Mohon tunggu...
Hans Pt
Hans Pt Mohon Tunggu... Seniman - Swasta, Sejak Dahoeloe Kala

Biasa-biasa saja

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Ahok Sebaiknya Bagaimana?

14 Agustus 2018   15:33 Diperbarui: 14 Agustus 2018   18:44 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Ahok atau Basuki Tjahaja Purnama itu ibarat mutiara, namun dicampakkan oleh orang-orang yang tidak mengerti nilai suatu barang. Kehadirannya di Balai Kota (Kantor Gubernur DKI Jakarta), walau hanya sebentar, telah menghadirkan banyak kesan yang sulit dilupakan banyak orang. Halaman dan teras Balai Kota bagaikan rumah warga. Sepeninggal Ahok, Balai Kota mendadak sepi dan mencekam. Dan kondisi Ibu Kota zaman now yang seolah balik lagi ke masa tempo doeloe, justru membuat "sang mutiara" itu makin berkilau.

Masih sulit melupakan peristiwa di mana puluhan atau ratusan warga hampir setiap pagi berkerumun di teras kantor itu, menunggu kehadiran Gubernur Ahok di Balai Kota. Tanpa jarak, setiap warga mengadu, curhat ke pimpinan daerahnya itu sambil membawa-bawa map berisi surat-surat yang menguatkan klaimnya. Dan Pak Gubernur melayani dengan sabar, dan cepat memberikan keputusan, misalnya dengan menyuruh stafnya menindaklanjutinya, dsb. Luar biasanya lagi, tidak sedikit orang yang datang hanya untuk selfie dengan mantan bupati Belitung Timur tersebut.

Dan ketika Ahok akhirnya meninggalkan Balai Kota, jutaan warga menangis. Ribuan karangan bunga berisi kalimat ucapan terimakasih menjejali kawasan Balai Kota dan sekitarnya. Hal yang tak pernah terjadi. Fakta yang tidak terbantahkan bahwa Ahok memang dicintai banyak orang, terlebih karena kerja dan integritasnya. Namun mereka adalah silent majority yang beradab, yang tidak mau disuruh begitu saja untuk melakukan aksi demo berpanas-panas, sambil berteriak-teriak mengumbar rasa benci. Hukum dan keadilan dikalahkan oleh aksi demo dan teriakan beringas dari sekumpulan massa. Mutiara itu pun tercerabut dan terbuang. Sementara.

Kalau tidak ada aral melintang, Ahok yang dipenjara sejak dua tahun lalu atas tuduhan menista agama, dalam waktu dekat akan bebas murni. Dia akan melangkah dari rumah tahanan Mako Brimob Kelapadua, Depok, menuju dunia bebas. Dia akan disambut suhu panas dan hingar-bingar politik dalam negeri yang akan menuju klimaksnya pada Pilpres 2019 nanti. Capres Joko Widodo - KH Ma'ruf Amin akan berhadapan dengan Prabowo Subianto - Sandiaga Uno.

Ahok yang malang. Andaikata saja tidak tersandung "penistaan agama", kemungkinan besar dialah yang mendampingi Jokowi di periode kedua tersebut. Bisa saja ada orang yang menolak dan mempersoalkan keberadaannya sebagai gubernur DKI karena non-muslim. Namun konstitusi tidak mempersoalkan itu. Sebab siapa pun warga negara, kalau memang memenuhi syarat, boleh menjadi pejabat, gubernur, dan bahkan presiden di negeri ini. 

Tapi Ahok dan kasus yang menjeratnya telah mengubah negeri ini. Kekuatan massa yang dibumbui sentimen agama ternyata bisa dijadikan senjata untuk meraih tujuan politik. Dan cara-cara ini yang hendak dilakukan oleh mereka untuk menghadang Jokowi.

Begitu bodohnya kan rakyat kita? Hanya karena ditaburi sedikit bumbu agama oleh oknum politikus yang tidak bermoral, banyak rakyat yang kehilangan nalar dan hati nuraninya. Bagaimana bisa seorang Jokowi yang jelas-jelas orang yang taat beragama itu malah dimusuhi banyak orang yang lebih kepincut pada seseorang yang aktivitas keberagamaannya tidak jelas? 

Lebih tragisnya lagi, oknum yang tidak jelas aktivitas keberagamaannya ini dipercaya menjadi pemimpin yang akan membawa negeri ini ke suasana yang agamis. Banyak orang yang terpengaruh dan menjadi bodoh oleh ulah para politikus ambisius, dan oportunis yang mencari kesempatan dalam kekisruhan yang mereka ciptakan dengan kemasan agama.

Dalam situasi dan kondisi di mana isu agama masih bisa diperjualbelikan, disalahgunakan untuk membodoh-bodohi orang itulah, Jokowi akhirnya menggandeng KH Ma'ruf Amin--seorang ulama senior, kharismatik--menjadi cawapresnya. Dengan keberadaan ketua umum MUI ini, maka segala tudingan sumir berbau agama yang diarahkan ke Jokowi, dapat diminimalisir. 

Sebab bagaimanapun juga, senjata dengan memainkan isu agama ini tidak bisa diabaikan oleh kelompok tersebut begitu saja, karena "sukses" Pilkada DKI 2017 masih kuat aromanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun