Dedi Mulyadi dikenal dengan sapaan Kang Dedi atau diinisialkan dengan singkatan KDM adalah seorang aktivis dan politikus berkebangsaan Indonesia, yang saat ini menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat untuk periode 2025--2030. Dedi Mulyadi lahir di Kampung Sukadaya, Desa Sukasari, Kecamatan Dawuan, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Dia merupakan putra bungsu dari sembilan bersaudara. Ayahnya, Sahlin Ahmad Suryana merupakan pensiunan Tentara Prajurit Kader sejak usia 28 tahun akibat sakit yang diderita sebagai dampak racun mata-mata kolonial. Ibunya, Karsiti yang tidak pernah mengenyam bangku sekolah adalah aktivis Palang Merah Indonesia.
Dedi Mulyadi terjun ke dunia politik dimulai ketika ia terpilih menjadi Anggota DPRD Purwakarta pada Periode 1999-2004 dan menjabat sebagai Ketua Komisi E. Akan tetapi pada tahun 2003, ia terpilih sebagai Wakil Bupati Purwakarta Periode 2003-2008 berpasangan dengan Lily Hambali Hasan. Pada tahun 2008, ia mencalonkan diri sebagai Bupati Purwakarta Periode 2008-2013 berpasangan dengan Dudung B. Supardi, dan menjadi Bupati Purwakarta pertama yang dipilih langsung oleh rakyat. Pada periode selanjutnya, ia terpilih kembali menjadi Bupati Purwakarta Periode 2013-2018 berpasangan dengan Dadan Koswara.
Pada tanggal 28 Agustus 2024, Dedi Mulyadi mencalonkan diri sebagai Calon Gubernur Jawa Barat bersama dengan Erwan Setiawan sebagai Calon Wakil Gubernur Jawa Barat (2025-2030) dari Koalisi Indonesia Maju (KIM). Dan juga Dedi-Erwan mendaftarkan diri ke Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Provinsi Jawa Barat. Dengan mengusung visi "Jabar Istimewa", menjadikan visinya sebagai Provinsi yang memiliki keistimewaan dari segala aspek, yaitu Kesehatan, Pendidikan, Sosial-Budaya, Lingkungan, dan lapangan kerja. Hingga hasil Pemilu Gubernur Jawa Barat 2024, pasangan Dedi-Erwan memenangkannya dengan perolehan suara tertinggi sepanjang sejarah Pemilu Gubernur Jawa Barat sebanyak 62,22 persen, atau 14.130.192 suara berdasarkan hasil rekapitulasi dari KPUD Provinsi Jawa Barat. Tepat 100 hari menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi mencatatkan capaian politik yang mencengangkan. Survei Indikator Politik Indonesia (Mei 2025) menunjukkan tingkat kepuasan publik terhadapnya hampir menyentuh angka 95%. Angka yang sangat tinggi bagi ukuran kepala daerah di Indonesia. Bahkan mungkin angka yang belum pernah dicapai oleh seorang gubernur di awal masa jabatan dalam sejarah dinamika politik Jawa Barat.
Sejak ia muncul menjadi aktor politik lokal di Purwakarta hingga masuk gelanggang politik di Jawa Barat, Dedi telah mengamalkan apa yang disebut oleh pemikir dari negeri kincir angin Cornelis Anthonie van Peursen sebagai "Strategi Kebudayaan". Ia menghidupkan narasi mitis lewat simbol dan budaya Sunda; menggeser birokrasi ke arah ontologis dengan membongkar praktik seremonial yang dianggap mubah; dan melangkah ke fungsional dengan kebijakan langsung yang dinilai banyak orang efektif. Dengan memanfaatkan budaya lokal, Dedi Mulyadi sedang mengkonversi modal budaya menjadi kapital elektoral dan modal politik yang bisa dikonversi menjadi dukungan massa dan legitimasi demokratis. Hampir setiap hari Dedi bertemu rakyat, bicara dengan bahasa rakyat. Ia hadir di gubuk, di barak, di pasar, di kampung, di acara-acara kebudayaan, bahkan ke gorong-gorong. Ia pun menghindari bahasa birokrasi, memilih narasi langsung, kadang dengan selipan umpatan khas bahasa Sunda kasar yang membuat publik merasa dirinya "seperti kita".
Dedi berhasil membentuk ruang kultural yang baru di tengah politik Jawa Barat. Ia membalik logika patronase lama yang kaku menjadi patronase emosional yang cair, menyentuh hati. Tampil tidak seperti pejabat pada umumnya. Ia mampu mencipta efek "cultural shock" (geger budaya), membongkar kebiasaan birokratis lama, mengguncang tatanan yang mapan, dan memaksa publik serta pejabat menyesuaikan diri dengan gayanya yang baru. Dedi Mulyadi membongkar isi APBD Jawa Barat secara gamblang lewat media sosial sekaligus membeberkan alasan soal prioritas anggaran untuk pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur, bukan dihamburkan untuk hal-hal remeh. Anggaran perjalanan dinas, studi banding, hingga rapat-rapat yang tak berdampak nyata dipangkas habis. Bahkan anggaran baju dinas dan mobil baru Gubernur pun dicoret, karena baginya, kemewahan bukan bagian dari kerja pelayanan. Yang lebih berani lagi, ia membuka ke publik siapa saja lembaga dan yayasan yang selama ini menerima kucuran dana besar tanpa pengawasan rakyat.
Lelaki yang identik dengan pakaian dan ikat kepala serba putih itu kerap kali jadi sorotan karena gebrakan-gebrakannya setelah menjadi Gubernur Jawa Barat. Mantan Bupati Purwakarta ini kerap membuat kebijakan yang mencuri perhatian publik. Misalnya saja soal kebijakan membongkar bangunan liar yang berdiri di bantaran Kali Sepak, Desa Srimukti dan Srijaya, Tambun Utara, Bekasi pada Maret 2025 lalu. Kebijakan ini diambil Dedi untuk mengatasi masalah banjir yang tak kunjung usai sejak beberapa tahun belakangan.Dedi memimpin langsung pembongkaran ini. Meski menimbulkan pro kontra, tapi tak sedikit yang kemudian mendukung langkah mantan Anggota DPR RI tersebut. Beberapa pihak menilai langkah Dedi sudah tepat. Kali yang selama ini menyempit dan tersumbat akibat keberadaan bangunan liar kini mulai normal usai dilakukan pembongkaran bangunan dan pengorekan. Yang membuat Dedi banyak didukung masyarakat karena kebijakannya ini danggap cukup humanis. Ia tidak serta merta melakukan pembongkaran, tapi menjanjikan bantuan bagi pemilik warung yang lapaknya dibongkar.
Tidak berhenti sampai disitu, gebrakan lain yang cukup mencuri perhatian publik adalah ketika Dedi Mulyadi membuat kebijakan terkait pengiriman anak nakal ke barak militer. Anak-anak nakal yang sudah tidak bisa dinasihati orang tuanya kini digembleng oleh tentara. Di satu sisi, kebijakan ini dianggap cukup baik untuk menekan angka kenakalan remaja. Di lain hal, beberapa pihak menentang karena khawatir anak yang dikirim ke barak militer akan semakin nakal usai keluar dari pendidikan. Selain itu, pihak yang menentang menegaskan bahwa pengiriman anak ke barak militer dikhawatirkan akan menghilangkan hak anak.
Karena ramainya perhatian publik terhadap Dedi Mulyadi, ia tak lepas dari kritikan beberapa pihak yang mungkin tidak senang dengan gayanya memimpin. Banyak pihak yang kemudian menyematkan beberapa julukan kepada mantan Anggota DPRD Purwakarta itu. Mulai dari julukan yang positif, hingga julukan yang negatif. Julukan positif terhadap Dedi Mulyadi misalnya "Bapak Aing". Julukan ini diberikan oleh warga Sunda yang senang dengan kepemimpinan Dedi Mulyadi. Banyak pihak yang merasa terbantu dengan kepemimpinan Dedi Mulyadi. Ia kerap memberikan solusi jika mengambil tindakan. Misalnya saja soal penertiban. Dedi selalu memberikan uang pada pedagang yang terdampak penertiban. Dedi Mulyadi juga dijuluki Mulyono Jilid II. Hal ini terjadi karena gaya kepimpinan Dedi yang mirip dengan Jokowi. Saat Jokowi menjadi kepala daerah, ayah dari Gibran Rakabuming Raka itu sering masuk ke got. Cara ini juga dilakukan Dedi saat memimpin. Namun, Dedi menganggap julukan itu dilontarkan oleh buzzer yang tak senang dengan cara kepimpinannya. Bukan cuma itu, Dedi Mulyadi juga sempat dijuluki Gubernur Konten oleh Gubernur Kalimantan Timur, Rudy Masud. Meski maksud Rudy bukan negatif, tapi warganet terlanjur kesal dengan Rudy, karena dianggap kinerja Gubernur Kaltim itu belum ada apa-apanya dengan yang telah dibuat Dedy Mulyadi. Meski begitu, Dedi merespon santai julukan ini. Ia bahkan membalasnya dengan mengatakan, bahwa dengan ngonten, dia berhasil menurunkan biaya belanja iklan di pemerintahan.
Tidak cukup sampai disitu, Dedi Mulyadi juga dijuluki Raja Sunda. Julukan ini disematkan kepada Dedi ketika ramai isu soal Raja Jawa. Namun, julukan Raja Sunda terhadap Dedi lebih baik ketimbang Raja Jawa. Dedi dianggap sebagai kepala daerah yang selalu menjaga dan mempromosikan budaya Sunda kepada masyarakat luas. Ia tak segan-segan mengajak semua khalayak, khususnya warga Sunda untuk tetap mencintai budayanya sendiri. Ada lagi julukan lain terhadap Dedi Mulyadi. Ia disebut sebagai Gubernur Pencitraan. Julukan ini disematkan kepada Dedi karena dia gemar sekali membuat konten dalam tiap kegiatannya. Namun begitu, Dedi tetap menjalankan aktivitas ngontennya. Sebab, julukan-julukan negatif terhadap Dedi ini dianggap sebagai bagian dari pekerjaan buzzer yang memang ingin menyerang mantan Ketua DPD Golkar Jawa Barat itu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI