Mohon tunggu...
hanifa hafiza
hanifa hafiza Mohon Tunggu... mahasiswa -

because I love my mother, wherever I am I will fight for her happy

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pengalaman Masa Lalu

1 Oktober 2017   11:04 Diperbarui: 1 Oktober 2017   12:31 2589
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
GAMBAR : hdikids.com

Anak usia dini, pra sekolah ataupun saat duduk di sekolah dasar. Diusia ini anak masih membutuhkan kasih sayang dan perhatian dari orang tua dan keluarga terdekat. Saat anak kurang perhatian dan kasih sayang dari orang tua dan orang terdekat akan menyebabkan anak mencari perhatian itu dengan cara apapun baik cara negatif dan positif. Cara negatif misalnya menjadi nakal, brontak, liar, brandalan, menyimpang dll. Sedangkan cara positif misalnya menjadi anak berprestasi, penurut, dll. Segala sesuatu dari orang tua memberi dampak bagi anak.

Sebuah keluarga perpendidikan, ada seorang anak dimasa kecilnya kurang perhatian dan kasih sayang dari orang tua dan orang terdekatnya. Sampai diusia 19 memasuki jenjang lanjut yang disebut kuliah), anak yang sebenarnya pintar akan tetapi sering malas saat berbicara didepan umum dia mulai ketakutan, tidak pd, hingga tak bisa menyampaikan apa yang ingin ia sampaikan didepan umum. Sebelumnya ia telah berusaha belajar, akan tetapi rasa takut itu muncul saat berada di depan umum (presentasi) saat diusut mengapa ia seperti itu ? mulai bercerita

Saya berasal dari keluarga berpendidikan, pendidikan terakhir ayah sarjana hukum universitas ternama di Sumatra Barat (Padang) sedangkan ibu wanita yang perpendidikan terakhir doktor (S3) di Universitas ternama di ibu kota Lampung. Saya perempuan anak ke 4 dari 6 bersaudara, saudara yang diatas saya mempunyai kemampuan diatas saya (pintar). Saat saya duduk dibangku sekolah dasar, ada seorang guru yang suka membandingkan kemampuan dan prestasi yang dicapai oleh saudara-saudaraku. Saat itu saya mulai merasa serba salah, percuma saya belajar bila hasilnya tidak setara dibandingkan dengan kakak-kakak saya. Rasa malas belajar itupun merasuki seluruh pikiranku. Sering kali aku di hukum karna tidak mengerjakan PR (pekerjaan rumah), terkadang aku tidak memperdulikan laki kata-kata bu guru.

Ibuku yang sibuk dengan kegiatan dikampus membuat aku bingung bagaimana cara mengambil perhatian ibu, sedangkan aku tidak sepintar kakak-kakakku dan akhirnya aku membuat masalah disekolah sehingga sekolah memanggil orang tuaku. Saat itu aku belum puas karna tetap saja aku sendiri dirumah, kakak-kakakku yang sibuk dengan buku-bukunya, akhirnya aku memutuskan untuk menjadi anak yang pendiam tidak tau apa yang ingin dikerjakan.

Diusia 16 tahun (usia remaja) saat memasuki bangku SMA aku tetap saja menjadi anak yang pendiam, bila pertanyan yang diajukan tidak penting tidak akan ku dijawab. Di SMA anak pendiam ntah mengapa sering kali mereka berpikiran untuk membully anak yang pendiam. Aku adalah salah satu korban bullying saat SMA. Saat itu aku merasa takut untuk berangkat sekolah, akan tetapi saat orang tua bertanya mengapa tidak mau sekolah aku tidak menjawabnya. Seringkali aku berbohong sakit pada hari aktif agar aku diizinkan untuk tidak sekolah. Sering kali izin membuat guru bertanya-tanya dan akhirnya guruku memutuskan untuk membawaku ke ruang BK, banyak pertanyaan yang membuatku takut menjawabnya.

Hingga umur 16 tahun aku belum pernah mendapatkan kenyamananku. Aku yang tidak memiliki teman dekat, tidak menjadi orang paling pintar disekolah dan tidak menjadi kebanggaan orang tua. Bukan sebuah proses menuntut ilmu yang aku lakukan hingga umur 16 tahun, sering sekali orang bilang diusia remaja adalah masa yang paling mnyenangkan dalam hidup manusia, akan tetapi aku tidak merasakan masa itu hingga usiaku remaja. Aku tidak tau bakatku dimana, impian-impian yang banyak akan tetapi tidak tau cara proses mengejarnya bagaimana, aku sangat kebingungan saat usia itu.

Aku menjalani pertemanan dengan teman sekelas, bukan karena aku nyaman kepada mereka. Pertemanan yang aku jalani hanya sebuah formalitas agar aku tidak dibully. Aku yang penuh ketakukan, keinginanku kalah dengan ketakutanku. Saat di SMA aku ingin mengikuti ekstrakurikuler akan tetapi aku taku tidak bisa. Begitupun saat dikelas banyak ketakutan yang aku simpan seperti saat maju di depan kelas aku sangat takut sekali berbicara di depan umum. Pernah suatu hari aku disuruh menjelaskan pelajaran yang belum pernah aku dengar sebelumnya, mungkin karna aku malas membaca buku, sehingga saat itu aku benar-benar ketakukutan bila dihukum, aku mendadak pingsan saat didepan kelas dan semua orang panik membawaku ke UKS akhirnya pelajaran diakhiri. Rasa takut itu terus menghantui, tidak ada yang kulakukan penuh keberanian saat itu.

Saat duduk di bangku kelas 2 SMA aku mulai mengontrol apa yang aku lakukan, seperti mengerjakan PR atau tugas yang diberikan, berteman dengan teman kelas, sedikit menebar senyum yang ramah kepada orang lain. Aku mulai melupakan masa-masa buruk saat sebelumnya. Mulai belajar menata, mau jadi apa aku nanti ???

Berlanjut di bangku kelas 3 SMA, aku menjalani hubungan baik dengan teman kelasku, akan tetapi belum menjalani hubungan baik kepada saudaraku, saat dirumah aku masih jarang mengobrol, berbagi cerita dan lainnya. Aku lebih sering menghabiskan waktu dirumah teman-temanku, hingga sore tiba baru aku bergegas untuk pulang. 

Aku mulai mencari tau aku ingin melanjutkan pendidikan dimana ?, aku mulai apa yang perlu disiapkan untuk selanjutnya, waktunya tiba jalur undangan SNMPTN membuka pendaftaran, aku mengambil sebuah Universitas Negeri di kotaku, akan tetapi hasilnya aku gagal dalam tes ini, semua tes undangan yang aku ikuti gagal. Lalu aku harus mempersiapkan untuk tes tulis, akan tetapi kakakku selalu meremehkanku, itu membuatku tidak bersemangat untuk mengikuti tes tulis. Akan tetapi bila tidak mengikuti tes itu aku tidak akan dikuliahkan dikampus swasta oleh ibuku. Aku putuskan tetap mngikuti tes itu bagaimanapun hasilnya nanti. Bila aku tidak lulus ibu memaksaku untuk masuk sebuah IAIN benar kampus itu Negeri akan tetapi disana banyak alumni sekolahku dulu. Itu yang membuatku bersikeras untuk tidak masuk di kampus itu, yang aku pikirkan saat itu bila tidak lulus tes aku akan mengaggur satu tahun terlebih dahulu dan belajar untuk Universitas yang aku tuju. Alhamdulillah Allah memberi jalanku untuk menempuh pendidikan di Universitas ternama diIndonesia, dengan jurusan pilihan ibuku. Tidak masalah jurusan apa itu, yang jelas aku bisa jauh dari rumah, untuk menghindari  saudara-saudaraku. Tinggal jauh dari rumah, aku menemukan kenyamanan disini, tidak ada keinginan untuk pulang. Akan tetapi ibu selalu memintaku untuk pulang saat liburan, memang ada sedikit rindu.

Masalah dimasa lalu masih terbawa hingga sekarang, ketakutan terhadap semua yang ingin aku lakukan, apalagi saat berbicara didepan umum, hingga sekarang aku belum berani. Aku sudah belajar memberanikan diri, saat disalah satu acara jurusan. Aku sebagai ketua pelaksana, seharusnya memberi kata sambutan yang menarik saat acara itu dimulai. Akan tetapi ketakukatn itu terus menghantui, kepanikan tidak terhingga mengganggu pikiranku. Akhirnya kata samputan itu penuh ketakukan dan tidak sesuai dengan apa yang telah dipelajari. Aku tidak berani menjadi utama, aku hanya bermain dibelakang layar untuk menghindari kata sambutan di depan orang banyak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun