Hikayat Pemikiran QadariyahÂ
Madzhab Qadariyah ialah sebagian madzhab teologis tertua dalam yang muncul sekitar abad pertama hijriah, tepatnya pada tahun 70H (689M) di basrah, Irak. ajaran ini di pelopori oleh Ma'bad Al Jauhani  oleh muridnya Ghailan Al Dimasyqi yang menolak paham jabariyah yang menekankan takdir mutlak tanpa kebebasan manusia.
Qadariyah timbul sebagai respons terhadap kejolak politik masa Dinasti Umayyah pertama (661-750M), khususnya penolakan kebijakan politik kekejaman Bani Umayyah yang membungkus aksi mereka dengan alasan takdir allah. Tokoh pencipta madzhab ini menegaskan bahwa manusia memiliki kehendak bebas dan kemampuan untuk memilih mana perbuatan baik dan mana yang buruk secara pribadi masing masing, sehingga manusia bisa bertanggung jawab atas yang dipilih dan akan mendapatkan ganjaran atau hukuman dari Allah berdasar kehendak. Madzhab Qadariyah berpendapat bahwa manusia mempunyai kemampuan mempunyai kebebasan dan kekuatan sendiri untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Sedangkan Jabariyah berpendapat  manusia tidak mempunyai kebebasan dan kehendak dalam menentukan perbuatannya. Qadariyah terkandung dalam kitab ar-Risalah dan ditulis untuk Khalifah Abdul Malik oleh Hasan al-Basri sekitar tahun 700M. Dari pengertian diatas dapat di simpulkan bahwa Qadariyah adalah sebuah pemikiran atau aliran yang mengingkari takdir ALLAH mereka berkehendak bebas menentukan perbuatannya sendiri, tanpa adanya campur tangan dari ALLAH.
Dasar Pemikiran
Qadariyah menegaskan kebebasan manusia dalam menentukan perbuatan yang dikehendakinya atas dasar kekuatan dan kemauan yang allah ciptakan dalam diri manusia. Mereka percaya bahwa setiap perbuatan manusia yaitu hasil kehendaknya sendiri dan bukan segmen dari ketetapan atau takdir mutlak allah. rancangan ini menjadi landasan keadilan ilahi bahwa manusia yang beriman atau yang kafir ditentukan oleh kehendaknya, sehingga semua pahala dan dosa ialah hasil keputusan manusia sendiri. Pandangan Qadariyah  sama sekali tidak berimplikasikan pada penolakan terhadap adanya campur tangan Tuhan dalam perwujudan perbuatan manusia. Apa pun tanpa campur tangan dari Tuhan. Ini berarti qudrah dan iradah dari Tuhan itu, menurut Qadariyah, masih bersifat murni dan bebas nilai, dan manusia sendiri yang diberi hak untuk mewarnai dengan nilai baik atau buruk. Itulah sebabnya Qadariyah memandang manusia sebagai pelaku perbuatan dalam arti yang sebenarnya, bukan dalam pengertian lainnya. Qadariyah berada di pemberian rincian lebih detail dan argumen rasionalnya. Konsep ini menjadi landasan keadilan ilahi
Perkembangan dan reaksi
timbulnya Qadariyah ini isyarat menentang kebijaksanaan politik Bani Umayyah yang dianggapnya kejam. Apabila aliran Ajbariyah berpendapat bahwa khalifah Bani Umayyah membunuh orang, hal itu karena sudah ditakdirkan Allah dan hal ini berarti ialah topeng kekejaman Bani Umayyah, maka aliran Qadariyah mau membatasi qadar tersebut. Ajaran-ajaran Qadariyah segera mendapat pengikut yang cukup, sehingga khalifah segera mengambil tindakan dengan alasan demi ketertiban umum. Ma'bad al- Juhni dan ada beberapa pengikutnya ditangkap dan dia sendiri dihukum bunuh di Damaskus (80/690M). Setelah insiden ini, maka pengaruh paham Qadariyah semakin surut. Akan tetapi dengan munculnya paham Mu'tazilah, sebetulnya dapat diartikan sebagai penjelmaan kembali dari paham-paham Qadariyah. faktor antara keduanya, terdapat persamaan demikian filsafatnya, yang selanjutnya disebut sebagai kaum Qadariyah Mu'tazila. Para penganut ajaran Qadariyah dikatakan Majusi, karena mereka mengatakan adanya dua pencipta, yaitu pencipta kebaikan dan pencipta keburukan. Ada yang berpendapat lain  mengatakan bahwa sebenarnya yang mengembangkan ajaran-ajaran Qadariyah itu bukan Ma'bad al-Juhni melainkan ada seorang penduduk Irak, yang mulanya beragama Kristen kemudian masuk Islam, namun akhirnya kembali ke Kristen lagi. Dari orang inilah, Ma'bad al-Juhni dan Gailan ad-Damasqi mengambil pemikirannya. Dalam hikayat ini, Qadariyah sering di krikitik sebagai bid'ah atau sesat oleh sebagian ulama, tetapi pemikiran tentang kehendak bebas manusia tetap menjadi titik tolak perdebatan teologi hingga masa kini. Ada pendapat lain mengatakan bahwa sebenarnya yang mengembangkan ajaran- ajaran Qadariyah itu bukan Ma'bad al-Juhni melainkan ada seorang penduduk Irak, yang mulanya beragama Kristen kemudian masuk Islam, namun akhirnya kembali ke Kristen lagi. Dari orang inilah, Ma'bad al-Juhni dan Gailan ad-Damasqi mengambil pemikirannya.
Ideologi dan Argumen QadariyahÂ
Pembicaraan penting dalam teologi Islam adalah masalah perbuatan manusia (af'al ai-'ibad). kajian ini dibicarakan tentang kehendak (masyi'ah) dan daya (istitha'ah) manusia. Karena setiap perbuatan berhajat kepada daya dan kehendak. Bertanggung jawabnya dengan penuh segala tindakannya. Menurut Jabaryah, segala yang dialami manusia, baik masa lalu maupun masa depan, baik musibah atau keberuntungan, telah ditentukan oleh Allah swt., Manusia bagaikan air yang mengalir ke berbagai arah, tanpa kehendak dan tanpa pilihan. Hanya Allah swt., yang berkehendak dan menentukan nasib manusia serta kelangsungan hidupnya di dunia. Semua yang terjadi dijagat raya ini semata-mata qhada dan qadar Allah, bukan kehendak makhluk.
Kesimpulan
Aliran Qadariyah lahir dari konteks sosial-politik dan teologis yang menuntut keadilan ilahi yang disesuaikan dengan kebebasan manusia dalam menentukan perbuatannya.Meskipun mengalami penindasan, pemikiran qadariyah tentang kehendak bebas manusia memberikan kontribusi penting dalam teologi Islam mengenai takdir dan kebebasan manusia. Selaku agama rahmatan lil alamin dan agama yang menjunjung tinggi adanya toleransi dalam beragama, Islam sendiri mempunyai problematika internal yang membuat Islam itu sendiri pecah menjadi banyak kelompok atau aliran. Pada hakikatnya aliran-aliran teologi dalam Islam muncul sejak zaman khalifah Ar-Rasyidin Utsman Ibnu Affan yang menerapkan sistem nepotisme pada pemerintahannya. Qadariyah ialah satu di antara lain aliran teologi dalam Islam yang muncul pada zaman dinasti Umayyah. Qadariyah secara etimologi berasal dari bahasa arab yaitu qodaro yang artinya kemampuan dan kekuatan. Sedangkan dalam istilah Qadariyah adalah aliran yang melakukan pengingkaran terhadap dalil "aql dan naql (Quran dan Hadis) serta menekankan kebebasan kepada manusia dalam mewujudkan perbuatannya. Pendiri aliran ini yaitu Mahad al-jauhany. Ia adalah seorang alim Al-Quran dan Hadis tetapi kemudian ia menjadi sesat dan mengeluarkan pendapat-pendapat salah dan batal.