Mohon tunggu...
Hans Pt
Hans Pt Mohon Tunggu... Seniman - Swasta, Sejak Dahoeloe Kala

Biasa-biasa saja

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Sangat Mudah Mengatasi Banjir DKI Jakarta

5 Januari 2020   08:51 Diperbarui: 5 Januari 2020   09:06 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Banjir Awal Tahun 2020 memang bagaikan pukulan telak bagi Gubernur Anies Baswedan beserta jajarannya. Lantaran banjir besar yang melanda tepat pada pergantian tahun itu, untuk kesekian kalinya, kapabilitas mantan rektor sebuah universitas swasta itu kembali dipertanyakan. Bahkan banyak orang mulai mencibir dan mempertanyakan Pilkada DKI 2017 yang ganas dan panas, di mana "ayat dan mayat" pun dijual di sana untuk memenangkan salah satu kontestan.

Tapi sudahlah, nasi sudah menjadi bubur. Tiada guna meratapi hal-hal yang sudah terjadi. Sekarang yang perlu adalah setiap orang, khususnya warga DKI Jakarta dan sekitarnya, bersinergi untuk mengatasi dampak banjir yang membuat banyak warga mengungsi. Mari kita bantu mereka, tanpa perlu menelisik apa dan siapa mereka. Semua orang bersaudara.

Lalu bagaimana mengatasi banjir supaya tidak datang lagi dalam volume yang sangat tidak terkendali ini? Gampang sekali sebenarnya, asalkan kita melakukan langkah-langkah seperti yang dipaparkan dalam artikel ini. Dan semua orang--termasuk pemerintah--harus sama-sama berpastisipasi untuk mengawal dan menyukseskannya, agar terlihat hasilnya. Maka banjir akan diminimalisir sehingga tidak mengakibakan kerepotan dan kerugian yang sangat besar.

Bukan omong kosong, sebab gubernur sebelumnya, telah membuktikannya. Berkat keberanian, ketegasan, inovasi, dan sejenisnya, banyak kawasan banjir berhasil dihilangkan dari wilayah DKI Jakarta. Banjir memang tidak akan hilang, sebab selama ada air, banjir akan selalu ada. Tetapi, dengan menggunakan segala daya upaya yang ada disokong keberanian dan ketegasan serta kemajuan teknologi, banjir bisa diminimalisir. Maka genangan bisa saja surut hanya dalam waktu 1 - 2 jam.

Bagaimana mengatasi banjir dari Jakarta? Sebagaimana kita ketahui, sumber banjir di Jakarta ada beberapa: kiriman dari hulu dan curah hujan itu sendiri, dan air laut yang pasang. Mungkin yang paling sulit dikelola adalah banjir bandang yang melimpah ruah dari kawasan Bogor. Kali Ciliwung yang menyempit gara-gara sedimentasi dan "reklamasi" oleh warga membuat air yang sedang menuju laut, tidak tertampung seluruhnya. Maka banjir pun menenggelamkan banyak kawasan dan permukiman.

Untuk mengatasi dan meminimalisir luapan air dari hulu ini, sangat perlu dibuat tempat menampung air itu supaya tidak semua merangsek dalam waktu yang bersamaan ke Jakarta.  Konon sedang dibangun bendungan di Ciawi dan di beberapa lokasi di daerah Bogor? Itu sangat tepat. Kalau semua proyek itu telah rampung dan beroperasi dengan baik, bayangkan berapa banyak air yang tertampung di sana. Yang menerjang ke kawasan Jakarta pun akan berkurang drastis. 

Kemudian langkah kedua adalah membangun gorong-gorong raksasa untuk membantu mengalirkannya ke laut. Tapi jangan lupa, bahwa kali-kali yang ada di kawasan DKI Jakarta harus dinormalisasi: dilebarkan sesuai ukuran aslinya, dan dikeruk setiap saat dari ujung ke ujung. Bayangkan apabila seluruh sungai yang ada di Jakarta didalamkan hingga satu meter, berapa juta kubik air yang dapat ditampung, dan tentu tidak ada yang meluap ke jalanan atau permukiman lagi, bukan? 

Untuk menormalisasi sungai-sungai atau kali-kali, tiada pilihan lain atau kompromi: gusur semua permukiman dari bantaran kali, sebab itu ilegal, bukan peruntukannya. Tapi terlebih dahulu sediakan penampungan bagi mereka, seperti rusun-rusun, misalnya. Langkah ini telah dilakukan oleh gubernur sebelumnya dengan sangat baik. Namun, entah kenapa kok tidak diteruskan oleh abang kite, Anies Baswedan (?)

Kemudian, ada ide Gubernur Anies Baswedan dan TGUPP-nya untuk "menangkap" air hujan. Dalam hal ini, misalnya, lahan-lahan kosong yang ada banyak di Jakarta, ditembok saja rapat-rapat, setinggi satu meter - dua meter. Ketika hujan lebat mengguyur, air pun tertampung di dalam, dan tidak ke mana-mana. Bahkan lama-lama akan surut sendiri ditelan bumi, menambah persediaan air tanah. Ini sesuai dengan ide Anies Baswedan sewaktu kampanye dulu, bahwa air hujan itu harus dimasukkan ke dalam tanah--sesuai sunnatullah. 

Lapangan Monas yang luas itu sudah ditutupi tembok atau konblok, maka sebaiknya dibongkar saja sehingga menjadi hamparan rumput, yang menyerap air. Demikian pula dengan kompleks-kompleks perkantoran yang sudah dibetonisasi, alangkah bagusnya dikembalikan menjadi rumput. Dan yang juga perlu adalah mewajibkan setiap warga membuat lubang pori di halaman rumah masing-masing.

Tapi pembangunan gorong-gorong raksaksa dan normalisasi kali dan sungai tetap harus dilakukan juga, sebab daya tampung atau daya serap tanah sangat terbatas. Maka sebagian besar air itu tetap harus dikumpulkan di habitatnya: laut. Sebab salah satu sifat air adalah bergerak mencari tempat yang rendah. Dan itu sunnatullah juga. Kita jangan salahkan kawasan Bogor yang menjadi sumber air banjir atau Jakarta yang posisinya memang rendah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun