Mohon tunggu...
Handoko Suhendra
Handoko Suhendra Mohon Tunggu... Swasta -

Supel

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jendral Gatot yang Bersemangat dan Moeldoko yang Kehilangan Gaungnya

9 Oktober 2017   21:39 Diperbarui: 9 Oktober 2017   22:22 4345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dengan adanya peraturan tersebut, kewenangan anggaran pertahanan berada di bawah Menhan.

Keempat, Pada Mei 2017, Gatot juga mengungkapkan perbedaan pendapat dengan Polri soal adanya tuduhan makar dalam berbagai gelombang demonstrasi kelompok agama yang menguat pada akhir tahun 2016.

Penolakan makar disampaikan Gatot sebagai upaya untuk mengajak warga tidak takut dengan situasi politik terkini.

Kelima, Masih di bulan yang sama, pada Mei 2017, Gatot juga hadir di tengah Rapat Pimpinan Nasional Partai Golkar. Dia juga membacakan puisi "Tapi Bukan Kami", yang dianggap kritikan terhadap pemerintah.

Keenam, pada penghujung bulan september lalu, Gatot kembali melontarkan pernyataan kontroversialnya. Dalam sebuah rekaman yang beredar, Gatot menyebut adanya lembaga non-militer yang membeli 5.000 puncuk senjata secara ilegal. Sontak saja hal itu membuat gaduh dijagat publik. Tak selang beberapa lama pernyataan Gatot langsung dimentahkan oleh Wiranto. Menurut Wiranto, yang benar adalah 500 senjata dibeli dari PT Pindad (dalam negeri) untuk keperluan Badan Intelejen Negara (BIN).

Imbas dari pernyataan tersebut, Gatot dipanggil  untuk menghadap Presiden Jokowi di Istana Negara. Pertemuan tersebut berlangsung tertutup. Sejumlah pihak menduga, Gatot ditegur oleh Presiden, meski ia sendiri tak mengakuinya.

Terakhir, Gatot mengeluarkan instruksi untuk melakukan nonton bareng film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI yang tidak hanya untuk jajaran internalnya, melainkan juga ajakan kepada warga sipil di sekitar markas TNI.

Alasan dibalik tuduhan manuver politik Jendral Gatot

Pertama, Gatot seolah belajar dari pengalaman Jendral TNI sebelumnya, Moeldoko. Moeldoko kehilangan gaungnya setelah ia tidak lagi menjabat sebagai Panglima TNI. Terbukti, tidak ada satupun jabatan strategis yang didapuknya setelah ia pensiun. Jangankan ditunjuk dan mengisi salah satu jabatan menteri, mengikuti seleksi pemilihan Ketua PSSI saja ia kalah telak oleh Edy Rahmayadi.

Sebagaimana kita tahu, Edy adalah salah satu petinggi TNI berpangkat Jendral bintang tiga yang merupakan anak buah Moeldoko saat masih aktif di dunia militer. Tak bisa dipungkiri, mungkin atas persepsi inilah yang membuat Gatot kian gencar mempromosikan dirinya dalam sejumlah aksi massa yang dipertontonkan kehadapan publik, maupun dalam berbagai pernyataannya yang kontroversial dan dianggap bermuatan politik.

Mengisi massa senjakalanya di dunia militer, Gatot seolah tidak ingin bernasib sama dengan Moeldoko. Sehingga ia menganggap, mungkin inilah saat yang tepat karena kesempatan tidak datang dua kali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun