NAMA: Hanifah Nur A.
NIM: 232121005
KELAS: 4A HKI
Â
REVIEW SKRIPSI
Â
IDENTITAS SKRIPSI
JUDUL SKRIPSI : Kritik Faqihudin Abdul Qadir Tentang Poligami Perspektif  Perundang-undangan dan Pro-Kontra Poligami di Indonesia
NAMA MAHASISWA : Nur Hamidah
NIM : 172121064
PROGRAM STUDI : Hukum Keluarga Islam
TAHUN : 2022
HALAMAN : 84
Â
PENDAHULUAN
Skripsi yang berjudul "Kritik Faqihuddin Abdul Kodir tentang Poligami: Perspektif Perundang-undangan dan Pro-Kontra Poligami di Indonesia" merupakan suatu kajian akademik yang menarik dan relevan untuk ditelaah lebih lanjut, mengingat praktik poligami hingga saat ini masih menjadi isu yang memicu perdebatan di tengah masyarakat Indonesia. Dalam konteks sosial-keagamaan yang kompleks, poligami tidak hanya menyangkut ajaran agama, tetapi juga menyentuh aspek keadilan, kesetaraan gender, serta perlindungan hukum bagi perempuan dan anak.
Penulis skripsi berupaya mengangkat pemikiran Faqihuddin Abdul Kodir, seorang intelektual Islam progresif yang dikenal vokal dalam menyuarakan tafsir keagamaan yang berkeadilan gender, khususnya dalam isu-isu seperti poligami. Faqihuddin mengkritik praktik poligami dari sudut pandang maqid al-syar'ah dan menekankan bahwa poligami kerap menimbulkan ketidakadilan terhadap perempuan, yang seharusnya menjadi perhatian utama dalam menafsirkan teks-teks agama. Kritik tersebut kemudian dibandingkan dengan pengaturan poligami dalam perundang-undangan di Indonesia, seperti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (KHI), serta dikaitkan dengan dinamika pro dan kontra yang berkembang di masyarakat.
Pendekatan yang digunakan dalam skripsi ini tidak hanya bersifat normatif-yuridis, tetapi juga menyentuh aspek sosiologis dan teologis, sehingga memberikan sudut pandang yang lebih luas terhadap praktik poligami. Penulis skripsi juga berusaha menyajikan bagaimana hukum positif di Indonesia merespons persoalan ini, serta bagaimana realitas sosial masyarakat mempengaruhi penerimaan atau penolakan terhadap poligami.
Sebagai reviewer, peninjauan terhadap skripsi ini menjadi penting untuk mengevaluasi seberapa dalam penulis memahami pemikiran tokoh yang dikaji, ketepatan metode yang digunakan, relevansi sumber hukum yang dijadikan dasar analisis, serta bagaimana penulis merumuskan kesimpulan terhadap polemik yang sedang berlangsung. Dengan demikian, review ini akan mengkaji kekuatan dan kelemahan skripsi baik dari aspek substansi maupun teknik penulisan akademik.
ALASAN MEMILIH JUDUL INI UNTUK DI REVIEW
Judul skripsi "Kritik Faqihuddin Abdul Kodir tentang Poligami: Perspektif Perundang-undangan dan Pro-Kontra Poligami di Indonesia" dipilih untuk direview karena memuat isu yang sangat relevan dan kontekstual dengan dinamika sosial dan hukum di Indonesia saat ini. Poligami merupakan salah satu praktik yang sah dalam hukum Islam namun memiliki implikasi sosial yang kompleks, terutama terkait keadilan gender, hak perempuan, dan perlindungan hukum dalam institusi keluarga.
Pemikiran Faqihuddin Abdul Kodir sebagai tokoh yang mengusung tafsir progresif berbasis keadilan gender menarik untuk dikaji lebih dalam karena menawarkan sudut pandang alternatif terhadap pemahaman keagamaan yang konservatif. Kritik beliau terhadap praktik poligami tidak hanya bersifat teologis, tetapi juga bersentuhan langsung dengan realitas sosial dan regulasi hukum nasional.
Selain itu, skripsi ini menggabungkan pendekatan hukum (normatif) dengan pendekatan sosiologis dan teologis, sehingga memberikan kajian multidisipliner yang sangat layak untuk dianalisis dan dievaluasi. Peninjauan terhadap skripsi ini juga menjadi penting untuk mengukur seberapa kuat argumentasi akademik penulis dalam mengaitkan pemikiran tokoh, landasan hukum, dan respons masyarakat terhadap isu yang sedang berkembang.
Dengan mereview skripsi ini, diharapkan dapat diperoleh pemahaman yang lebih kritis dan seimbang tentang bagaimana wacana poligami diperdebatkan dalam ranah akademik, agama, dan hukum, serta bagaimana kontribusi pemikiran tokoh seperti Faqihuddin Abdul Kodir dalam membentuk perspektif yang lebih adil dan manusiawi terhadap perempuan dalam konteks perkawinan.
Â
PEMBAHASAN HASIL REVIEW
BAB 1
A. Latar Belakang
Perkawinan dalam Islam merupakan ikatan lahir batin antara laki-laki dan perempuan yang bertujuan membentuk rumah tangga yang bahagia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Prinsip monogami menjadi asas utama dalam perkawinan, sebagaimana ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan dianjurkan dalam Al-Qur'an. Meskipun demikian, Islam memberikan kelonggaran terhadap poligami dengan syarat utama keadilan. Namun, keadilan yang dimaksud kerap sulit diterapkan secara adil, baik secara materi maupun emosional.
Pandangan Faqihuddin Abdul Kodir menekankan bahwa ajaran Islam pada dasarnya lebih mengedepankan monogami dibanding poligami. Faqih melihat bahwa ayat tentang poligami seharusnya dipahami sebagai anjuran monogami untuk mencegah ketidakadilan terhadap perempuan. Ia mengkritik praktik poligami yang seringkali melahirkan ketidakadilan dan penderitaan bagi perempuan.
Penulis tertarik untuk mengkaji lebih lanjut kritik Faqihuddin Abdul Kodir terhadap poligami karena ia menawarkan perspektif baru yang berpihak pada keadilan dan kesetaraan gender. Oleh karena itu, penelitian ini mengangkat judul "Kritik Faqihuddin Abdul Qodir Tentang Poligami: Konteks Perundang-undangan dan Pro-Kontra Poligami di Indonesia".
Â
B. Rumusan Masalah
Skripsi ini mengkaji dua persoalan sebagai berikut:
1. Bagaimana subtansi kritik Faqihuddin Abdul Kodir tentang poligami dan metode?
2. Bagaimana kedudukan kritik Faqihuddin Abdul Kodir dalam konteks ketentuan poligami dalam hukum keluarga di Indonesia dan dalam konteks pro-kontra poligami di masyarakat?
Â
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mendeskripsikan subtansi kritik Faqihuddin Abdul Kodir tentang poligami dan metode
2. Untuk mendeskripsikan kedudukan kritik Faqihuddin Abdul Kodir dalam konteks ketentuan poligami dalam hukum keluarga di Indonesia dan dalam konteks pro-kontra poligami di masyarakat
Â
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk melengkapi kajian sebelumnya. Penelitian ini juga diharapkan berguna sebagai pedoman rujukan untuk penelitian selanjutnya.
Â
Â
2. Praktis
Sebagai wawasan pengetahuan yang dapat berguna ketika peneliti sudah berperan aktif dalam masyarakat
Â
E. Telaah Pustaka
Telaah pustaka dalam skripsi ini menunjukkan bahwa kritik terhadap pemikiran Faqihuddin Abdul Kodir mengenai poligami bukanlah hal yang baru. Beberapa karya ilmiah sebelumnya telah mengangkat tema serupa, meskipun dengan fokus atau pendekatan yang berbeda. Penelitian-penelitian yang dikaji dalam telaah pustaka ini meliputi:
1. Skripsi Ali Bahrun (IAIN Jember) -- Membahas pemikiran Quraish Shihab tentang keadilan dalam poligami. Persamaannya terletak pada topik poligami, namun berbeda dari sisi tokoh dan fokus pembahasan.
2. Skripsi Lija Aruan (Universitas Sumatera Utara) -- Menganalisis asas monogami dalam UU Perkawinan dan ajaran Katolik. Bedanya terletak pada fokus agama dan pendekatan normatif terhadap asas monogami.
3. Skripsi Milia Yuliasari (Universitas Islam Sultan Agung) -- Menelaah asas monogami dalam KHI dengan pendekatan maqashid syariah. Fokus utamanya adalah asas monogami, bukan kritik terhadap poligami.
4. Artikel Euis Nur Fu'udah & Yumidiana Tya Nugraheni -- Membahas hadis kepemimpinan perempuan dengan pendekatan qira'ah mubadalah, yang juga digunakan oleh Faqihuddin Abdul Kodir.
5. Artikel Anis Hifayatul Intihanah -- Membahas hukum keluarga Islam ramah gender dengan teori mubadalah sebagai pendekatan utama.
Penulis skripsi ini menekankan bahwa meskipun terdapat kesamaan tema dan teori (seperti mubadalah), skripsi ini memiliki kebaruan (novelty) pada substansi kritik Faqihuddin Abdul Kodir terhadap poligami, metode kritik yang digunakan, serta analisis terhadap kedudukan kritik tersebut dalam konteks perundang-undangan dan pro-kontra di masyarakat.
Â
F. Kerangka Teori
Bagian ini sudah disusun dengan runtut, dimulai dari pandangan fiqh klasik, regulasi hukum Indonesia, hingga pandangan tokoh seperti Quraish Shihab dan Musdah Mulia. Pemanfaatan sumber-sumber akademik cukup kuat dan relevan. Namun, terdapat beberapa hal yang perlu diperbaiki, yaitu: Kalimat cenderung panjang dan bertele-tele, perlu penyederhanaan. Terdapat pengulangan informasi, seperti penyebutan Undang-Undang. Konsistensi penulisan kutipan dan istilah akademik (judul buku/jurnal sebaiknya dicetak miring). Pendalaman analisis Musdah Mulia bisa lebih diperkuat untuk menonjolkan sudut pandang kritis terhadap poligami dalam konteks HAM.
Secara keseluruhan, bagian ini sudah menunjukkan dasar teori yang kuat, tetapi masih perlu perbaikan gaya bahasa dan teknis penulisan agar lebih akademis dan efektif.
Â
G. Metode Pnelitian
Bagian metode penelitian dalam skripsi ini telah diklasifikasikan sebagai penelitian kepustakaan (library research), yang memang sesuai dengan pendekatan normatif dalam studi hukum. Peneliti mengandalkan sumber-sumber tertulis seperti buku, jurnal, artikel, dan dokumen hukum sebagai dasar kajian. Pemilihan metode ini tepat karena permasalahan yang dibahas bersifat yuridis normatif dan dapat dianalisis melalui bahan hukum yang sudah ada tanpa perlu terjun langsung ke lapangan.
Sumber data yang digunakan adalah data sekunder, yang dibagi menjadi dua, yaitu bahan primer dan bahan sekunder. Bahan primer terdiri dari Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang menjadi dasar hukum utama dalam pembahasan. Sementara itu, bahan sekunder mencakup buku-buku, jurnal ilmiah, laporan penelitian, skripsi, tesis, disertasi, serta informasi dari situs web yang relevan. Klasifikasi ini sudah sesuai dengan standar penelitian hukum normatif.
Namun demikian, redaksi dalam bagian ini masih perlu disempurnakan. Beberapa kalimat tidak efektif dan terdapat kesalahan seperti penyebutan angka "26" dan "27" yang tidak dijelaskan atau tidak terhubung dengan catatan kaki atau daftar pustaka. Selain itu, bagian ini akan lebih kuat jika ditambahkan penjelasan mengenai teknik analisis data yang digunakan dalam mengolah sumber-sumber hukum tersebut. Dengan perbaikan pada aspek teknis dan sistematika penulisan, bagian metode ini akan menjadi lebih komprehensif dan ilmiah.
Â
H. Sistematika
Bagian sistematika pembahasan dalam skripsi ini telah disusun ke dalam lima bab, yang secara umum menunjukkan alur pemikiran yang logis dan terstruktur. Tiap bab memiliki tema dan fokus pembahasan yang saling terkait, mulai dari pendahuluan, landasan teori dan konteks, tokoh yang dikaji, analisis substansi, hingga kesimpulan akhir. Ini merupakan kerangka yang lazim digunakan dalam penulisan skripsi berbasis studi kepustakaan, khususnya di bidang hukum Islam atau studi pemikiran tokoh.
Namun, secara redaksional masih terdapat beberapa kekurangan. Misalnya, pada deskripsi Bab I, kalimatnya panjang dan kurang sistematis. Penjelasan sebaiknya disusun dalam kalimat yang lebih rapi, seperti: "Bab I berisi pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah, rumusan masalah, serta fokus kajian terhadap kritik Faqihuddin Abdul Kodir mengenai praktik poligami." Begitu pula pada Bab III, terdapat pengulangan frasa "mengenal Faqihuddin Abdul Kodir" dalam satu kalimat, yang sebaiknya diringkas.
Selain itu, penjelasan Bab IV masih terlalu umum dan dapat diperinci lebih lanjut agar pembaca memahami dengan jelas apa yang akan dianalisis, misalnya menambahkan apakah kritik tersebut ditinjau dari aspek metodologi, hukum Islam, atau konteks sosial. Dengan sedikit perbaikan redaksional dan penambahan kejelasan isi tiap bab, sistematika pembahasan dalam skripsi ini akan menjadi lebih kuat dan mudah dipahami oleh pembaca.
Â
BAB 2
A. Poligami Dalam Fiqih
a. Definisi Poligami
Pada Bab II ini, penulis membahas mengenai konsep poligami dalam fiqh, dimulai dari definisi bahasa maupun terminologi dalam Islam. Penggunaan etimologi kata "poligami" dari bahasa Yunani dan pengaitan dengan istilah Arab ta'addud az-zaujt menunjukkan upaya penulis untuk menghadirkan pendekatan komparatif antara konsep barat dan Islam. Penjelasan definisi ini sudah cukup relevan sebagai pembukaan bab, meskipun redaksinya masih perlu dirapikan agar lebih akademis dan sistematis.
Selanjutnya, penulis menyampaikan pengertian poligami dari sisi praktik, yakni sebagai bentuk pernikahan di mana seorang suami menikahi lebih dari satu istri secara bersamaan dalam konteks kehidupan rumah tangga. Uraian ini menggambarkan pemahaman penulis terhadap esensi poligami sebagai bagian dari sistem sosial dan hukum dalam Islam. Namun, terdapat campur aduk antara definisi dan alasan-alasan diperbolehkannya poligami dalam paragraf yang sama. Hal ini membuat struktur penulisan menjadi kurang fokus dan perlu dipisahkan secara jelas antara pengertian dan dasar hukum atau alasan sosiologisnya.
Penulis juga mencantumkan beberapa alasan yang sering dijadikan dasar dibolehkannya poligami, seperti kondisi istri yang tidak mampu menjalankan peran rumah tangga dan ketimpangan jumlah antara laki-laki dan perempuan. Alasan-alasan tersebut cukup relevan dengan realitas sosial, namun sayangnya tidak disertai dengan rujukan akademik atau dalil-dalil fikih yang memperkuat argumen. Selain itu, redaksi kalimatnya masih banyak yang bersifat naratif dan tidak sistematis. Akan lebih baik apabila penulis menambahkan referensi dari kitab-kitab fiqh mu'tabar atau pandangan ulama untuk memperkuat pembahasan ini. Secara keseluruhan, isi bab ini cukup baik sebagai pengantar pemahaman poligami dalam konteks Islam, namun masih memerlukan penyempurnaan dari segi struktur, bahasa, dan penguatan referensi.
Â
b. Dasar Hukum Poligami
Pada bagian ini, penulis sudah menjelaskan dasar hukum poligami dalam Islam dengan cukup baik. Ayat yang digunakan sebagai rujukan utama adalah Surat An-Nisa ayat 3, yang memang sering dijadikan dasar hukum dalam pembahasan tentang poligami. Penulis juga menunjukkan bahwa Islam sebenarnya lebih mengutamakan monogami, dan hanya memperbolehkan poligami dengan syarat bisa berlaku adil. Penjelasan ini penting untuk menunjukkan bahwa poligami dalam Islam tidak bersifat bebas, tapi ada batasan dan tanggung jawabnya.
Penulis juga menambahkan ayat dalam bahasa Arab lengkap beserta terjemahannya, yang menurut saya sudah bagus karena membuat pembaca paham sumber hukum yang dimaksud. Tapi dalam penjelasannya, penulis masih mencampur antara ayat, tafsir, dan pendapat ulama dalam satu paragraf, jadi agak sulit dipahami secara runtut. Akan lebih baik kalau bagian penafsiran dan pendapat ulama dipisah agar pembahasannya lebih jelas dan fokus. Menariknya, di bagian akhir penulis memasukkan pendapat Muhammad Syahrur yang punya pandangan berbeda soal keadilan dalam poligami. Ini menunjukkan bahwa penulis mencoba melihat dari sudut pandang lain, tapi penjelasannya masih sangat singkat. Harusnya dijelaskan lebih lanjut, misalnya dibandingkan dengan pendapat mayoritas ulama. Secara keseluruhan, bagian ini sudah cukup baik, tapi masih bisa ditingkatkan lagi dari segi susunan kalimat dan kedalaman analisisnya.
Â
c. Keragaman Pandangan Fuqaha
Dalam bagian ini, penulis membahas bagaimana pandangan para ulama fikih (fuqaha) terkait hukum poligami. Penulis menjelaskan bahwa secara umum, poligami dibolehkan oleh para ulama, terutama dalam kondisi tertentu seperti istri mandul, sakit parah, atau tidak mampu menjalankan kewajiban rumah tangga. Penjelasan ini sudah cukup baik karena menunjukkan bahwa poligami dalam Islam bukan dilakukan sembarangan, melainkan ada pertimbangan dan syarat yang harus dipenuhi, terutama syarat keadilan terhadap para istri.
Penulis menyebutkan pandangan dari empat imam mazhab besar, yaitu Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali, yang membolehkan poligami selama syarat keadilan terpenuhi dan jumlah maksimal istri tidak lebih dari empat. Namun, sayangnya uraian terhadap masing-masing mazhab masih belum merata. Misalnya, Imam Hanafi hanya dibahas dari sisi biografi secara singkat, tetapi pendapatnya tentang poligami tidak dijelaskan secara langsung. Justru pendapat Imam Hanbali dijelaskan lebih detail, seperti syarat keadilan dalam pembagian giliran dan penafsiran terhadap Surah An-Nisa ayat 129.
Menurut saya, bagian ini sudah mengarah ke pembahasan yang benar, tapi masih kurang keseimbangan dalam pemaparan antar mazhab. Akan lebih baik jika setiap mazhab diberi porsi penjelasan yang seimbang, baik dari sisi pandangan hukum maupun dalil yang digunakan. Selain itu, biografi tokoh seperti Imam Hanafi sebaiknya disampaikan secara singkat dan relevan dengan pembahasan, bukan hanya sebagai info tambahan. Keseluruhan isi sudah cukup bagus, tetapi bisa lebih kuat lagi jika diberi referensi kutipan kitab dan dijelaskan lebih mendalam.
Â
B. Poligami Dalam Perundang-Undangan
a. Poligami Dalam Undang-Undang
Pada bagian ini, penulis sudah menjelaskan poligami dari segi hukum positif di Indonesia dengan cukup baik. Penjelasan dimulai dari definisi umum poligami yang mencakup istilah poligini (laki-laki menikah dengan beberapa perempuan) dan poliandri (perempuan memiliki lebih dari satu suami). Penulis menambahkan perspektif sosio-antropologis yang menyatakan bahwa dalam kajian sosial, istilah poligami mencakup dua bentuk tersebut. Penjelasan ini sudah relevan dan bermanfaat untuk membedakan konteks bahasa, hukum, dan budaya dalam memahami praktik poligami.
Penulis juga mengutip pendapat Soemiyati untuk menegaskan bahwa dalam praktiknya, istilah "poligami" lebih sering digunakan untuk menggambarkan poligini. Hal ini penting agar pembaca tidak salah memahami cakupan istilah dalam pembahasan. Namun, dalam penulisan ini masih terlihat bahwa antara definisi istilah, sudut pandang sosial, dan hukum formal belum dibedakan secara runtut. Jika ditata per subbab kecil (misalnya: definisi, pandangan sosial, dan dasar hukum), maka pembahasannya akan lebih mudah dicerna.
Penjelasan mengenai ketentuan dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 sudah cukup lengkap. Penulis menjelaskan bahwa pada dasarnya hukum Indonesia menganut asas monogami, seperti tercantum dalam Pasal 3 ayat 1. Namun, UU ini juga memberi ruang terbatas untuk praktik poligami melalui syarat-syarat yang ketat, sebagaimana diatur dalam Pasal 4 dan 5. Penjelasan mengenai alasan dan syarat berpoligami---seperti persetujuan istri dan kemampuan suami dalam bersikap adil---sudah disampaikan dengan baik. Akan lebih menarik bila penulis menambahkan analisis kritis atau contoh kasus nyata, agar tidak hanya bersifat teoritis. Secara keseluruhan, bagian ini sudah baik, namun masih dapat dikembangkan dari segi struktur dan kedalaman pembahasan.
b. Poligami Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI)
Dalam bagian ini, penulis menguraikan bahwa Kompilasi Hukum Islam (KHI) memiliki pengaturan yang sejalan dengan Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 terkait masalah poligami. Penulis menyebutkan bahwa pengaturan poligami bagi umat Islam secara khusus diatur dalam Buku I Bab IX Pasal 55 sampai Pasal 59 KHI, yang menunjukkan bahwa negara memberikan dasar hukum yang lebih rinci dan spesifik terhadap pelaksanaan poligami dalam masyarakat Muslim. Penyampaian ini cukup jelas dan mengarah langsung pada pokok pembahasan.
Namun, penjelasan yang diberikan masih bersifat deskriptif dan singkat, hanya sampai pada pengantar bahwa poligami dalam KHI diatur dalam pasal-pasal tertentu. Akan lebih baik jika penulis melanjutkan pembahasan dengan mengutip isi dari pasal-pasal tersebut, misalnya pasal yang menjelaskan syarat, prosedur, dan persetujuan istri dalam praktik poligami. Dengan begitu, pembaca bisa mendapatkan gambaran utuh mengenai bagaimana hukum Islam versi negara (dalam KHI) mengatur praktik tersebut.
Dari segi struktur, bagian ini sudah berada di posisi yang tepat dalam menjelaskan kerangka hukum positif Islam di Indonesia, terutama bagi umat Islam. Tetapi dari segi isi, pembahasan ini masih perlu dikembangkan lebih dalam, baik dari sisi isi pasal, perbandingan dengan Undang-Undang Perkawinan, maupun penambahan analisis singkat dari penulis mengenai efektivitas atau pelaksanaannya di masyarakat. Dengan penambahan tersebut, pembahasan akan menjadi lebih komprehensif dan tidak hanya bersifat kutipan pasal belaka.
Â
C. Poligami Pro dan Kontra dalam Pandangan Masyarakat di Indonesia
a. Pandangan Masyarakat Pro Poligami
Pada bagian ini, penulis membahas pandangan masyarakat yang mendukung praktik poligami. Penjelasan diawali dengan argumen bahwa poligami dianggap sebagai solusi atas ketidakseimbangan jumlah antara laki-laki dan perempuan. Kelompok pro poligami menilai bahwa jika poligami tidak dibolehkan, maka akan banyak perempuan yang tidak mendapat pasangan, yang dikhawatirkan dapat memicu masalah sosial seperti perselingkuhan, pelacuran, atau perusakan moral masyarakat. Penulis juga mengaitkan praktik poligami dengan upaya mencegah perzinahan dan menjaga ketertiban rumah tangga, yang menunjukkan bahwa penulis cukup memahami logika dasar dari kelompok ini.
Selain itu, penulis juga menambahkan kutipan dari sebuah forum diskusi Komunitas Poligami, yang memberikan pandangan langsung dari pelaku poligami. Ini menjadi poin plus karena menambahkan unsur empirik atau realitas di lapangan. Penyampaian kisah tentang pernikahan siri dan proses menginformasikan kepada istri pertama memberikan gambaran bahwa dalam praktiknya, poligami bukan tanpa tantangan, tetapi tetap bisa dilakukan dengan bijak dan terbuka. Hal ini menunjukkan upaya untuk menampilkan poligami sebagai bentuk tanggung jawab, bukan hanya sekadar pemenuhan hasrat.
Namun demikian, bagian ini masih bisa diperbaiki dari segi struktur dan analisis kritis. Penulis belum membandingkan pandangan ini dengan fakta sosial yang terjadi di masyarakat secara luas, misalnya: apakah benar poligami dapat menurunkan angka perzinahan? Apakah perempuan benar-benar mendukung argumen ini? Jika penulis menambahkan sedikit tanggapan kritis atau opini pribadi dengan tetap mengacu pada sumber ilmiah, maka bagian ini akan terasa lebih hidup dan tidak hanya bersifat deskriptif. Secara keseluruhan, pembahasan ini sudah baik untuk menggambarkan sudut pandang masyarakat pro poligami, namun masih bisa dikembangkan agar lebih seimbang dan reflektif.
b. Pandangan Kontra Poligami
Pada bagian ini, penulis menguraikan pendapat dari kelompok yang menolak praktik poligami, dengan mengangkat argumen bahwa poligami dianggap tidak adil dalam hubungan antara suami dan istri. Dalam pandangan ini, istri diposisikan sebagai objek, bukan subjek dalam rumah tangga, yang seharusnya memiliki kedudukan setara dalam hal hak dan tanggung jawab. Penjelasan penulis sudah cukup relevan dalam menggambarkan kegelisahan kelompok ini, terutama dari sisi keadilan dan martabat perempuan.
Penulis menampilkan tokoh penting, seperti Musdah Mulia, yang dalam bukunya Islam Menggugat Poligami, menyebut poligami sebagai bentuk pelecehan terhadap perempuan dan bahkan menyebutnya bertentangan dengan prinsip Hak Asasi Manusia (HAM). Penulis juga menyampaikan bahwa Musdah menggunakan pendekatan tafsir maudhu'i (tematik) dalam menafsirkan ayat-ayat tentang poligami, yang menunjukkan pendekatan kritis berbasis ilmu tafsir. Ini memperlihatkan bahwa argumen kontra terhadap poligami tidak hanya berasal dari pandangan sosial saja, tetapi juga dari penafsiran ulang terhadap teks agama.
Selain Musdah, penulis juga menyertakan pendapat Dono Baswardono, yang menyoroti aspek psikologis dan komunikasi sosial. Pandangannya lebih tegas, bahkan menyebut poligami hanya sebagai kedok dari perselingkuhan yang dibungkus dengan alasan agama. Dengan mencantumkan dua tokoh dari latar belakang berbeda (akademisi Islam dan psikolog), penulis menunjukkan keragaman sumber kontra poligami yang memperkuat bobot argumennya.
Namun, dalam review ini perlu dicatat bahwa penulis masih bisa menambahkan tinjauan atau tanggapan pribadi secara akademik, misalnya dengan membandingkan argumen kedua tokoh atau menyinggung bagaimana masyarakat umum merespons pandangan kontra ini. Secara keseluruhan, bagian ini sudah cukup kuat dan menyajikan sudut pandang kritis terhadap poligami, baik dari perspektif agama maupun sosial.
c. Pandangan Moderat Poligami
Pada bagian ini, penulis memaparkan pandangan moderat terhadap poligami, yaitu pandangan yang mengakui keberadaan hukum poligami dalam Islam namun tidak menjadikannya sebagai suatu anjuran. Penulis menjelaskan bahwa kelompok moderat cenderung memperketat praktik poligami, serta menganggapnya sebagai bentuk solusi darurat dalam keadaan tertentu, bukan sebagai pilihan utama dalam kehidupan berumah tangga.
Penulis secara tepat menghadirkan pandangan Quraish Shihab yang menyatakan bahwa Surah An-Nisa ayat 3 bukanlah ayat perintah, melainkan hanya memberi izin terbatas terhadap poligami. Pandangan beliau dikaitkan dengan metode tafsir maudhu'i (tematik), yang menunjukkan pendekatan sistematis dalam menggali makna ayat-ayat Al-Qur'an. Penjelasan ini cukup memberikan pemahaman bahwa poligami dalam konteks ayat tersebut tidak bersifat mutlak, tetapi penuh syarat dan pertimbangan moral.
Selain itu, penulis juga menyampaikan pendapat Tarjih Muhammadiyah sebagai representasi organisasi keagamaan yang bersikap moderat. Muhammadiyah menganggap bahwa poligami memang dibolehkan, tetapi dengan syarat yang sangat ketat, terutama kemampuan untuk berlaku adil. Bahkan, penulis mengutip sikap Muhammadiyah bahwa poligami sebaiknya dilihat sebagai darurat sosial, bukan kebutuhan pribadi, yang artinya harus dihindari kecuali dalam kondisi yang benar-benar genting dan demi maslahat umum.
Secara keseluruhan, bagian ini ditulis dengan cukup rapi dan mendalam. Penulis berhasil menunjukkan bahwa pandangan moderat menempatkan poligami dalam kerangka pembatasan dan perlindungan terhadap hak-hak perempuan, bukan sebagai bentuk penguatan dominasi laki-laki. Namun, bagian ini masih bisa ditingkatkan dengan menambahkan analisis atau pendapat penulis sendiri, misalnya apakah pandangan moderat ini lebih relevan diterapkan di masyarakat sekarang, atau bagaimana praktiknya dalam konteks sosial Indonesia saat ini.
Â
D. Metode Pemahaman Al-Quran
Pada bagian ini, penulis mengawali pembahasan dengan menjelaskan pengertian Al-Qur'an baik secara bahasa (lughawi) maupun secara istilah (terminologi syar'i). Secara bahasa, Al-Qur'an berasal dari kata qara'a -- yaqra'u -- qir'atan yang berarti bacaan. Sedangkan secara istilah, Al-Qur'an diartikan sebagai kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, disampaikan secara mutawatir, dan membacanya merupakan bentuk ibadah.
Penjelasan tersebut sudah cukup baik sebagai pembuka dalam memahami pendekatan atau metode penafsiran terhadap ayat-ayat Al-Qur'an. Penulis menyampaikan dasar yang penting agar pembaca memahami keistimewaan dan otoritas Al-Qur'an sebagai sumber hukum dan pedoman utama dalam Islam. Namun, dalam bagian ini, penulis belum secara spesifik menjelaskan metode penafsiran atau pendekatan yang digunakan dalam memahami ayat-ayat yang berkaitan dengan poligami, misalnya metode tafsir maudhu'i, tahlili, atau ijmali.
Akan lebih baik apabila penulis menambahkan penjelasan lanjutan tentang metode yang digunakan dalam skripsi, agar pembaca bisa melihat secara jelas bagaimana ayat-ayat tentang poligami dipahami dan dianalisis. Misalnya, jika menggunakan metode tafsir tematik, maka penulis bisa menjelaskan bagaimana ayat-ayat yang terkait dikumpulkan, dianalisis konteks turunnya (asbb an-nuzl), dan ditarik kesimpulan secara menyeluruh.
Secara keseluruhan, bagian ini sudah cukup sebagai pengantar untuk masuk ke bagian pembahasan yang lebih teknis. Namun, dari sisi penyusunan ilmiah, bagian ini akan jauh lebih kuat jika ditambah analisis metode penafsiran yang dipakai dalam skripsi secara lebih eksplisit dan dikaitkan langsung dengan tema poligami yang sedang dibahas.
BAB 3
A. Mengenal Faqihuddin Abdul Kodir
Dalam bagian ini, penulis menjelaskan latar belakang sosok Faqihuddin Abdul Kodir atau yang akrab disapa Kang Faqih, salah satu tokoh penting dalam diskursus keadilan gender dalam Islam. Penulis menyampaikan secara runtut mulai dari identitas personal, latar pendidikan, hingga kontribusinya dalam menyebarkan pemikiran Islam yang berperspektif kesetaraan dan kemanusiaan.
Dari segi latar belakang akademik, penulis menunjukkan bahwa Kang Faqih memiliki pengalaman pendidikan yang cukup luas dan mendalam. Ia tidak hanya menempuh studi di Indonesia, tetapi juga belajar langsung di Suriah dan Malaysia, bahkan mengambil dua gelar sekaligus saat di Damaskus. Ini memberikan kesan bahwa pemikirannya dibangun dari berbagai sudut pandang dan tradisi keilmuan Islam klasik maupun kontemporer.
Penulis juga menyebutkan aktivitas beliau di platform digital, seperti situs mubaadalahnews.com dan channel YouTube pribadi. Informasi ini penting karena memperlihatkan bagaimana Kang Faqih menyebarluaskan gagasan keislamannya melalui media yang mudah diakses masyarakat, termasuk oleh generasi muda. Ini menjadi nilai lebih karena memperlihatkan konsistensinya dalam menyuarakan kesalingan dan keadilan dalam relasi laki-laki dan perempuan, terutama dalam isu rumah tangga dan pernikahan.
Namun, bagian ini masih bersifat deskriptif dan belum masuk pada analisis kontribusi pemikirannya terhadap isu utama dalam skripsi, yaitu poligami. Akan lebih kuat bila penulis menyisipkan sedikit penjelasan awal tentang apa pandangan Kang Faqih terhadap praktik poligami, atau bagaimana ia menempatkan keadilan dalam relasi suami-istri berdasarkan Al-Qur'an dan Hadis.
Secara umum, bagian ini sudah cukup baik sebagai pengenalan tokoh. Namun untuk memperkuat keterkaitannya dengan pembahasan inti skripsi, penulis sebaiknya menambahkan transisi atau pengantar yang menjelaskan relevansi tokoh ini terhadap tema poligami dalam perspektif moderat atau humanis dalam Islam.
Â
B. Karya-karya Faqihuddin Abdul Kodir
Pada bagian ini, penulis menyampaikan kontribusi intelektual Faqihuddin Abdul Kodir melalui karya-karya yang telah beliau hasilkan sejak awal tahun 2000-an. Secara umum, penulis berhasil menampilkan kekayaan literasi dan konsistensi pemikiran Kang Faqih dalam memperjuangkan keadilan gender dalam Islam, khususnya melalui pendekatan mubadalah atau kesalingan.
Secara faktual, penulis menyebutkan bahwa Kang Faqih telah menulis lebih dari 30 artikel di majalah Swara Rahima, serta mengarang banyak buku yang fokus pada isu-isu perempuan, relasi suami-istri, kekerasan dalam rumah tangga, dan penafsiran gender dalam hadis. Buku-buku seperti Memilih Monogami, 60 Hadis tentang Hak-hak Perempuan dalam Islam, dan Hadith and Gender Justice menunjukkan bahwa beliau tidak hanya membahas persoalan dari sudut normatif, tetapi juga dari pendekatan kritis-kontekstual yang relevan dengan kehidupan masyarakat modern.
Penulis juga mengenalkan konsep penting dari Kang Faqih, yaitu mubadalah. Penjelasan tentang mubadalah di bagian ini cukup jelas, bahwa mubadalah merupakan pendekatan tafsir yang menekankan nilai kemitraan, keadilan, dan resiprokal antara dua pihak---baik dalam hubungan sosial umum maupun khusus, seperti dalam relasi laki-laki dan perempuan. Ini menjadi poin penting karena mubadalah menjadi fondasi berpikir Kang Faqih dalam mengkritisi praktik-praktik yang timpang secara gender, termasuk poligami.
Namun, sebagai catatan, bagian ini masih terkesan mengalir seperti daftar karya tanpa disertai penekanan lebih dalam terhadap relevansi karya-karya tersebut dengan fokus skripsi, yaitu poligami. Akan lebih baik jika penulis memberi penekanan khusus terhadap buku Memilih Monogami, misalnya dengan mengutip sedikit isinya atau menjelaskan bagaimana buku tersebut secara langsung mengkritisi praktik poligami dari perspektif mubadalah.
Dari sisi struktur dan isi, bagian ini sudah cukup kuat dalam menunjukkan kredibilitas ilmiah Faqihuddin Abdul Kodir sebagai tokoh yang layak dijadikan rujukan dalam kajian keadilan gender dan pernikahan. Hanya saja, penguatan analisis hubungan antara karya dan topik utama skripsi akan membuat bagian ini lebih terarah dan fokus.
Â
C. Substansi Kritik Faqihuddin Abdul Kadir Tentang Poligami dan Metode Kritiknya
Pada bagian ini, penulis mencoba menyampaikan pokok-pokok kritik Faqihuddin Abdul Kodir terhadap praktik poligami dalam masyarakat Muslim saat ini. Penulis menjelaskan bahwa menurut Kang Faqih, poligami sudah berkembang menjadi praktik sosial yang dianggap lumrah bahkan dijustifikasi sebagai ibadah oleh sebagian umat Islam. Hal ini menurut beliau merupakan bentuk penyimpangan pemahaman terhadap pesan esensial Al-Qur'an.
Secara substansi, Kang Faqih tidak serta merta mengharamkan poligami, namun beliau mengkritik cara pandang yang membenarkan poligami sebagai kewajiban atau anjuran agama, padahal dalam tafsiran beliau, ayat tentang poligami justru bersifat membatasi dan bukan mendorong. Penulis juga menyampaikan bahwa menurut Kang Faqih, praktik poligami saat ini seringkali tidak mempertimbangkan prinsip 'adl (keadilan) secara utuh, padahal syarat keadilan dalam QS. An-Nisa ayat 3 merupakan syarat yang sangat berat dan nyaris mustahil dilakukan secara batiniah maupun lahiriah.
Dalam menjelaskan metode kritik yang digunakan oleh Kang Faqih, penulis menyebutkan bahwa pendekatan yang digunakan adalah pendekatan tematik (maudhu'i) serta hermeneutik kontekstual. Metode ini menekankan pentingnya memahami ayat-ayat
Al-Qur'an dengan memperhatikan konteks sosial sejarah, tujuan diturunkannya ayat, serta pesan moral yang ingin dicapai. Dengan metode ini, Kang Faqih mengajak pembaca untuk melihat poligami tidak dari aspek tekstual semata, melainkan dari sisi keadilan, kemanusiaan, dan kesalingan, yang menjadi nilai dasar dalam Islam.
Menurut saya, bagian ini sangat menarik karena menunjukkan bahwa pemahaman terhadap Al-Qur'an tidak boleh kaku dan literal, melainkan harus mempertimbangkan realitas sosial serta nilai keadilan yang menjadi tujuan utama syariat. Penulis juga sudah cukup baik dalam menyusun bagian ini karena tidak hanya menjelaskan isi pemikiran Kang Faqih, tetapi juga menjelaskan alat analisis dan metode tafsir yang digunakan dalam menyusun kritiknya.
Namun, akan lebih kuat jika penulis juga menambahkan contoh konkret dari praktik poligami yang dikritik oleh Kang Faqih, atau menyisipkan kutipan langsung dari karya beliau agar pembaca bisa merasakan nuansa argumen Kang Faqih secara langsung.
Secara keseluruhan, bagian ini sangat relevan dengan topik skripsi karena berhasil menunjukkan posisi pemikiran Faqihuddin Abdul Kodir dalam perdebatan poligami dan landasan metodologis yang beliau gunakan dalam menyusun kritik tersebut.
BAB 4
A. Substansi Kritik Faqihuddin Abdul Kodir Tentang Poligami dan Metode Kritiknya
Pada bagian ini, penulis mengangkat konsep keadilan sebagai kunci utama dalam pembahasan poligami dalam Al-Qur'an. Penulis menyampaikan bahwa Al-Qur'an tidak menjadikan poligami sebagai ajaran utama atau anjuran, melainkan hanya sebagai bentuk pengecualian yang dikaitkan dengan konteks sosial saat itu, yaitu ketidakadilan terhadap anak yatim. Ini merupakan pendekatan kritis yang cukup kuat, karena berusaha melihat ayat poligami dalam konteks keadilan, bukan semata-mata praktik yang dilegalkan.
Penulis juga menegaskan bahwa keadilan menjadi prinsip pokok dalam ajaran Islam, termasuk dalam relasi antara laki-laki dan perempuan, baik dari aspek seksual, sosial, maupun politik. Dalam hal ini, skripsi memberikan analisis yang reflektif bahwa poligami yang tidak dilandasi dengan keadilan justru melahirkan kemudharatan---seperti pengabaian hak istri dan anak, serta ketimpangan relasi dalam rumah tangga.
Secara metodologis, pendekatan yang digunakan penulis lebih bersifat normatif-sosiologis, yakni memahami teks Al-Qur'an dalam kaitannya dengan struktur sosial masyarakat Arab pada masa turunnya wahyu. Penulis berhasil menunjukkan bahwa poligami dalam Al-Qur'an bukanlah perintah mutlak, melainkan bentuk penyesuaian dengan realitas yang harus dibingkai dengan prinsip keadilan.
Dari sudut pandang mahasiswa semester empat, bagian ini sangat menarik karena mencoba membongkar pola pikir umum tentang poligami yang kerap dianggap sebagai amalan ibadah. Padahal, seperti yang dijelaskan dalam skripsi, praktik poligami tanpa keadilan justru bertentangan dengan semangat Islam sebagai agama rahmat dan keadilan.
Namun, penulis dapat memperkuat argumen dengan menyisipkan kutipan langsung dari ayat-ayat Al-Qur'an atau pendapat mufasir yang relevan, agar landasan argumen lebih kuat secara ilmiah. Selain itu, akan lebih bagus jika ada contoh konkret dari kasus sosial yang menunjukkan dampak negatif poligami tanpa keadilan.
Secara keseluruhan, bagian ini sangat baik dalam memberikan pemahaman baru terhadap praktik poligami. Penulis berhasil mengangkat nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan sebagai tolok ukur utama, bukan sekadar legalitas formal dalam teks keagamaan.
Â
B. Kedudukan Kritik Faqihuddin Abdul Kodir dalam Hukum Keluarga di Indonesia dan Dalam Konteks Pro dan kontra Poligami di masyarakat
Bagian ini membahas posisi kritik Faqihuddin Abdul Kodir terhadap praktik poligami dalam kerangka hukum keluarga di Indonesia, serta dalam dinamika sosial masyarakat yang pro dan kontra terhadap poligami. Penulis mengaitkan kritik tersebut dengan landasan yuridis yang berlaku di Indonesia, khususnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam (KHI), yang menjadi dasar hukum resmi dalam urusan perkawinan.
Dalam penjelasannya, penulis menekankan bahwa sistem hukum di Indonesia menganut asas monogami sebagai prinsip utama, sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974. Artinya, meskipun hukum memberikan ruang terbatas untuk praktik poligami, namun semangat dasar hukum perkawinan di Indonesia lebih mengutamakan monogami sebagai bentuk perlindungan terhadap hak-hak perempuan dalam rumah tangga.
Kritik Faqihuddin Abdul Kodir dinilai sangat relevan dan berpijak pada semangat perlindungan keadilan dalam pernikahan. Beliau tidak serta-merta menolak hukum positif, namun memberikan perspektif bahwa keadilan dan kesetaraan gender harus menjadi acuan utama dalam praktik poligami, jika memang dilakukan. Kritik ini memperkuat posisi hukum monogami sebagai norma ideal dan memberikan argumen tambahan bahwa praktik poligami rentan menimbulkan ketidakadilan, baik secara sosial, psikologis, maupun spiritual.
saya melihat bagian ini cukup kuat dalam menjembatani antara pemikiran progresif dan kerangka hukum yang berlaku. Penulis tidak hanya menyampaikan pendapat tokoh, tetapi juga mampu menempatkan kritik tersebut dalam konteks regulasi nasional dan kehidupan sosial masyarakat Indonesia yang masih memperdebatkan poligami.
Namun demikian, bagian ini akan lebih baik jika dilengkapi dengan data atau kutipan yurisprudensi (misalnya dari putusan pengadilan terkait izin poligami) atau contoh penerapan hukum yang memperlihatkan bagaimana asas monogami dijaga dalam praktik hukum positif. Dengan begitu, hubungan antara kritik tokoh dan praktik hukum menjadi lebih konkret.
Secara keseluruhan, bagian ini memberikan pemahaman yang komprehensif dan kritis mengenai relevansi kritik terhadap poligami dalam sistem hukum keluarga nasional serta respons sosial terhadap isu tersebut.
Â
Â
Â
Â
Â
Â
RENCANA SKRIPSI BESERTA ARGUMENTASINYA
Persepsi Istri Terhadap aktivitas bermain game online oleh suami sebagai kepala keluarga dalam perspektif hukum keluarga islam
Argumentasi
Perkembangan teknologi digital telah menghadirkan berbagai bentuk hiburan baru, salah satunya adalah game online seperti Mobile Legends. Tidak hanya digemari oleh remaja, game ini juga menjadi aktivitas populer di kalangan pria dewasa, termasuk mereka yang sudah berkeluarga. Fenomena ini melahirkan dinamika baru dalam kehidupan rumah tangga, terutama terkait peran dan tanggung jawab suami sebagai kepala keluarga.
Dalam konteks hukum keluarga Islam, suami memiliki kewajiban untuk memberikan nafkah lahir dan batin, menjadi pemimpin dalam rumah tangga, serta menciptakan suasana sakinah, mawaddah, dan rahmah. Namun, aktivitas suami yang berlebihan dalam bermain game online berpotensi memengaruhi keharmonisan rumah tangga, baik dari segi perhatian terhadap istri dan anak maupun tanggung jawab dalam menjalankan fungsi qiwamah.
Dari sudut pandang istri, aktivitas tersebut bisa dipersepsikan beragam---ada yang memaklumi sebagai bentuk hiburan, namun tak sedikit pula yang merasa diabaikan atau kurang diperhatikan. Oleh karena itu, penting untuk menggali persepsi istri terhadap fenomena ini dalam bingkai hukum keluarga Islam.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana persepsi istri terhadap aktivitas suami dalam bermain Mobile Legends dan sejauh mana aktivitas tersebut memengaruhi peran suami sebagai kepala keluarga dalam pandangan hukum Islam.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI