Setiap manusia sebagai makhluk Tuhan lahir dalam keadaan merdeka. Sebagai manusia merdeka sekaligus mempunyai hak azasi menyertainya. Hak azasi yang meliputi kemuliaan, harkat dan martabat.
Tidak ada satupun manusia lain yang berhak untuk mengurangi hak yang telah dipunyai manusia berupa berkah Tuhan yang diberikan kepada makhlukNya, apalagi untuk merenggutnya dengan paksa.
Sehingga tidak boleh dengan cara apapun, baik terang2an atau cara disembunyikan dengan tipuan seseorang dipaksa untuk melakukan yang merendahkan kemuliaannya, merendahkan harkat martabatnya.
Dalam kenyataannya hal demikian tidak demikian adanya. Ada saja sesama manusia yang berusaha memanfaatkan, memaksa orang lain dengan cara yang cenderung melanggar hak azasi manusia lain.
Perempuan dan anak2 sebagai makhluk yang lemah punya potensi yang besar untuk dijadikan korban. Posisi perempuan dan anak2 yang seharusnya dilindungi, justru merupakan peluang bagi orang lain untuk memanfaatkan kelemahannya.
Selama ini kita hanya mengenal eksploitasi manusia terhadap manusia lain merupakan unsur dalam istilah hukum yang merupakan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Praktek yang paling akrab yang kita ketahui dan sering diberitakan media ketika Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dipaksa bekerja tidak sesuai norma, diperkosa atau ditipu di luar negeri.
Padahal dalam kenyataannya praktek2 yang masuk dalam ranah TPPO juga banyak terjadi di dalam negeri. Malah kadang2 TPPO telah terjadi tanpa merasa bahwa peristiwa telah memenuhi unsur pidana yang dimaksud oleh Undang2 Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU TPPO).
Praktek2 Pelanggaran UU TPPO.
Ibu2 rumah tangga dalam melakukan pekerjaan sehari2 membereskan pekerjaan rumah kerap dibantu oleh Asisten Rumah Tangga (ART).