Mohon tunggu...
Hanna Cynthia
Hanna Cynthia Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen Sejarah | Sepotong Surat

7 November 2017   20:09 Diperbarui: 7 November 2017   20:14 939
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Apa kamu tahu saat ini Daendels sedang memerintah Indonesia?" tanyaku pada temanku,  Niana.

"Wah, aku baru saja tahu, terima kasih infonya!" jawabnya. Pada saat itu, Daendels sedang diangkat menjadi gubernur jenderal atas Indonesia untuk mempertahankan Pulau Jawa dari serangan Inggris. Aku, atau sering dikenal dengan nama Rena, langsung disuruh untuk ikut membangun jalan pos yang Daendels rencanakan. Namun, ibuku belum kuberitahu tentang kerja membangun jalan pos itu.

Pada waktu itu, Daendels memerintahkan seluruh orang Indonesia untuk membuat jalan pos dari Anyer di Jawa Barat sampai Panarukan di Jawa Timur. Aku hampir pingsan mendengar hal tersebut saat pertama kali diumumkan karena aku memikirkan kondisi ibuku yang tidak memungkinkan untuk ikut. Dalam benakku, jalan pos itu akan terbentang sekitar 1000 km jauhnya dan nantinya harus ikut untuk membangun jalan tersebut. 

Belum lagi saat disebutkan bahwa akan digunakan sistem kerja rodi. Ketika itu hari sudah mulai malam, ibuku yang terbaring sakit pun terus berkata padaku untuk terus berjuang sampai akhir dan apa yang sedang kulakukan harus kuselesaikan sampai akhirnya nanti. Kata-kata itu terus mengiang-ngiang dalam pikiranku.

Malam itu, aku langsung memberitahu ibuku tentang kerja rodi membangun jalan pos itu. Ibuku yang sedang terbaring pun terbangun ketika aku hendak membangunkannya. "Ibu, saat ini Daendels mewajibkan kita untuk ikut kerja rodi membangun jalan pos. Aku wajib ikut, Bu." ucapku pada ibuku. Ibuku dengan lemas berkata," Kalau memang harus begitu, hati-hati ya, jaga kesehatan, jangan khawatirkan Ibu. Ibu akan baik-baik saja."

Keesokkan harinya..

"Kamu yakin mau ikut membangun jalan pos itu? Pake kerja rodi lagi, capek tahu." ucapku sambil menunjukkan muka malasku. Dalam pikiranku kerja rodi itu merupakan kerja paksa, semua orang diwajibkan untuk mengikutinya. Pikiranku langsung beralih kemana-mana sampai membayangkan aku meninggal dalam kondisi yang sangat buruk.

"Kita wajib ikut, Na. Lebih baik kita berusaha berjuang bersama daripada nanti ketahuan tidak ikut malah diberi hukuman lho. Apalagi kita sebagai orang asli Indonesia harus dong untuk membangun Indonesia walaupun dengan sistem kerja rodi." jelasnya sambil menggunakan raut wajah yang sedih pada akhirnya.

"Ya sudah lah, aku pasrah saja. Kalau aku meninggal nanti, kamu jaga...." jawabku singkat dan Niana memotong pembicaraanku. "Jangan berbicara seperti itu." balasnya singkat.

***

Pada saat kami membangun jalan pos tersebut, banyak orang yang sudah tua pun ikut membantu karena Daendels mewajibkan semua warga Indonesia untuk ikut. Saat masih awal mula membangun jalan itu, aku masih sangat termotivasi untuk bergerak maju karena Niana. Ibuku yang sedang sakit masih berada di rumah karena badannya tidak kuat untuk berdiri. Daendels belum mengetahui hal tersebut. Aku takut saat Daendels tahu, Ibuku akan dipaksa bekerja dengan keadaan yang tidak memungkinkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun