Mohon tunggu...
M. Hanif Dhakiri
M. Hanif Dhakiri Mohon Tunggu... Aktivis

Orang biasa yang berusaha menjadi luar biasa untuk orang lain dan bangsa. . . Wakil Ketua Komisi XI DPR RI dan Wakil Ketua Umum DPP PKB (Partai Kebangkitan Bangsa) Periode 2024-2029. Pernah mengemban amanah sebagai Menteri Ketenagakerjaan RI Periode 2014-2019 dan Plt. Menteri Pemuda dan Olahraga RI (2019). Mantan Sekretaris Jenderal DPP PKB (2014-2019) dan Sekretaris Jenderal PB IKA-PMII ini (2013-2024) ini sekarang masih aktif sebagai Anggota Dewan Pertimbangan KADIN Indonesia (2024-2029). . . Live well, rule well, die well.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

#KaburAjaDulu dan Masa Depan yang Retak

27 Mei 2025   07:28 Diperbarui: 22 Juli 2025   13:04 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tren Kabur Aja Dulu r.amai di media sosial(SHUTTERSTOCK/TORWAISTUDIO) 

Di tengah gempuran narasi "Indonesia Emas 2045", muncul suara-suara sumbang dari generasi muda yang merasa terpinggirkan. Tagar #KaburAjaDulu yang sempat viral di media sosial mencerminkan kegelisahan mereka terhadap kondisi politik dan ekonomi nasional. 

Fenomena ini bukan sekadar lelucon dunia maya, melainkan cerminan nyata dari krisis kepercayaan generasi muda terhadap masa depan mereka di tanah air. 

Negeri yang seharusnya bukan hanya tempat lahir, tetapi juga tempat mereka tumbuh, berkembang, dan berkontribusi sepenuhnya.

Data dari UNESCO pada Februari 2024 mencatat bahwa 59.224 pelajar Indonesia sedang menempuh pendidikan di luar negeri, menunjukkan tren peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya. 

Sementara itu, laporan dari The Global Economy (2024) menunjukkan bahwa Indonesia berada di peringkat ke-88 dari 175 negara dalam indeks human flight and brain drain, dengan skor 5,4, menandakan tingkat kehilangan tenaga kerja terampil yang signifikan.

Krisis Kepercayaan Generasi Muda

Generasi muda Indonesia, yang semestinya menjadi pilar pembangunan, kini justru dilanda pesimisme. Tingkat pengangguran usia 15--24 tahun mencapai 18--19% (BPS, 2024), jauh di atas rata-rata nasional. Ini diperparah oleh ketidakcocokan antara pendidikan dan kebutuhan pasar kerja, memaksa banyak lulusan menerima pekerjaan di bawah kapasitas atau mengejar peluang ke luar negeri.

Fenomena ini bisa dijelaskan lewat teori anomi dari Emile Durkheim (1897): ketika harapan dan realitas tidak lagi sejalan, individu merasa terasing dan kehilangan arah. 

Dalam konteks ini, banyak anak muda merasa sistem politik dan ekonomi tidak mencerminkan nilai dan aspirasi mereka, bahkan terasa menutup ruang aktualisasi. Indonesia terasa seperti tempat lahir yang tak lagi memberi ruang tumbuh.

Krisis ini juga mencuat dari rendahnya perhatian terhadap pendidikan dan pelatihan vokasi. Padahal, jalur vokasional adalah jalan tercepat dan paling strategis untuk menjembatani pendidikan dan dunia kerja. 

Sayangnya, vokasi masih dipandang sebagai pilihan kelas dua, padahal justru bisa menjadi fondasi ekonomi produktif berbasis keterampilan. Tanpa vokasi yang kuat dan tersambung dengan dunia industri, mismatch akan terus terjadi.

Membangun Ruang Tumbuh

Ketidakpuasan generasi muda tak hanya soal ekonomi, tapi juga menyasar kepercayaan terhadap institusi politik. Mereka menilai partai politik terlalu elitis, tertutup, dan kurang responsif terhadap nilai-nilai baru. Survei CSIS (2022) menunjukkan mayoritas milenial dan Gen Z skeptis terhadap partai politik tradisional.

Kondisi ini menciptakan jarak yang makin lebar antara negara dan anak muda. Banyak yang merasa politik bukanlah jalur aktualisasi, melainkan labirin kuasa yang menolak masuknya gagasan segar. 

Bagi mereka, ketertutupan partai politik dan minimnya ruang partisipasi menjadi alasan tambahan untuk menjauh; secara politis, dan kadang secara geografis.

Namun di tengah iklim tersebut, masih ada harapan. Di Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), misalnya, anak muda justru diberi ruang nyata untuk memimpin. 

Di bawah kepemimpinan Gus Muhaimin Iskandar, partai ini tak hanya memberi tempat bagi generasi muda, tapi juga mendorong mereka memimpin langsung sebagai pimpinan harian partai. Ini contoh penting bahwa regenerasi politik bukan mustahil, selama ada kemauan membuka jalan.

Untuk membalik krisis kepercayaan secara lebih luas, dibutuhkan langkah strategis. Pertama, sistem pendidikan, terutama pendidikan dan pelatihan vokasi, harus terhubung dengan kebutuhan dunia kerja, ekonomi digital dan sektor masa depan. Akses terhadap kewirausahaan muda dan pembiayaan inovatif juga perlu diperluas.

Kedua, perluasan perlindungan sosial bagi anak muda yang bekerja di sektor informal dan gig economy harus segera didorong. Negara harus hadir dengan keberpihakan yang nyata, agar anak muda merasa aman tumbuh di dalam sistem, bukan tercerabut darinya.

Ketiga, partai politik wajib berbenah. Bukan hanya membuka ruang secara simbolik, tapi memberi jalan riil bagi anak muda untuk tampil sebagai pengambil keputusan. Tanpa regenerasi politik yang nyata, demokrasi akan kehilangan energi dan arah masa depan.

Keempat, pemerintah perlu membangun narasi nasional yang jujur dan inklusif, yang tidak hanya menjanjikan masa depan, tapi benar-benar menciptakan jalan ke sana. Narasi bahwa Indonesia bukan sekadar tempat lahir, tapi juga tempat tumbuh, hanya akan hidup jika didukung oleh kebijakan yang memberi ruang bagi mimpi, kerja keras, dan keadilan generasi muda.

Dengan langkah-langkah tersebut, generasi muda Indonesia bisa kembali percaya bahwa masa depannya tak perlu dicari di negeri orang. Tagar #KaburAjaDulu pun pada gilirannya tak lagi jadi perbincangan dan pilihan.***

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun