Sejak kecil, saya sering mendengar kata halal dan haram dari orang tua maupun orang-orang sekitar. Tapi jujur, dulu saya hanya memahami sebatas kalimat “boleh dan tidak boleh makan sesuatu”, seperti makan babi itu haram, sedangkan makan sapi atau ayam itu halal. Pemahaman saya waktu kecil memang sesederhana itu tentang halal dan haram yaitu hanya berkaitan dengan makanan yang boleh dimakan dan yang tidak boleh dimakan. Namun seiring bertambahnya usia dan semakin banyak pengalaman hidup, saya mulai sadar bahwa konsep dari halal dan haram ternyata jauh lebih luas daripada sekadar urusan makanan saja. Nilai itu mencakup seluruh aspek kehidupan manusia mulai dari cara hidup, cara kita mencari rezeki, berinteraksi sosial, sampai hal-hal terkecil seperti cara berpakaian dan penggunaan media sosial di era digital seperti sekarang ini. Oleh sebab itu, saya ingin refleksi sedikit tentang bagaimana konsep ini yang saya rasakan dan terapkan dalam kehidupan sehari-hari, terutama di zaman sekarang ini.
Semakin saya mengenal dunia, semakin saya menyadari bahwa halal dan haram adalah dua konsep penting yang menjadi dasar dari moral dan etika dalam Islam. Keduanya bukan hanya sekedar aturan yang membatasi kebebasan manusia, tapi justru menjadi pedoman agar manusia tidak tersesat dalam menjalani kehidupan. Allah menetapkan halal dan haram bukan untuk mempersulit umat-Nya, melainkan untuk menjaga kemurnian hati, akhlak, dan keseimbangan hidup manusia agar tetap berada di jalan yang benar. Jadi, kalau dulu saya berpikir halal dan haram itu cuma urusan makanan, sekarang saya tahu bahwa maknanya jauh lebih mendalam, yaitu tentang bagaimana kita menjaga diri agar hidup kita diridhai oleh Allah.
Kalau berbicara tentang pengalaman pribadi, saya pernah mengalami dilema yang cukup membuat saya berpikir panjang. Waktu itu, saya ditawari pekerjaan freelance dengan bayaran yang cukup besar, tapi waktu saya cek lebih dalam, ternyata proyek itu berhubungan sama promosi produk yang kurang jelas kehalalannya. Awalnya, saya sangat tergiur karena siapa sih yang tidak mau mendapatkan penghasilan tambahan, apalagi di tengah kebutuhan hidup yang semakin meningkat?, tapi setelah saya pikir ulang, saya merasa tidak tenang kalau harus menerima tawaran tersebut, sebab saya takut Allah tidak meridhai semua perbuatan yang saya lakukan dikarenakan hal yang belum jelas kehalalannya
Keputusan itu memang tidak mudah saya ambil, apalagi ketika melihat orang lain dengan santainya mengambil proyek serupa tanpa pikir panjang. Tapi dari pengalaman itu saya belajar satu hal penting yaitu sesuatu yang tampak menguntungkan secara duniawi belum tentu membawa keberkahan. Rezeki yang halal memang tidak selalu datang dengan cepat atau dalam jumlah besar, tapi di dalamnya ada ketenangan batin yang tidak bisa dibeli dengan uang. Saya jadi paham bahwa menjaga diri dari yang haram bukan berarti membatasi peluang, justru itu bentuk perlindungan dari Allah agar hidup kita tetap bersih dan penuh keberkahan.
Selain dari pengalaman pribadi, saya juga sering memperhatikan dalam kehidupan sehari-hari bagaimana konsep halal dan haram mulai kabur di mata sebahagian orang. Banyak yang bilang “yang penting niatnya baik” padahal cara yang dipakai tidak sesuai dengan syariat yang ada. Misalnya, seseorang berdalih menyebarkan gosip atau membuka aib orang lain “demi kebaikan” atau “agar orang lain waspada”. Padahal, dalam pandangan Islam, membuka aib orang lain tetap termasuk perbuatan yang dilarang dan bisa berdosa.
Ketika saya merenungkan hal ini lebih dalam, saya semakin sadar bahwa memahami halal dan haram bukan hanya soal menaati perintah, tetapi juga tentang menjaga hati dan ketenangan hidup. Misalnya, dalam hal makanan, dengan memastikan yang kita makan itu halal, hati rasanya lebih tenang dan damai. Kita merasa lebih yakin dalam berdoa, karena makanan halal yang masuk ke tubuh menjadi sumber kekuatan dan keberkahan. Dalam hal rezeki pun begitu, saya jadi lebih berhati-hati dalam memilih pekerjaan dan tidak semua peluang harus saya ambil, apalagi kalau dengan cara yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam.
Memang sih, terkadang mengikuti aturan halal dan haram terasa ribet atau rumit di zaman sekarang. Banyak hal yang terlihat biasa saja padahal kalau kita telaah lebih dalam bisa mengandung unsur haramnya, entah dari cara mendapatkannya atau dampaknya bagi orang lain. Tapi justru di situlah letak tantangannya. Nilai halal dan haram itu seperti kompas atau petunjuk arah bagi moral untuk menjaga kita agar tidak kehilangan arah di tengah derasnya arus dunia modern yang serba cepat dan penuh godaan ini.
Tantangan yang paling besar menurut saya sekarang adalah bagaimana kita bisa tetap berpegang teguh dengan prinsip tentang halal dan haram di tengah dunia yang serba fleksibel. Banyak banget hal yang sekarang dianggap “abu-abu”, terutama di dunia digital. Misalnya, menyebarkan informasi tanpa mencari tahu dulu kebenarannya, atau mengikuti gaya hidup yang ternyata tidak sesuai dengan nilai Islam. Di sinilah pentingnya terus belajar dan memperdalam pemahaman tentang agama, supaya kita bisa menilai suatu hal dengan bijak dan tidak terjebak dalam hal yang bertentangan dengan syariat.
Selain belajar, kita juga perlu menanamkan kesadaran bahwa halal dan haram itu bukan hanya urusan pribadi, melainkan juga berdampak terhadap sosial. Kalau seseorang bekerja dengan cara yang haram, misalnya korupsi atau menipu orang lain, maka yang rugi bukan cuma dirinya, tapi juga orang lain yang berada sekitarnya. Jadi menjaga kehalalan dalam hidup sebenarnya juga bentuk sebagai tanggung jawab sosial. Hidup yang halal bukan cuma tentang diri sendiri, tapi juga tentang bagaimana kita bisa memberikan manfaat dan tidak merugikan orang lain.
Dari semua pengalaman dan pengamatan itu, saya belajar bahwa konsep halal dan haram itu bukan dibuat untuk membatasi kita, tapi justru untuk melindungi. Kalau kita jujur sama diri sendiri dan berusaha mengikuti aturan Allah, hidup jadi lebih tenang dan penuh berkah. Memang, tidak selalu mudah buat istiqamah dalam menjaga prinsip halal dan haram, terutama di zaman modern yang penuh godaan dunia seperti sekarang ini. Tapi saya percaya, semakin kita berusaha menyesuaikan diri dengan nilai-nilai Islam, semakin banyak ketenangan yang akan kita rasakan.
Nilai halal dan haram juga mengajarkan saya untuk lebih menghargai proses. Tidak semua hal bisa didapatkan secara instan, dan tidak semua yang cepat itu baik. Terkadang, menunggu dan bersabar dalam jalan yang halal justru membawa keberkahan yang lebih besar. Prinsip ini membuat saya lebih berhati-hati dalam mengambil setiap keputusan dan lebih menghargai usaha yang jujur.