"Eh Rahmat, badanmu besar. Jangan kencang-kencang dorongnya, nanti aku kalah!" teriak Andung.
Tapi Rahmat yang keburu nafsu pakai semua tenaganya di putaran pertama, langsung kehabisan tenaga di putaran kedua. Nafasnya ngos-ngosan. Ia duduk di tengah lapangan, membiarkan gokar Jumari meluncur dan akhirnya berhenti sendiri.
"Badan doang besar, ternyata tenaga kurang!" ejek Andung sambil melaju di putaran ketiga.
"Aku traktir nanti!" teriak Andung sombong begitu melewati garis finish.
***
Seperti biasa, sebelum pulang anak-anak akan memanfaatkan apa yang ada di pabrik Badri. Kalau tidak membawa pulang abu merang untuk mencuci piring, mereka membawa merang untuk pupuk tanaman.
Di sisi kiri bangunan ada gudang pembuangan. Kami tak pernah dilarang masuk, kecuali saat musim pengeringan gabah ketika seluruh lapangan dipenuhi jemuran padi.
Burung-burung sering beterbangan di sana, mematuk-matuk sisa padi. Kadang ada yang menabrak dinding tinggi, lalu jatuh ke bawah.
"Mat, ada burung jatuh!" teriak Tata.
Anak-anak punya cara "ajaib" untuk menyadarkan burung yang pingsan: meniup bagian anusnya.
"Yang ini mati," ujar Andung yang menyusul Tata. Tapi ia tetap meniupnya berkali-kali.