Mohon tunggu...
Hans Pt
Hans Pt Mohon Tunggu... Seniman - Swasta, Sejak Dahoeloe Kala

Biasa-biasa saja

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Gibran Menggali Kuburan Sendiri?

20 November 2019   11:16 Diperbarui: 20 November 2019   11:31 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Siapa tidak kenal Gibran Rakabuning? Putra sulung Presiden Jokowi, yang baru saja dianugerahi anak kedua, seorang putri yang diberi nama La Lembah Manah. Pria yang masih muda ini, 32 tahun, mulai dikenal publik se-Tanah Air seiring naiknya ayahanda ke panggung politik nasional, menjadi orang nomor satu di Indonesia, sejak Oktober 2014.

Sampai di situ, boleh dikatakan bahwa masyarakat negeri ini pasti takjub  begitu mengetahui kehidupan Gibran, yang tidak aji mumpung. Sebab bukan rahasia lagi jika pada umumnya keluarga seorang pejabat, terutama anak, akan segera memanfaatkan jabatan orang tuanya untuk mendapatkan fasilitas. Minta jatah proyek misalnya. 

Tapi sejauh ini tak ada terdengar desas-desus semacam itu dari keluarga Jokowi. Gibran dikenal sebagai wiraswasta muda yang mandiri, penjual martabak dan pisang. Tentang hal ini, Luhut Binsar Pandjaitan, menko kemaritiman, yang dikenal sebagai orang yang cukup dekat dengan Presiden Jokowi, dalam beberapa ceramahnya pernah mengungkapkan kekagumannya terhadap anak ini. Pernah, katanya, kepada si Gibran ditawari sebuah proyek pemerintah, namun ditolak.

Namun dalam beberapa waktu terakhir ini, mulai timbul perasaan yang kurang simpati terhadap dia. Sebagaimana ramai diberitakan, Gibran berhasrat maju di pemilihan walikota Solo, tahun depan (2020). Mungkin ingin mengikuti jejak  sang ayah. Tentu saja tidak ada yang salah di situ. Adalah hak setiap warga negara untuk mengajukan diri sebagai pemimpin bangsa, asalkan memenuhi segala persyaratan. Namun di dalam kebebasan itu, ada rambu-rambu atau koridor yang sebaiknya tidak ditabrak. Sebab kalau nekat, penilaian banyak orang akan menjadi sumir terhadap orang yang bersangkutan.

Ketika nama Gibran disebut-sebut menempati posisi tinggi sebagai calon walikota Solo, banyak suara yang mendorong dia untuk maju pada Pilkada 2020. Banyak pula orang yang mengharapkan supaya Gibran tidak terjun dulu di politik. Sebab bagaimanapun juga hal tersebut sedikit-banyak akan menimbulkan kesan-kesan yang miring karena menyandang status sebagai anak presiden. Di lain pihak, itu akan membuat imej Jokowi di mata banyak orang menjadi suram. 

Serba repot jadinya, sebab ketika perihal ini ditanyakan kepada Jokowi, dia justru mengatakan, "Kalau anaknya mau...". Artinya Jokowi memberikan kebabasan penuh kepada sang anak untuk menentukan sikap. Jokowi dalam hal ini tidak melarang, juga tidak mendorong. Namun alangkah bagusnya kalau Jokowi mencontoh Imam Khomeini, pemimpin spiritual Iran, yang melarang anaknya mencalonkan diri jadi presiden selama dirinya masih hidup.

Tapi sepertinya Gibran ingin betul memanfaatkan kesempatan ini. Beberapa waktu lalu dia menemui Megawati Sukarnoputri, ketua umum PDIP untuk meminta restu. Tetapi Gibran bukanlah kader parpol ini. Megawati justru memberi wejangan kepada Gibran supaya tidak buru-buru menjadi pejabat daerah, apalagi dirinya masih muda dan masih banyak waktu untuk itu. Dari situ sudah jelas bahwa presiden RI ke-4 ini tidak "suka" dengan niat Gibran ini.

Apalagi, parpol ini sudah memiliki mekanisme tersendiri, dan kader untuk bertarung di pilkada Solo pada 2020.  DPC PDI-P Solo di bawah ketuanya FX Hadi Rudyatmo, walikota Solo, sudah menyiapkan penggantinya, yakni paslon Achmad Purnomo-Teguh Prakosa. Achmad adalah wakil Walikota Solo saat ini, yang tentu sangat ingin naik pangkat menjadi walikota, apalagi dia sudah dua periode menjadi wakil walikota.

Bisa saja Gibran tidak diusung oleh PDIP, namun karena popularitas dan tingkat elektabilitasnya, pasti membuat parpol lain "tergiur" mengusungnya. Partai Gerindra disebut-sebut akan menduetkan Gibran dengan Paundra, cucu Bung Karno, anak dari Sukmawati. Bila ada parpol lain yang ingin bergabung, seperti PKS dan PKB, maka peluang pasangan ini semakin besar. Potensi memenangkan pilkada sangat terbuka, mengingat segala "kelebihan" yang saat ini dimiliki Gibran.

Tapi kembali ke pribadi Gibran sendiri. Apakah "nekat" terjun? Kalau iya, maka apa pun hasilnya nanti--menang atau kalah--reputasinya sudah berkurang di mata masyarakat luas. Dia akan dikenang sebagai orang yang ambisius, ajimumpung, tidak punya etika, dan kurang bijak. Artinya lagi, sosoknya yang selama ini cukup bagus di mata publik, akan tergerus pelan-pelan. Jika dia menang, dia telah mengubur impian Achmad Purnomo untuk menjadi orang nomor satu di daerahnya itu. Makin mengenaskan hati, sebab Achmad sudah berusia lanjut. Dia lahir pada 1948.

Jika Gibran "nekat" untuk memenuhi ambisi politiknya yang sebenarnya bisa ditoleransi hingga periode selanjutnya, maka pamornya akan memudar di mata masyarakat Indonesia. Atau dengan kata-kata perumpamaan lain, dia telah menggali kuburnya sendiri, sebab rasa hormat dan simpati banyak orang, akan berkurang padanya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun