Mohon tunggu...
Hans Pt
Hans Pt Mohon Tunggu... Seniman - Swasta, Sejak Dahoeloe Kala

Biasa-biasa saja

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Sakit tapi Tetap Girang

10 Juli 2019   16:02 Diperbarui: 10 Juli 2019   16:21 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (nasional.kontan.co.id)

Kemajuan jaman dan teknologi memang semakin memudahkan bagi umat manusia, terutama di negara-negara yang sudah makmur dan sangat fokus mengupayakan kesejahteraan bagi rakyatnya. Negara-negara di kawasan Eropa barat pada umumnya sudah sangat makmur dan rakyatnya pun sejahtera. Tidak mengherankan lagi jika turis-turis dari Eropa itu, yang menghabiskan waktu seminggu atau lebih di Indonesia, ternyata banyak juga lho yang di negerinya "hanya" berprofesi sebagai office boy, misalnya. 

Bandingkan dengan kebanyakan masyarakat kita yang meskipun sudah punya jabatan tinggi di instansi, belum tentu sanggup secara finansial berplesiran ke Eropa atau Amerika. Beberapa tahun lalu penulis pulang kampung, di bus berkenalan dengan seorang bule pria, yang menurut pengakuannya di negaranya bekerja sebagai kuli bangunan. Hal ini diakui ketika mengamati seseorang pekerja bangunan di kawasan Siantar, yang mengaduk semen dan pasir. 

Menurut si bule, pekerja bangunan itu bekerja sangat lambat. Sangat beda dengan cara kerja mereka yang cepat di negerinya. Sama-sama bekerja sebagai kuli bangunan, namun si bule bisa melancung ke luar negeri, dengan cara menabung beberapa lama/tahun. Sementara pekerja bangunan kita itu, sulit dibayangkan bisa berjalan-jalan ke Eropa mengandalkan upahnya sehari-hari. Itulah sekilas perbedaan nyomplang soal kesejahteraan rakyat di negeri kita dengan di negara-negara Barat.

Tapi sekarang ini, kita merasakan bahwa tingkat kesejahteraan di negeri kita sudah banyak mengalami kenaikan. Penulis masih bisa membandingkan kondisi beberapa tahun yang lalu dengan sekarang. Dulu, di zaman Orba, kalau kita sakit ya harus menanggung sendiri biaya pengobatan. Kalau tidak punya uang ya jangan sakit. Itu guyonan pahit di masa silam.

Tetapi sekarang? Sudah ada BPJS, yang secara umum terasa sekali manfaatnya bagi masyarakat kebanyakan. Belum lama ini tetangga saya memasang ring jantung di RS dengan biaya BPJS termasuk rawat inap tiga hari. Hidup BPJS! Kalaupun ada keluhan di sana-sini soal BPJS, mungkin ulah oknum yang ingin mencari kesempatan dan keuntungan. Misalnya RS yang ogah menerima pasien BPJS untuk rawat inap, lalu mengarang alasan kamar sudah full, dsb. Atau bisa juga disebabkan perilaku warga si pemegang kartu BPJS yang keterlaluan dan terlalu banyak menuntut. Prabowo banget, kata orang. Hihihihih.

Bagi penulis sendiri keberadaan BPJS sangat membahagiakan, karena beberapa kali ke rumah sakit atau klinik untuk berobat, tidak perlu mengeluarkan sepeser uang pun, bahkan sebaliknya membawa pulang obat-obatan yang harganya (sesuai HET di kemasan obat) bisa sampai Rp 500 ribuan! Tapi tentu rasanya akan lebih bahagia lagi kalau BPJS tersebut tidak perlu harus digunakan, yang artinya kita sehat terus. Soal iuran sih tetap bayar. Hehehhehehe....

Makin meningkatnya kesejahteraan masyarakat kita juga terlihat dari sifat pasien di zaman tempo doeloe dengan zaman now. Dulu, orang yang sakit umumnya diantar sanak keluarga ke rumah sakit, meskipun sakitnya tidak seberapa parah. Zaman now sudah merupakan pemandangan biasa jika orang-orang yang sudah sepuh pun, datang sendiri ke RS atau klinik untuk berobat. Atau paling diantar sampai ke lobby, lalu orang tua mendaftar sendiri, antri nomor urut sendiri, dll. 

Suatu pemandangan yang menyenangkan bila melihat pasien-pasien berusia sepuh yang tampaknya sudah rutin ke RS untuk kontrol dan mengambil obat,  menjadi saling kenal dan kerap bersendau-gurau di ruang tunggu. Bahkan ada yang sudah akrab dengan dokternya. Sebulan lalu misalnya, penulis senyum-senyum menyaksikan keakraban beberapa pasien senior, saat dokter yang masih muda dan cantik datang, mau masuk ruang praktek. Salah seorang pasien sepuh yang suka ngomong menyapa, "Pagi Dok, pasien sudah pada ngumpul nih, perlu diabsen enggak Dok?" candanya. "Gak usah," jawab dokter sambil tersenyum.

Keceriaan di antara pasien sepuh juga terbawa sampai ke kantin RS. Setelah mendapatkan nomor antrian, banyak pasien yang mengaku belum sempat sarapan dari rumah, langsung ke kantin. Sambil memesan makanan dan bersantap pun mereka tetap bicara, tak ada kesan bahwa pada dasarnya mereka itu pasien yang hendak berobat. Ada saja yang mereka bicarakan, mulai penyakit masing-masing hingga bagaimana pengalamannya barusan waktu ngantri nomor.

Dan di ruang tunggu, di mana banyak pasien duduk menunggu panggilan, seorang nenek yang mungkin sudah 70-an, dan salah satu pasien kawakan, hampir tak pernah berhenti bicara. Semua dikomentari, semua diajak ngobrol. Bahkan sesekali bertindak sebagai informan. Kalau ada pasien yang kebingungan, mungkin karena baru pertama kali datang ke RS itu, si nenek dengan gaya sok tahu memberikan penjelasan. 

Itulah sekilas gaya pasien zaman now dibanding zaman dahulu. Maka mari kita dukung pemerintah untuk terus bekerja menyejahterakan masyarakat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun