Mohon tunggu...
HL Sugiarto
HL Sugiarto Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Menulis untuk dibaca dan membaca untuk menulis

Hanya orang biasa yang ingin menulis dan menulis lagi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Valentine Disayang, Valentine Ditentang

14 Februari 2020   20:04 Diperbarui: 14 Februari 2020   20:05 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto : Pixabay.com

Alhasil pada abad 20, timbul persepsi bahwa hari Valentine identik dengan harinya para kekasih. Pemberian hadiah berupa bunga, cokelat, kartu ucapan dan lainnya biasanya hanya ditujukan kepada kekasih atau pasangannya saja. 

Perkembangan hari Kasih Sayang yang menyempit ini hanya menjadi ajang  untuk mengungkapkan cinta berlandaskan eros saja. Ada kecenderungan hari Valentine ini hanya berkutat pada para pasangan kekasih, dan identik dengan asmara, seks dan cinta monyet. Bahkan anak-anak sekolah memanfaatkannya menjadi momentum pernyataan cinta monyetnya kepada sasaran gebetannya. 

Sudah sewajarnyalah bila ada beberapa kelompok yang menentang perayaan hari Valentine ini.  Ada penolakan yang berdasarkan alasan agama, entah apa motif yang ada dibalik penentangan berdasarkan ini. 

Bila penentangan ini didasarkan pada pengembalian etika dan ensensi asal hari Valentine menjadi hari Kasih Sayang untuk semua orang, maka hal ini adalah hal yang positif. Akan tetapi bila penolakan hanya berdasarkan tinjauan agama secara membabi buta maka yang dapat menimbulkan persepsi penolakan berdasarkan sikap apatis negatif saja.

Ada pula yang menolak karena hari Valentine dengan alasan bukan budaya Indonesia, hal ini juga perlu dikaji lebih dalam. Dengan adanya era dunia globalisasi dan digitalisasi maka susah untuk membendung pengaruh budaya asing. 

Suatu cara yang cocok untuk mengendalikan budaya asing adalah menelaah esensi dan makna yang ada dibaliknya. Bila esensi budaya baru itu sejalan dan tidak bertubrukan dengan budaya yang ada, maka sudah sepatutnya dapat diterima. 

Bila yang terjadi sebaliknya maka harus ditolak, akan tetapi bila esensi yang ada dari budaya baru itu yang sifatnya baik tetapi mulai ada penyimpangan ketika sampai di Indonesia, maka yang diperlukan adalah koreksi dan melakukan adaptasi positif mengembalikan kepada esensi yang semula dengan cara melalui edukasi baik di lingkup keluarga dan melalui media massa..

Khusus dalam kasus hari Valentine ini memang perlu diadakan suatu studi lebih lanjut, tidak perlu melakukan semata-mata mengeluarkan pernyataan menolaknya secara mentah-mentah. 

Berdasarkan kajian historis, maka sebenarnya hari Valentine adalah suatu perayaan untuk menyebarkan semangat cinta kasih dalam arti luas. Melihat kembali maksud Paus Gelasius I yang mencetuskan hari Valentine adalah untuk mengajak masyarakat kota Roma agar meninggalkan tradisi Lupercalia dengan cara merayakan hari Kasih Sayang ini. Yang mana biasanya tradisi Lupercalia diadakan pada tanggal 15 Februari, maka hari Valentine diadakan pada tanggal 14 Februari sehingga lambat laun perayaan hari Lupercalia ditinggalkan. 

Perlu diingat kembali bahwa hari Valentine bukanlah hari untuk para kekasih semata, akan tetapi hari untuk mengingat agar rasa kasih sayang tidak diberikan hanya terbatas pada masalah asmara saja. Akan tetapi bisa meluas pada rasa sayang terhadap orang lain dalam artian luas seperti halnya rasa sayang terhadap orang tua, saudara, teman, sahabat, orang yang papa dan kesepian. (hpx)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun