masih memenuhi kolom-kolom berita penuh angka. Ketika membandingkan Amerika dengan China, seorang Ed Markey dari D-Massachusetts berkata “…yes we can or yes weak end..”, selorohnya sambil tertawa.

Kemudian sandi-sandi tentang Amerika itu semakin terkuak ketika sebuah project yang dilakukan oleh The Washington Post mampu menguak beberapa tabir kemanan nasional sebuah negara yang oleh beberapa orang masih digelari super power.

Akhirnya, lagi-lagi kita harus kembali di tanah tumpah darah Indonesia ini.

Kemudian teringat saya pada sebuah hal, jika saham pemerintah (BUMN) sendiri lebih sedikit dibanding saham seseorang, siapakah pemegang ballpoint presiden di negeriini sesungguhnya?

Karena sejauh sejarah menulis tentang politik, yang selalu ada pada setiap kurun waktu adalah bukan TOKOH besar, melainkan AKTOR besar.

(hk)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun